Momentum Transisi Energi di Tengah Windfall Profit Batu Bara

Andri Prasetiyo-Trend Asia
Oleh Andri Prasetyo
2 November 2022, 16:14
Andri Prasetiyo-Trend Asia
Katadata

Pemerintah baru saja menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26/2022 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang Berlaku pada Kementerian ESDM. Beleid ini dirilis untuk menggantikan PP 81/2019. Salah satu poin pentingnya berupa kenaikan royalti batu bara dari maksimal 7% menjadi 13,5%. Kenaikan ini tidak hanya mengacu pada tingkat kalori tetapi juga Harga Batu Bara Acuan (HBA).

Aturan tersebut terbit di tengah momentum lonjakan harga batu bara yang mengakibatkan keuntungan perusahaan melesat secara signifikan (windfall profit) sepanjang tahun 2022. Diketahui harga batu bara saat ini terus berada pada level US$ 400an per ton dalam sebulan terakhir.

Upaya menaikkan royalti batu bara diharapkan dapat meningkatkan kontribusi komoditas batu bara terhadap PNBP. Sayangnya, aturan ini masih belum cukup progresif di tengah fenomena windfall profit saat ini.

Selain itu, PP 26/2022 juga memuat pembebasan royalti sebesar 0% bagi perusahaan tambang yang dianggap melakukan ”peningkatan nilai tambah”. Dasar royalti nol persen sebenarnya telah diatur dalam UU Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang kontroversial karena dinilai lebih memihak pada kepentingan industri ekstraktif.

Dengan keberadaan pasal perlakuan tertentu berupa pengenaan royalti sebesar 0% pada proyek hilirisasi, upaya transisi energi yang dilakukan pemerintah berpotensi terhambat setidaknya karena sejumlah alasan.

HARGA BATU BARA ACUAN BULAN JUNI NAIK
HARGA BATU BARA ACUAN BULAN JUNI NAIK (ANTARA FOTO/Makna Zaezar/foc.)
 

Pertama, royalti nol persen mendorong perusahaan tambang ramai-ramai melakukan proyek hilirisasi. Saat ini proyek gasifikasi batu bara ditargetkan untuk dijalankan secara masif oleh sejumlah perusahaan batu bara raksasa nasional seperti PT Bukit Asam Tbk, Bumi Group, PT Indika Energy Tbk, dan PT Adaro Energy Tbk.

Hal ini berisiko memperpanjang usia konsumsi dan bisnis batu bara yang seharusnya beralih ke penggunaan energi terbarukan. Pilihan ini sangat tidak strategis karena tambang batu bara dapat memperparah kondisi ekologi di sektor hulu dan menyebabkan deforestasi di berbagai wilayah, terutama Kalimantan dan Sumatera sebagai pulau dengan cadangan batu bara terbesar.

Studi dari JATAM pada 2017 memperkirakan hampir sepersepuluh lahan di Indonesia telah dialokasikan untuk tambang batu bara dan sekitar 80% di antaranya telah ditambang. Sejumlah perusahaan batu bara tersebut, baik jenis Perjanjian Kontrak Karya Pertambangan Batubara (PKP2B) maupun Izin Usaha Pertambangan (IUP), tumpang tindih dengan kawasan hutan konservasi.

Hasil penelitian Aksi Ekologi dan Emansipasi Rakyat (AEER) juga menemukan bahwa gasifikasi batu bara masih menghasilkan emisi dalam jumlah besar. Proyek gasifikasi PT Bukit Asam diperkirakan memproduksi 4,26 juta ton CO2 untuk menghasilkan 1,4 juta ton Dimethyl Ether (DME) dengan kebutuhan batu bara 6 juta ton per tahun. 

Emisi ini lima kali lebih besar dibanding proses pembuatan LPG. Artinya, jika DME digunakan sebagai bahan bakar pengganti untuk LPG, maka pada 2060, Indonesia diproyeksikan gagal mencapai target nol emisi yang sudah ditetapkan.

Kedua, negara berpotensi kehilangan porsi pendapatan yang cukup besar dari kebijakan pembebasan royalti 0% untuk proyek gasifikasi batu bara. Sebagai contoh, bila pungutan royalti dari proyek hilirisasi batu bara PT Bukit Asam dimaksimalkan, pendapatan negara diperkirakan dapat mencapai US$ 198 juta atau setara Rp 2,8 triliun.

Hitung-hitungan ini berasal dari hasil penjualan 6,97 juta ton batu bara pada kuartal pertama 2022 dengan HBA rata-rata US$ 210. Apalagi PT Bukit Asam mengupayakan memproduksi batu bara kalori tinggi, sehingga asumsi royalti dapat mencapai maksimal 13,5% dan HBA rata-rata US$210.

Halaman:
Andri Prasetiyo-Trend Asia
Andri Prasetyo
Peneliti dan Program Manager Trend Asia

Catatan Redaksi:
Katadata.co.id menerima tulisan opini dari akademisi, pekerja profesional, pengamat, ahli/pakar, tokoh masyarakat, dan pekerja pemerintah. Kriteria tulisan adalah maksimum 1.000 kata dan tidak sedang dikirim atau sudah tayang di media lain. Kirim tulisan ke [email protected] disertai dengan CV ringkas dan foto diri.

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...