Pasokan Listrik Surplus, Pemerintah Jajaki Ekspor Setrum ke Singapura
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menjajaki peluang kerja sama penjualan listrik dengan Singapura. Langkah ini untuk menggenjot penyerapan setrum domestik yang sedang mengalami kelebihan pasokan.
Menteri ESDM Arifin Tasrif mengatakan Negeri Singa saat ini masih membutuhkan impor listrik. Kesempatan itu dapat menjadi peluang bagi Indonesia. Kementerian lalu berupaya agar jaringan listrik domestik dapat dikirimkan ke negara itu melalui transmisi antarpulau.
Pasokan listrik di Jawa mulanya dapat tersambung ke Sumatera. Lalu, dari situ akan tersambung melalui Riau, baru kemudian ke Singapura. “Mereka perlu impor listrik. Nanti kami sambung dari Jawa,” ujarnya dalam rapat kerja bersama Komisi VII DPR, Selasa (19/1).
Indonesia juga dapat memanfaatkan ASEAN Power Grid (APG) atau interkoneksi kelistrikan antar negara Asia Tenggara. "Ini sedang dalam proses penjajakan," ujarnya.
Sebelumnya, Kementerian ESDM menyampaikan impor listrik dari Malaysia pada tahun lalu mencapai 100 hingga 120 megawatt (MW). Kehadirannya untuk memenuhi kebutuhan listrik masyarakat di Kalimantan Barat.
Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Rida Mulyana mengatakan pembelian setrum itu sebenarnya bentuk kerja sama antar kedua negara. Untuk tahap awal, Indonesia mendapat giliran pertama untuk menyerap listrik dari Negeri Jiran.
Listriknya berasal dari Sarawak Electricity Supply Corporation (SESCO). “Ini kerja sama ekspor-impor listrik,” katanya pada pekan lalu.
Secara keseluruhan, rasio impor listrik ini hanya 0,54% dibandingkan total konsumsi nasional. Impor ini targetnya hanya sementara, sambil menunggu penyelesaian pembangkit di Kalimantan Barat.
Setelah itu, Indonesia dapat menjual listrik ke Malaysia melalui jalur yang sama. “Ini sesuai kesepakatan, untuk mengukur tingkat kemandirian energi listrik,” ujar Rida.
RUPTL 2021-2030 Rampung Akhir Januari 2021
Rencana usaha penyediaan tenaga listrik atau RUPTL periode 2021-2030 akan rampung pada akhir bulan ini. Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM telah menerima drafnya dari PLN sejak Desember lalu.
Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Rida Mulyana mengatakan penyusunan acuan tersebut masih berlangsung. “Di RUPTL ini kami berkomitmen tetap pada Perjanjian Paris, salah satunya bauran energi baru terbarukan (EBT) 23% pada 2025,” katanya dalam konferensi pers virtual, Rabu (13/1).
Perjanjian Paris merupakan kesepakatan 195 negara pada 2015 untuk menahan laju kenaikan suhu bumi tak melebih 2 derajat Celcius. Upaya ini sebagai cara untuk menahan laju perubahan iklim dan pemanasan global.
Pemerintah masih terus melakukan diskusi dengan PLN terkait draf setebal 841 halaman itu. Menteri ESDM Arifin Tasrif disebut memberikan beberapa perbaikan. “Sudah menuju ke arah selesai,” ujar Rida.
Pandemi Covid-19 telah berpengaruh besar pada proyek listrik yang ada dalam RUPTL. Dampaknya, ada jadwal pengoperasian yang terpaksa tertunda.
Pemerintah juga mempertimbangkan mengurangi jumlah pembangkit yang akan dibangun pada 2030. Pengurangan kapasitasnya mencapai 15,5 gigawatt. “Dengan sendirinya jumlah tambahan pembangkit akan berkurang dalam 10 tahun ke depan,” katanya.
Rida memperkirakan rata-rata pertumbuhan listrik tahun ini hanya sekitar 4,9%. Angkanya turun dibandingkan proyeksi sebelumnya di 6,4%.
Penurunan angka tersebut berkaca pada kondisi 2020. Konsumsi listrik menurun. Begitu pula dengan investasi di sektor ini. Realisasinya sekitar US$ 7 miliar atau sekitar Rp 97 trilun. Angkanya 59% meleset dari target. Untuk tahun ini, investasi di sektor kelistrikan diperkirakan bakal mencapai US$ 9,9 miliar.