Sudah Mati pun Dipajaki?

Yustinus Prastowo
Oleh Yustinus Prastowo
5 Maret 2018, 11:14
No image
Ilustrator: Betaria Sarulina

Dunia perpajakan dipenuhi gonjang-ganjing, kadang juga pergunjingan. Kita lalu terguncang. Baru-baru ini santer terdengar kontroversi memajaki orang yang sudah meninggal. Pangkalnya adalah Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 19/PMK.03/2018 tentang perubahan kedua PMK Nomor 70/PMK.03/2017 tentang Petunjuk Teknis Akses Informasi untuk Kepentingan Perpajakan. Lantas benarkah aturan ini berlebihan dan mencerminkan bahwa pemerintah kalap dan kehabisan akal sehingga ingin memajaki isi rekening orang yang sudah meninggal?

Untuk memahami ini, mari mundur sedikit menilik UU Nomor 9/2017 (pengesahan Perppu Nomor 1/2017 tentang Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan), sebagai bagian prasyarat dan komitmen Indonesia dalam keikutsertaan inisiatif global tentang Automatic Exchange of Information (AEoI). Salah satu hal penting yang diatur UU ini adalah kewajiban Lembaga Jasa Keuangan (LJK) melaporkan informasi keuangan nasabah ke Dirjen Pajak, termasuk yang disimpan di LJK dalam negeri. Untuk orang pribadi saldonya paling sedikit Rp 1 miliar, dan pertukaran antarnegara ambang batasnya US$ 250 ribu.

Advertisement

Mengapa harus ada UU ini? Karena sekian lama sistem perpajakan kita tumpul dan mandul, disebabkan oleh keterbatasan akses terhadap data keuangan. Padahal, logika pemungutan pajak adalah profiling, yakni mengetahui “siapa melakukan apa” dan “siapa memiliki apa”. Buktinya? Simak saja data amnesti pajak. Hampir 80 persen harta deklarasi atau sekitar Rp 3.700 triliun berasal dari dalam negeri, dan 60 persen di antaranya adalah aset keuangan.

Dengan kata lain, pekerjaan rumah kita adalah membangun sistem perpajakan yang memiliki akses luas (transparan) sekaligus menghasilkan tambahan penerimaan yang signifikan (akuntabel). Dalam negara demokratis, di hadapan otoritas pajak tidak ada kerahasiaan (secrecy), karena ini hanya akan menciderai rasa keadilan publik. Namun konstitusi memberi jaminan perlindungan data pribadi (privacy) dari penyalahgunaan.

Lalu apa hubungannya dengan orang yang sudah meninggal? Nah, mari kita tilik UU Pajak Penghasilan (PPh). Di sana diatur tentang siapa subyek pajak, antara lain ‘warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak’. Kenapa warisan yang belum terbagi harus menjadi subjek pajak? Warisan ini pada dasarnya akan menjadi milik ahli waris, namun ketika belum dibagi maka ia belum menjadi milik ahli waris.

Lantas muncul problem: bagaimana ‘warisan’ ini melaksanakan kewajiban perpajakan? Persis di sini kuncinya: demi dapat menjalankan kewajiban maka ‘warisan yang belum terbagi’ menjadi subjek pajak. Kewajiban baru timbul ketika warisan tersebut mendatangkan penghasilan yang merupakan objek pajak.

Secara administratif, warisan ini akan menggunakan nomor pokok wajib pajak (NPWP) pewaris (yang meninggal) hingga warisan dibagi dan berpindah menjadi milik ahli waris masing-masing. Pelaksanaan kewajiban praktis tetap dijalankan ahli waris karena tak mungkin pewaris yang sudah di dunia lain diwajibkan membayar dan melapor pajak. Untuk lebih mudahnya, simak ilustrasi berikut.

 Tuan Gerandong (NPWP  09.123.456.7-891.000) meninggal dunia dan meninggalkan deposito di Bank Ghaib sebesar Rp 100 miliar. Deposito ini belum dicairkan dan merupakan warisan yang kelak akan dibagi untuk lima anak Tuan Gerandong. Saat ini warisan tersebut belum dibagi sehingga atas deposito ini masih diadministrasikan dalam NPWP Tuan Gerandong (almarhum) dan dijalankan salah satu ahli waris.

Halaman:
Yustinus Prastowo
Yustinus Prastowo
Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA)

Catatan Redaksi:
Katadata.co.id menerima tulisan opini dari akademisi, pekerja profesional, pengamat, ahli/pakar, tokoh masyarakat, dan pekerja pemerintah. Kriteria tulisan adalah maksimum 1.000 kata dan tidak sedang dikirim atau sudah tayang di media lain. Kirim tulisan ke [email protected] disertai dengan CV ringkas dan foto diri.

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...
Advertisement