Kredit Korporasi dan Perorangan Makin Tertekan Covid-19
Bank Indonesia mencatat kontraksi penyaluran kredit perbankan semakin dalam pada Oktober 2020, yaitu 0,9 % secara tahunan. Angka ini jauh lebih anjlok dari September yang minus 0,4 %.
Beberapa ekonom menilai rendahnya kredit ke korporasi dan perorangan seiring pesimisme para debitur untuk berekspansi di tengah penyebaran Covid-19 yang masih tinggi.
Direktur Departemen Komunikasi BI Junanto Herdiawan mengatakan pertumbuhan kredit perbankan tercatat Rp 5.484,9 triliun. Kredit kepada perusahaan ini turun lebih dalam, dari kontraksi 0,7 % pada September 2020 menjadi minus 1,6 % pada Oktober 2020.
“Sementara penyaluran kredit pada debitur perorangan melambat dari 0,7 % menjadi 0,6 %,” tulis Junanto dalam keterangan resminya di Jakarta, Senin (30/11).
Berdasarkan jenis penggunaannya, seretnya kredit dipengaruhi oleh melambatnya kredit investasi (KI), kredit konsumsi (KK), serta kredit modal kerja (KMK). Misalnya, kredit investasi hanya tumbuh 1,4 %, melambat dibandingkan bulan sebelumnya 3,4 %.
Secara sektoral, perlambatan terjadi di pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan. KI sektor tersebut melambat, dari 1,2 % menjadi 0,8%, terutama kredit yang disalurkan untuk subsektor perkebunan kelapa sawit di Sumatera Utara dan Kalimantan Timur.
Demikian juga sektor perdagangan, hotel, dan restoran (PHR). Kredit investasi sektor ini tumbuh negatif 1,9 %, turun lebih dalam dibandingkan bulan sebelumnya 1,6%. Penurunan khususnya pada perdagangan besar bahan bakar di DKI Jakarta dan Jawa Tengah.
Untuk kredit konsumsi, kondisinya melemah dari 0,8 % menjadi 0,1 % yang disebabkan oleh perlambatan pada kredit kendaraan bermotor (KKB) serta kredit multiguna. KKB terkontraksi hingga 21,2 %, semakin dalam dari negatif 18 % pada September 2020. Sedangkan, pertumbuhan kredit multiguna melambat dari 43,7 % menjadi 42,1 %.
Sementara itu, KMK masih melanjutkan pertumbuhan negatifnya meski tidak sedalam periode September dari 3,1 % menjadi 2,7 %. Ini terutama pada sektor industri pengolahan dan sektor perdagangan, hotel, dan restoran.
KMK sektor industri pengolahan tumbuh negatif 1 %, tidak sedalam bulan sebelumnya yang minus 1,7%. Perbaikan tersebut terutama terjadi pada kredit industri pupuk.
Adapun KMK sektor perdagangan, hotel, dan restoran tumbuh negatif 4,8 %, tidak separah pertumbuhann bulan September 2020 yang minus 5,5%. Sumbernya terutama dari perbaikan KMK subsektor perdagangan eceran makanan, minuman, dan tembakau.
Di tengah tren perlambatan kredit, penyaluran kredit kepada sektor properti meningkat dari 2,2 % menjadi 3,1 %. Peningkatan didorong oleh kenaikan kredit kepemilikan rumah atau apartemen (KPR/KPA) dan kredit konstruksi.
Pertumbuhan kredit KPR/KPA meningkat dari 2,1 % menjadi 2,4 % pada Oktober 2020, terutama didorong oleh peningkatan kredit KPR tipe 22 sampai 70 di Jawa Barat dan Banten. Sementara itu, kredit konstruksi meningkat dari 0,9 % menjadi 3,4 % terutama pada instalasi gedung di DKI Jakarta dan Kepulauan Riau.
Di sisi lain, kredit real estat melambat dari 5,9 % menjadi 4,4 %, khususnya pada real estate perumahan flat atau apartemen. Kredit kepada UMKM juga melemah dari kontraksi 1,5 % menjadi negatif 1,6 %. Penurunan ini terutama pada skala usaha mikro, dari minus 7,7 % menjadi 10,1 % serta kredit usaha kecil yang tumbuh 4,1 %, lebih rendah dibandingkan bulan sebelumnya 4,2 %.
Adapun pertumbuhan kredit skala usaha menengah sedikiti membaik, tercermin dari pertumbuh negatif yang tidak sedalam bulan sebelumnya, dari 2 % menjadi 0,7 %. Berdasarkan jenis penggunaannya, penurunan kredit UMKM terutama disebabkan oleh jenis penggunaan investasi.
Laporan BI turut mencatat suku bunga kredit dan simpanan pada Oktober 2020 menurun seiring tren pemangkasan suku bunga acuan. Rata-rata tertimbang suku bunga kredit 9,8 %, turun 5 basis poin dibandingkan 9,85 % pada bulan sebelumnya.
Demikian pula rata-rata tertimbang suku bunga simpanan berjangka yang menurun pada seluruh jenis tenornya. Suku bunga simpanan berjangka tenor satu bulan, tiga bulan, enam bulan, 12, serta 24 bulan menurun dari masing-masing 4,93, 5,13, 5,55, 6,03 dan 7,16 menjadi 4,68, 4,78, 5,38, 5,96, dan 7,03 %.
Ekonom Senior Center Of Reform on Economics Yusuf Rendy Manilet menuturkan bahwa penyaluran kredit yang semakin terkontraksi disebabkan pemberlakukan kembali pembatasan sosial berskala besar atau PSBB pada periode September hingga Oktober 2020 karena meningkatnya kasus di Jakarta.
“Ini yang menekan rasa pesimisme debitur korporasi dalam melakukan ekspansi usaha,” kata Yusuf kepada Katadata.co.id, Senin (30/11).
Dengan meningkatknya kasus Covid-19, dia menilai terdapat kekhawatiran bahwa proses pemulihan ekonomi akan berjalan lebih lambat dari yang diperkirakan. Sementara, kredit perorangan yang masih lesu disebabkan karena masyarakat menahan untuk tidak mengambil kredit dan menunda ke akhir tahun, karena akan digunakan untuk kegiatan libur akhir tahun.