Hindari Kasus Penyiksaan, Malaysia Diminta Teken MoU Perlindungan TKI
Menteri Luar Negeri Indonesia Retno Marsudi meminta Malaysia untuk segera menyelesaikan nota kesepahaman (MoU) Penempatan dan Pelindungan Pekerja Domestik Indonesia di Malaysia.
Kesepakatan tersebut diharapkan bisa memberi perlindungan lebih kepada tenaga kerja Indonesia (TKI) yang bekerja di sektor domestik sekaligus menghilangkan kasus penyiksaan yang kerap terjadi.
"Mengenai pelindungan Pekerja Migran Indonesia saya kembali menyampaikan mengenai pentingnya untuk segera diselesaikan MoU Penempatan dan Pelindungan Pekerja Domestik Indonesia di Malaysia,"tutur Retno usai menggelar pertemuan dengan Menteri Luar Negeri Malaysia Dato’ Saifuddin Abdullah, di Jakarta, Senin (18/10).
Seperti diketahui, masa berlaku MoU Penempatan dan Pelindungan Pekerja Domestik Indonesia di Malaysia telah habis pada 2016 silam.
Sebelumnya, Retno mengatakan ketiadaan MoU membuat posisi tawar pekerja domestik Indonesia sektor domestik menjadi sangat lemah.
Pasalnya, tidak ada jaminan menyangkut gaji, jam kerja, asuransi kesehatan, dan payung hukum perlindungan bagi mereka.
Minimnya posisi tawar inilah yang kerap membuat pekerja Indonesia mendapat perlakuan kurang manuasiawi.
Merujuk pada Kementerian Luar Negeri pada November 2020, MH, seorang pekerja migran Indonesia sektor domestik telah mengalami berbagai penyiksaan yang dilakukan majikannya di wilayah Kuala Lumpur Malaysia.
MH berhasil diselamatkan PDRM pd tanggal 24 November 2020 berdasarkan informasi awal yang diberikan LSM Tenaganita dan berkoordinasi dengan KBRI Kuala Lumpur.
Majikan juga telah ditahan. MH mengalami penyiksaan antara lain pemukulan dg benda tumpul, luka sayatan benda tajam, disiram air panas dan tidak diberi makan. Saat ini MH berada di RS Kuala Lumpur untuk mendapatkan perawatan.
Menanggapi permintaan Indonesia, Dato’ Saifuddin Abdullah mengatakan pemerintah Malaysia berjanji untuk memberikan perlakuan lebih adil kepada pekerja Indonesia.
Mekanisme tersebut bisa meningkatkan pengawasan bersama dalam proses penempatan, memastikan akurasi data pekerja migran Indonesia sektor domestik di Malaysia, dan mencegah potensi tindak pidana perdagangan orang.
"Indonesia juga mengharapkan kiranya System Maid Online (SMO) dapat dihentikan karena akan menyulitkan pelindungan terhadap pekerja migran Indonesia dan dapat memperbesar kemudharotan,"tutur Retno.
Sistem tersebut membuat perwakilan Indonesia tidak memiliki data yang jelas dan akurat mengenai nama majikan, ataupun memastikan jika besaran gaji yang diterima sesuai ketentuan.
Indonesia juga berharap Malaysia bisa memperluas akses pendidikan bagi anak-anak pekerja migran Indonesia di Malaysia, seperti membuka Community Learning Centres di kawasan-kawasan non ladang dan juga di semenanjung.