PKB: Tahapan Pilkada Akan Kacau Jika Pemilu 2024 Digelar April

Rezza Aji Pratama
27 September 2021, 13:03
Pemilu
ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto/foc.
Ketua Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Abhan (tengah) bersama Anggota Bawaslu Mochammad Afifuddin (kanan) dan Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Muhammad (kiri) mengikuti Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi II DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (6/9/2021). Rapat tersebut membahas persiapan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024. ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto/foc.

Wakil Ketua Komisi II DPR dari Fraksi PKB Luqman Hakim menilai usul Pemerintah untuk menggelar Pemilu 2024 pada bulan April berpotensi melahirkan politik transaksional dalam gelaran Pilkada.

Sebelumnya, Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD mengatakan Pemerintah saat ini terus membahas soal jadwal Pemilu 2024. Salah satu opsinya adalah menggelar hajatan demokrasi ini pada 24 April 2024.

Menanggapi hal tersebut, Luqman Hakim menyebut akan terjadi kekacauan dalam tahapan Pilkada jika Pemilu eksekutif dan legislatif digelar pada April 2024. Pasalnya, nyaris tidak ada waktu jeda antara pengesahan hasil Pemilu dengan pendaftaran calon kepala daerah ke KPUD. Hal ini disebabkan Pilkada sendiri sudah dikunci oleh Undang-Undang no.15 tahun 2015 tentang Pilkada yang menyebut pemilihan kepala daerah harus dilaksanakan pada November 2024.

Politisi PKB ini menyebut bisa saja hingga Agustus 2024 sengketa pemilu belum selesai dan hasil pemilu belum bisa disahkan. “Harus juga dipertimbangkan proses pencalonan Pilkada dari jalur independen yang membutuhkan waktu relatif lama, termasuk menyita waktu penyelenggara untuk menjalankan verifikasi faktual dukungan calon independen,” ujarnya kepada Katadata, Senin (27/9).

Luqman memberi gambaran, pada Pilkada 2024 akan diikuti 514 kota/kab dan 33 provinsi. Jika rata-rata terdapat empat orang mendaftar ke partai untuk mencalon diri sebagai cakada/cawakada, akan ada 2.188 orang yang harus diseleksi oleh masing-masing partai. Ia memperkirakan minimal butuh waktu 2,5 bulan untuk proses seleksi.

“Nah, kalau tidak ada waktu yang cukup, maka kemungkinan besar yang akan terjadi politik transaksional. Jika proses seleksi didominasi praktek transaksional, bisa dibayangkan seperti apa kualitas kepala daerah hasil pilkada serentak 2024 yang akan datang.,” ia menegaskan.

Menurutnya, jika dipaksakan coblosan Pemilu 2024 di dalam bulan April atau Mei, bisa dipastikan tidak ada waktu yang cukup bagi partai-partai dan masyarakat untuk melakukan seleksi bakal calon kepala daerah/wakil kepala daerah yang akan dipilih rakyat pada bulan November 2024.

Sebelumnya, Mahfud MD mengatakan ada beberapa pilihan tanggal yang saat ini mulai dipertajam. Salah satu pilihan pelaksanaan yang muncul adalah tanggal 24 April, selain tiga opsi tanggal lainnya yang nanti akan disampaikan ke Presiden.

“Terkait dengan opsi Pemilu bila dilaksanakan pada tanggal 24 April, maka warga negara atau kelompok warga negara yang ingin mendirikan partai Politik yang bisa ikut pemilu untuk tahun 2024, harus sudah mempunyai badan hukum selambat-lambatnya 21 Oktober tahun ini,” tambah Mahfud.

Menurut Undang-Undang No.2 tahun 2011 tentang Partai Politik, lanjut Mahfud, Partai politik boleh ikut Pemilu kalau sekurang-kurangnya 2,5 tahun sebelum pemungutan suara pada tahun yang bersangkutan.

“Pokoknya 21 Oktober itu harus sudah mempunyai badan hukum, bukan harus sudah mendaftar untuk mendapat badan hukum, tetapi SK badan hukumnya itu sudah keluar, kalau opsi Pemilu yang dipilih tanggal 24 April,” tambah Mahfud.

Terkait dengan beberapa kendala setiap tanggal yang akan ditentukan nanti, Mahfud akan menyampaikan semua problem atau kelebihan dan kekurangan kepada presiden sebagai bahan pertimbangan.

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...