Selain Bank, BI Akan Ajak Fintech Terapkan BI Fast
Bank Indonesia (BI) sudah menunjukan 22 bank yang akan mengimplementasikan BI Fast tahap pertama pada pertengahan Desember mendatang. Selain bank, BI berjanji akan melibatkan peserta lainnya termasuk penyedia layanan fintech dalam program BI-Fast masa mendatang.
"Seluruh perusahan jasa pembayaran apakan bank maupun non-bank yang sudah mendapatkan listing dari BI itu silahkan ikut, kami mengundang, tapi tergantung kesiapannya," kata Gubernur BI Perry Warjiyo dalam konferensi pers virtual, Jumat (22/10).
Perry menjelaskan, untuk tahap pertama implementasi akan sepenuhya diikuti oleh perbankan.
Kendati demikian, pada implementasi tahap kedua akan mulai beragam yaitu 21 bank dan satu lembaga non-bank yakni Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI). Implementasi tahap kedua akan digelar pada Januari 2021.
Selain itu, dia menyebut kepesertaan BI-Fast terbuka bukan hanya bagi bank, namun juga lembaga selain bank (LSB) termasuk fintech serta pihak lainnya. Namun, kepesertaan diberikan selama mereka memenuhi kriteria.
Adapun kriteri yang ditetapkan oleh BI ada dua yakni kriteria umum dan kriteria khusus.
"Kriteria umum kepesertaan mencakup pemenuhan aspek kelembagaan, aspek kinerja keuangan, dan aspek kapabilitas sistem informasi," ungkap Perry.
Sementara kriteria khusus terdiri atas empat ketentuan yang kemudian dikenal sebagai 4C. Pertama, contribution yakni kontribusinya dalam ekonomi dan keuangan digital.
Kedua, capability atau kemampuan permodalan dan likuiditas.
Ketiga, collaboration yakni dukungan terhadap kebijakan BI ke depan. Keempat, champion in readiness yakni mengukur kesiapan peserta dari sisi people, process, technology serta kesiapan sebagai pengelola dana.
Perry menyambut baik jika semakin banyak layanan yang mengimplementasikan BI-Fast. Hal ini menurutnya sejalan dengan tujuan diluncurkannya layanan tersebut yaitu untuk mendukung peningkatan volume transaksi keuangan digital, serta pada saat yang sama juga mengejar inklusi keuangan.
"BI-Fast akan menjadi backbone infrastruktur sistem pembayaran ritel masa depan, yang mengakselerasi pembayaran menggunakan berbagai instrumen dan kanal secara real time, aman, mudah, dan beroperasi setiap saat," kata pria kelahiran Sukoharjo, Jawa Tengah tersebut.
BI-Fast merupakan sistem pembayaran baru yang nantinya akan menggantikan Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI).
Sistem lama ini memiliki keterbatasan pada waktu penyelesaian transaksi maksimal satu jam. Sementara melalui skema baru ini, nasabah dapat melakukan transafer dan menerimanya saat itu juga.
Pada sistem yang lama, pengiriman uang secara real-time hanya bisa dilakukan untuk transaksi yang difasilitasi switching dan tentunya membutuhkan biaya lebih mahal.
Selain itu, transaksi real-time juga dibatasi maksimal besaran transaski. Sementara itu, Perry mengklaim BI-Fast akan lebih efisien karena real-time dan batas maksimal sekali transaksi hingga Rp 250 juta.
Selain itu, menurutnya BI-Fast juga lebih menguntungkan dibandingkan dengan sistem SKNBI. Selain karena transaksi bisa lebih cepat, biaya transfer yang ditetapkan juga lebih murah.
BI menetapkan tarif yang harus dibayarkan oleh peserta kepada BI selaku penyelenggaran melalui BI-Fast yakni Rp 19 untuk sekali transaksi.
Kemudian tarif dari nasabah kepada peserta yakni Rp 2.500 untuk sekali transaksi, sedangkan tarif SKNBI saat ini Rp 2.900 per transkasi.
"Skema harga akan diturunkan secara bertahap berdasarkan evaluasi secara berkala. Diharapkan, penetapan harga ke peserta maupun ke nasabah tersebut dapat memberikan ruang bagi keberlangsungan industri sistem pembayaran, " ujar Perry.