Demi Efisiensi, PLN-Produsen Swasta Tunda Operasi Pembangkit Listrik
PT Perusahan Listrik Negara (PLN) berhasil mencapai kesepakatan dengan produsen listrik swasta atau IPP untuk memundurkan target beroperasi komersial atau commercial operation date (COD) beberapa pembangkit listrik ke tahun depan.
Adapun sejumlah pembangkit yang akan digeser untuk beroperasi ke tahun 2022 memiliki total kapasitas 5,75 gigawatt (GW).
Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Rida Mulyana mengatakan renegosiasi dengan para IPP terutama untuk memundurkan jadwal target beroperasi komersial pembangkit yang semula pada tahun ini menjadi beroperasi pada tahun 2022.
"Jadwal COD pada tahun sekarang digeser pada tahun 2022 kurang lebih 5,75 GW digeser," kata Rida dalam webinar webinar transisi energi untuk menghentikan krisis energi, Selasa (23/11).
Menurut Rida, PLN sendiri sebenarnya telah melakukan renegosiasi kontrak dengan para produsen listrik swasta selama dua tahun berturut-turut.
Misalnya, untuk pembangkit listrik yang memiliki jadwal operasi pada 2020, perusahaan telah mencapai kesepakatan untuk menundanya ke 2021, dengan total kapasitas 7 GW.
"PLN berhasil menggeser kurang lebih 7 GW menjadi ke tahun ini yang harusnya tahun kemarin," kata Rida.
Sebelumnya, PLN telah menyepakati penundaan jadwal COD sebanyak 14 proyek pembangkit listrik dengan para Independent Power Producer (IPP) guna mengatasi kelebihan pasokan listrik. Penundaan jadwal berpotensi menghemat dana PLN hingga Rp 25 triliun.
Direktur Niaga dan Manajemen PLN Bob Syahril mengatakan, pihaknya tengah melakukan negosiasi dengan para pengembang IPP.
Hal ini dilakukan pada proyek yang telah beroperasi, tahap pembangunan, proyek yang sudah mencapai kepastian pendanaan (financial close) untuk memundurkan target COD.
Selain memundurkan target target beroperasi komersial pembangkit, PLN juga meminta IPP menurunkan faktor kapasitas (CF). Saat ini, terdapat sekitar 34 IPP yang tengah melakukan konsultasi dengan PLN.
"Telah tercapai kesepakatan sebanyak 14 IPP dengan penghematan sekitar Rp 25 triliun," kata dia beberapa waktu lalu.
Penundaan pembangkit ini penting bagi efisiensi keuangan perusahaan setrum pelat merah. Hal ini karena tagihan pembelian listrik PLN dari IPP melalui kebijakan sistem take or pay melonjak setiap tahun.
PLN memperkirakan tagihan dari IPP mencapai Rp 100 triliun pada tahun ini. Kondisi ini membuat keuangan PLN tertekan. Apalagi, pertumbuhan konsumsi listrik nasional saat ini masih rendah imbas pandemi Covid-19.
Selain renegoisasi terkait penundaan jadawal beroperasi komersial, PLN juga akan menawarkan 21 proyek energi terbarukan berkapasitas 1,2 gigawatt (GW) kepada investor pada 2021-2022.
Kepastian dalam proses pengadaan dan aturan tarif dinilai menjadi kunci untuk menarik minat investor.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Pengembang Pembangkit Listrik Tenaga Air (APPLTA) M Assegaf mengatakan, IPP saat ini siap untuk berinvestasi pada proyek Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA), dan Pembangkit Listrik Tenaga Minihidro (PLTM), terutama yang ditawarkan oleh PLN.
Namun, menurut dia, investor masih ragu karena masih ada persoalan terkait belum jelasnya mekanisme pengadaan.