Survei: 75% Masyarakat Pilih Kesehatan Daripada Ekonomi Saat Pandemi

Pingit Aria
15 September 2020, 10:40
Warga memakan hidangan pedagang kaki lima Kawasan Stasiun Sudirman, Jakarta Pusat, Senin (14/9/2020). Selain itu, penerapan PSBB kali ini tak memperbolehkan aktivitas makan di tempat (dine in) kepada pengunjung restoran atau rumah makan. Aktivitas jual be
Adi Maulana Ibrahim|Katadata
Warga memakan hidangan pedagang kaki lima Kawasan Stasiun Sudirman, Jakarta Pusat, Senin (14/9/2020). Selain itu, penerapan PSBB kali ini tak memperbolehkan aktivitas makan di tempat (dine in) kepada pengunjung restoran atau rumah makan. Aktivitas jual beli makanan di restoran hanya boleh dilakukan untuk pembelian yang langsung dibawa pulang (take away).

Pengetatan kembali pembatasan sosial berskala besar (PSBB) oleh Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menuai pro dan kontra. Sebagian kalangan menganggap kebijakan ini akan melemahkan ekonomi yang mulai menggeliat. Sebagian lainnya menilai PSBB memang perlu sebagai rem agar angka penularan Covid-19 bisa dibendung.

Lalu, bagaimana opini masyarakat itu sendiri? Dalam “Survei COVID-19 Nasional” yang diselenggarakan oleh Lembaga Survei KedaiKOPI (Kelompok Diskusi dan Kajian Opini Publik Indonesia) terungkap, masyarakat sebenarnya lebih mementingkan masalah kesehatan.

Survei ini dilaksanakan secara tatap muka dengan mekanisme home visit pada 18 Agustus-6 September 2020, dengan mewawancarai 1200 responden yang tersebar di 34 Provinsi di Indonesia. Wawancara dilakukan sesuai dengan protokol kesehatan: menggunakan masker, menjaga jarak 1,5 meter, menggunakan sanitizer dan tanpa kontak fisik.

Hasilnya, sebanyak 75,5% responden yang disurvei menyatakan bahwa kesehatan lebih penting daripada ekonomi terutama pada situasi pandemi Covid-19 ini. Direktur Eksekutif Lembaga Survei KedaiKOPI, Kunto Adi Wibowo mengatakan, hal ini mempertegas hasil survei sebelumnya yang sudah dilakukan pada Juni 2020 lalu.

Hasil survei tersebut menyatakan sebanyak 63,4% responden juga memilih kesehatan daripada ekonomi. “Ada peningkatan persepsi terhadap pentingnya kesehatan sebanyak 11% dalam rentang waktu Juni hingga September ini,” katanya melalui siaran pers, Senin (14/9).

Pandemi COVID-19 ini memang memiliki dampak terhadap perekonomian masyarakat. Namun, 27,2% responden saja yang menyatakan bahwa penghasilan mereka lebih buruk dibandingkan sebelum pemberlakuan kebiasaan baru.

Selain itu, 47,1% responden menyatakan bahwa tidak ada yang berubah dari penghasilan mereka. Bahkan, sebanyak 25,2% menyatakan bahwa penghasilan mereka justru lebih baik setelah pemberlakuan kebiasaan baru.

Kunto menambahkan, “Kesadaran akan pentingnya kesehatan juga berbanding lurus dengan persepsi kepercayaan yang rendah bahwa masyarakat Indonesia kebal terhadap Covid-19.”

Di antara responden yang disurvei, hanya 31,8% yang menjawab bahwa mereka percaya masyarakat Indonesia kebal terhadap Covid-19. Jumlah tersebut menurun dibanding hasil survei Maret lalu, saat 42,1% responden percaya orang Indonesia kebal virus corona.

Berikut adalah Databoks penambahan kasus Covid-19 di Indonesia:

Vaksin Merah Putih

Saat ini, Pemerintah sedang mendorong pengembangan vaksin untuk Covid-19. Terkait hal tersebut, Kunto menyatakan “Usaha Pemerintah mengenai pembuatan vaksin untuk Covid-19 ini mendapatkan tanggapan yang positif dari responden.”

Sebanyak 65,2% menyatakan bahwa mereka percaya pemerintah akan menemukan vaksin Covid-19 ini. Kepercayaan yang tinggi tersebut juga berimbas kepada optimisme responden terhadap vaksin lokal yang dikembangkan pemerintah yaitu Vaksin Merah Putih. “Sebanyak 70,1% merasa optimis terhadap vaksin lokal tersebut.”

Selain itu, sebanyak 57,0% responden menyatakan ingin menggunakan vaksin tersebut jika sudah ditemukan. “Kepercayaan, optimisme, dan keinginan dari masyarakat yang tinggi terhadap vaksin merah putih seharusnya menjadi motivasi bagi pemerintah dalam mengembangkan vaksin ini tidak hanya secara cepat, namun juga tepat dan sesuai dengan kaidah etika yang sudah berlaku,” kata Kunto.

Vaksin merah putih yang dikembangkan melalui Lembaga Biologi Molekuler (LBM) Eijkman yang kini tahapannya sudah mencapai 50%. Menteri Riset dan Teknologi Bambang Brodjonegoro mengatakan upaya pengembangan vaksin tersebut menggunakan platform protein rekombinan.

Bambang memperkirakan vaksin merah putih baru dapat diproduksi massal pada akhir tahun depan. "Perkiraan triwulan IV 2021 kita bisa produksi dalam jumlah besar," kata Bambang usai menemui Presiden Joko Widodo di Istana Kepresidenan Bogor, Rabu (9/9) lalu.

Reporter: Dimas Jarot Bayu

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...