Stunting Menjatuhkan Indeks Sumber Daya Manusia Indonesia
Bank Dunia baru saja merilis laporan Indeks Sumber Daya Manusia (Human Capital Index/HCI). Dalam laporan tersebut, HCI Indonesia sebesar 0,53 sehingga berada di peringkat ke-87 dari 157 negara.
Penyebab utamanya, adalah penduduk Indonesia mengalami stunting. Kondisi ini disebabkan oleh masalah kurang gizi kronis yang menyebabkan terhambatnya pertumbuhan.
Skala 0,53 sendiri menunjukkan bahwa Indonesia terancam kehilangan setengah potensi ekonomi masa depannya. “Pekerjaan rumah utama kami adalah (memperbaiki) stunting,” ujar Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Suahasil Nazara di Bali Internasional Convention Center, Bali, Kamis (11/10).
HCI mencerminkan produktivitas anak yang lahir hari ini sebagai pekerja masa depan, dengan memperhitungkan kesehatan dan pendidikannya. Ada tiga komponen sebagai dasar pengukuran HCI.
Pertama, kelangsungan hidup terutama dari usia nol hingga lima tahun. Sebab, usia di bawah lima tahun paling rentan terkena penyakit. Skor Indonesia untuk indikator ini sebesar 0,97 dari 1.
Kedua, pendidikan baik dari sisi durasi hingga kualitas belajarnya. Misal, pendidikan si A mencapai Sekolah Menengah Atas (SMA), namun memahami makna dari satu kalimat saja sulit. Maka, itu menunjukan kualitasnya buruk meskipun lama belajarnya mencapai 12 tahun. Menurut HCI, lama belajar di Indonesia rata-rata 12,3 tahun. Sementara skor harmonized learning outcome (HLOs) sebesar 403.
(Baca juga: Jokowi Minta Program Vokasi dan Pelatihan Jadi Prioritas Anggaran)
Terakhir, kesehatan. Bank Dunia mengukur kemampuan penduduk Indonesia usia 15 hingga 50 tahun bertahan hidup. Dalam hal ini, Indonesia mendapat skor 7,9. Nah, Bank Dunia juga mengukur tingkat stunting penduduk balita. Skor Indonesia sebesar 0,83 atau sama seperti India. Ini lah yang harus diperbaiki oleh pemerintah.
Kendati begitu, Suahasil menegaskan bahwa kondisi Indonesia tidaklah terlalu buruk jika dibandingkan dengan negara lain. Alasannya, Indonesia masuk kategori negara dengan penduduk berpendapatan menengah ke bawah.
"Skor 0,53 itu di atas lower middle income, tapi masih di bawah yang upper middle income. Posisi Indonesia itu cukup konsisten dengan tingkat pendapatan per kapitanya," ujarnya.
Hanya, ia mengakui bahwa skor HCI ini tetap harus diperbaiki. Suahasil memastikan instansinya bakal berkoordinasi dengan Kementerian dan Lembaga lain supaya peringkat Indonesia meningkat.
Untuk mengatasi stunting misalnya, pemerintah fokus pada pencegahan. Yang artinya, kesehatan perempuan Indonesia harus dijaga baik sebelum, saat, dan sesudah hamil dan melahirkan.
Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan bahwa pemerintah mengalokasikan 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk pendidikan. Lalu, 5% dari APBN untuk kesehatan.
Langkah ini ditempuh karena pemerintah memberi perhatian besar pada pendidikan, khususnya vokasi. Sebab, pemerintah tengah bersiap menghadapi revolusi industri 4.0.
(Baca juga: Kenaikan Harga BBM Premium Dibahas Usai Forum IMF-Bank Dunia)
Pemerintah juga mengambil beberapa kebijakan strategis seperti meningkatkan kurikulum pendidikan dan kompetensi pekerja melalui pelatihan vokasi dan program magang. "HCI yang diluncurkan Bank Dunia sangat penting dan kami menyatakan siap bekerja sama, karena Indonesia memiliki pengalaman berharga dalam investasi human capital," ujarnya.
Di lain kesempatan, Presiden Bank Dunia Jim Yong Kim menggarisbawahi HCI yang meliputi keseluruhan pengetahuan, keterampilan, dan kesehatan yang dimiliki individu selama hidup mereka menjadi faktor kunci di balik pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan tingkat pengurangan kemiskinan di banyak negara pada abad ke-20.
Menurutnya, ketiga komponen yang menjadi dasar perhitungan HCI harus dikaji dan disikapi. “Stunting dan kekurangan kualitas dalam bidang pendidikan adalah tanggung jawab bersama. Jangan sampai ada yang mengatakan tidak tahu perkembangan masalah ini. Bila itu yang terjadi, Anda sedang menyiapkan generasi yang tidak berkualitas untuk masa depan negara," katanya.