Saban akhir pekan, sejumlah titik bahu di Jalan Graha Raya Bintaro penuh dengan kendaraan yang mengular. Mereka berdatangan dari pagi hingga sore, seperti Ahad kemarin. Para pemiliknya menyerbu kios-kios tetumbuhan yang bertebaran. Jalur sepanjang hampir lima kilometer di Tangerang Selatan itu memang salah satu surga para pemburu tanaman hias.
Ramainya pengunjung, yang juga terlihat di sejumlah pembibitan tanaman hias di Jakarta dan beberapa tempat lain, makin meningkat sejak pandemi corona melanda Tanah Air. Sebuah berkah bagi para pedagang tanaman, ketika banyak bisnis yang lain cenderung menurun, bahkan gulung tikar.
Saat ini, omzet banyak penjual tanaman hias melambung hingga mendulang untung berkali lipat dibandingkan sebelum pandemi. Begitu pula yang dirasakan Teguh, pemilik TnC Nursery di Bekasi, Jawa Barat. Bisnis ini bukan hanya menjadi penyelamat setelah dia terkena pemutusan hubungan kerja setahun lalu. Dari tanaman hias, Tegus bisa menjadikannya sumber pundi-pundi baru.
Berbekal uang pesangon dan sedikit tabungan yang dia miliki, terkumpullah modal Rp 10 juta untuk memulai bisnis ini. “Awalnya memang hobi tanaman. Ada sedikit modal saya coba, Alhamdulillah berjalan baik,” kata Tegus kepada Katadata.co.id, pekan lalu.
Kecintaannya terhadap tanaman hias menjadi modal awal baginya untuk memulai bisnis ini. Karena hobi, dia bersuka ria mengurusnya, lalu mengetahui seluk beluk tanaman tersebut sehingga bisa memberikan perawatan terbaik sesuai kebutuhan tiap-tiap jenisnya. Bisnisnya berkembang pesat. Dalam setahun, modalnya sudah kembali, bahkan Teguh membuka toko tanaman hias baru di lokasi lain.
Kesuksesan Teguh salah satunya terbantu oleh tren tanaman hias di masa pandemi ini. Omzetnya melonjak hingga 40 %. “Rata-rata penjualan Rp 600 ribu per hari di toko, dan Rp 400 ribu jual secara online,” ujarnya.
Aneka tanaman tersedia di tokonya, termasuk beberapa jenis yang sedang banyak diburu, yang sebelum pandemi jarang dilirik oleh penghobi tanaman hias. Teguh menyebutkan yang tengah laku keras jenis tanaman bercorak unik (variegata), seperti monstera (janda bolong) adansonii variegated. Sesuai hukum pasar, ketika peminatnya melonjak, harganya pun makin melambung hingga tembus puluhan juta rupiah per potnya.
“Tanaman jenis ini tidak ada patokan harga, karena setiap tanaman memiliki keunikan,” kata Teguh. Meski demikian dia tidak menjual tanaman dengan harga hingga jutaan rupiah. Bahkan tanaman monstera termahal yang pernah ia jual hanya Rp 450 ribu per pot.
Dia memberi tips bagi yang ingin menyelami bisnis ini, yakni wajib melakukan banyak riset untuk mengetahui berbagai jenis tanaman beserta nilainya. “Jangan mengira semua tanaman harganya bisa jutaan rupiah,” ujarnya.
Memulai Bisnis Tanaman Hias dari Modal Kecil
Untuk memulai bisnis tanaman sebenarnya tidak selalu membutuhkan modal besar. Bisa dengan merogoh dompet dari ratusan ribu rupiah. Ini dilakukan oleh Tasya Khalida dan Pasya Damadyakta, dua mahasiswa di universitas negeri.
Keduanya memulai bisnis jual-beli tanaman hias bermodal Rp 400 ribu, tanpa harus memiliki kebun atau nursery, dan penjualannya pun hanya memanfaatkan media sosial. Hanya dalam satu minggu, mereka berhasil balik modal dan meraih keuntungan hingga 50 %.
“Baru berjualan seminggu yang lalu, dan Alhamdulillah stok tanamannya sudah banyak yang sold out. Kami jual tanaman yang sedang banyak dicari orang, seperti caladium, bonsai, begonia, ada calathea,” ujar Tasya.
Model bisnis yang dilakoni oleh Tasya dan Pasya lebih bersifat jangka pendek, memanfaatkan tren yang tengah berkembang untuk meraih keuntungan dalam waktu singkat. Keuntungan yang didapat kemudian dialokasikan kembali untuk membeli tanaman baru lalu dijual lagi.
“Insya Allah kalau lancar akan dilanjutin terus (bisnisnya), yang penting usaha dulu. Untuk saat ini penjualan masih via medsos karena lebih efisien. Kalau ada modal lebih lagi ada keinginan untuk buka toko,” kata mahasiswi 20 tahun ini.
Potensi dan Risiko Bisnis Berbasis Hobi
Menurut perencana keuangan yang juga pendiri Finansia Consulting, Eko Endarto, bisnis yang berdasarkan hobi menawarkan keuntungan yang tidak terbatas. Sebab, kecenderungan orang dalam memenuhi hobinya sering kali tidak memiliki batasan dalam membelanjakan uangnya.
“Biasanya orang tidak berpikir batasan berapa dia mengeluarkan uang. Bisnis di tanaman hias, barang koleksi, atau bisnis apapun yang berdasarkan hobi potensi keuntungannya bisa tidak terbatas,” kata Eko kepada Katadata.co.id. Syaratnya, dia melanjutkan, bisa masuk ke pasar yang tepat dan mengetahuinya dengan baik. “Tapi risikonya juga besar kalau tidak bisa masuk ke pasarnya.”
Komunitas menjadi solusi ketika hobi yang tengah digemari trennya berubah di masa mendatang. Eko mencontohkan tren batu cincin beberapa tahun silam. Bagi penghobi dan penjual yang telah tergabung dalam komunitas, pada dasarnya permintaan batu akik sampai sekarang masih ada.
“Mereka yang tidak tergabung dengan komunitasnya, akhirnya tidak tahu kalau sudah mengambil barang dengan harga terlalu tinggi,” ujarnya. “Ketika tren turun, mereka tidak bisa menjualnya lagi karena tidak masuk ke komunitasnya.”
Yang pasti, bisnis berbasis hobi akan sangat menyenangkan dilakoni. Sehingga keuntungan bisa jadi tidak menjadi prioritas pertama. Eko menyarankan, siapa saja yang ingin menjalankan bisnis ini dalam jangka panjang harus menyenangi terlebih pada usahanya. Akan repot kalau hanya mencari keuntungan. Sebab, hobi menjadi salah satu prasyarat agar bisnisnya berumur panjang.
Sementara untuk para penghobi, Eko menyarankan agar tidak terlalu jor-joran dalam berburu kesenangannya. Perlu dihitung agar pemenuhan kebutuhan lainnya tidak sampai terganggu. Dia merekomendasikan alokasi untuk pemenuhan sekitar 10 % dari pendapatannya.
“Karena penghasilan terbatas. Maksimal 15%, itu sudah tinggi sekali. Tapi biasanya, orang-orang yang hobi bisa mendapatkan harga yang sepadan karena dia tahu nilai barang yang dia beli,” kata Eko.
Hal senada disampaikan perencana keuangan Safir Senduk. Usaha tanaman hias merupakan bisnis yang menarik dan tidak akan pernah mati. Kuncinya adalah menciptakan pasarnya. “Kalaupun tidak ada permintaan, permintaan bisa diciptakan dengan proses marketing,” ujarnya.
Menurut Safir ada dua jenis orang yang melakoni bisnis ini, yakni yang memang memiliki hobi tanaman hias dan mereka yang melihat potensi keuntungannya. Orang yang hobi, menurutnya, akan lebih tahan banting ketika bisnisnya belum sukses. “Dia akan bertahan karena itu memang passion-nya,” kata Safir.
Risiko bisnis ini adalah ketika trennya mulai meredup. Seperti yang terjadi pada jenis anthurium atau gelombang cinta dan aglaonema beberapa tahun lalu. Namun pelaku bisnis bisa mempelajari atau memprediksi apa yang akan menjadi tren berikutnya.