Jokowi: Kekerasan Militer di Myanmar Harus Dihentikan

Image title
Oleh Antara
24 April 2021, 19:55
jokowi, myanmar, asean, asia tenggara, ktt asean
ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay/Pool/aww.
Presiden Joko Widodo mendorong penghentian kekerasan militer di Myanmar.

Presiden RI Joko Widodo mengatakan kekerasan militer di Myanmar harus dihentikan. Demokrasi di negara itu harus segera dikembalikan.

Hal ini menjadi poin penting dalam pertemuan pemimpin negara-negara Asia Tenggara dalam ASEAN Leader Meating (ALM) tadi sore. "Perkembangan situasi di Myanmar sesuatu yang tidak dapat diterima dan tidak boleh terus berlangsung," kata Jokowi dalam konferensi pers di Gedung Sekretariat ASEAN, Jakarta, Sabtu (24/4).

Ada tiga hal yang diminta Indonesia kepada pemimpin militer Myanmar Jenderal Min Aung Hlaing memberikan dua komitmen. Pertama, penghentian kekerasan. “Semua pihak harus menahan diri sehingga ketegangan dapat diredakan,” ujarnya. 

Jokowi memandang perlunya pembentukan special envoy, berisi Ketua ASEAN saat ini Kepala Negara Brunei Darussalam Sultan Hassanal Bolkiah dan Sekretaris Jenderal ASEAN Dato Lim Jock Hoi. Utusan khusus ini bertugas mendorong dialog dengan semua pihak di Myanmar.

"Permintaan komitmen ketiga adalah pembukaan akses bantuan kemanusiaan dari ASEAN yang dikoordinasi Sekjen ASEAN bersama AHA Center (The ASEAN Coordinating Centre for Humanitarian Assistance on Disaster Management)," kata Presiden.

Pemerintah Indonesia, Jokowi mengatakan, berkomitmen mengawal terus ketiga permintaan komitmen tersebut agar krisis di Myanmar dapat diatasi. “Apa yang disampaikan Indonesia ternyata sejalan dengan para pemimpin ASEAN sehingga dapat dikatakan telah mencapai konsensus," ucapnya.

 

KTT ASEAN DI JAKARTA
KTT ASEAN di Jakarta.  (ANTARA FOTO/HO/ Setpres-Muchlis Jr/wpa/foc.)

Pertemuan ALM hari ini dihadiri sepuluh pemimpin dan perwakilan negara Asia Tenggara. Para pemimpin dan perwakilan negara ASEAN tersebut adalah Sultan Hassanal Bolkiah, Presiden Joko Widodo, Perdana Menteri Vietnam Phạm Minh Chính, Perdana Menteri Kamboja Hun Sen, Perdana Menteri Malaysia Muhyiddin Yassin, dan Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong.

Selanjutnya, Menteri Luar Negeri Filipina sebagai Utusan Khusus Filipina Teodoro L. Locsin Jr., Menteri Luar Negeri Thailand sebagai Utusan Khusus Thailand Don Pramudwinai, Menteri Luar Negeri Laos sebagai Utusan Khusus Laos Saleumxay Kommasith, dan Panglima Militer Myanmar Jenderal Min Aung Hlaing.

MYANMAR-POLITICS/TAIWAN
Aksi unjuk rasa rakyat Myanmar menentang kudeta militer.  (ANTARA FOTO/REUTERS/Ann Wang/aww/cf)

Sebagai informasi, Myanmar berada dalam krisis sejak militer merebut kekuasaan dari pemerintahan terpilih yang dipimpin Aung San Suu Kyi pada tanggal 1 Februari 2021.

Pihak militer menangkap penasihat negara Aung San Suu Kyi, Presiden Win Myint, para politikus dari partai pemenang pemilu, yaitu Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD), serta sejumlah aktivis prodemokrasi dan hak asasi manusia (HAM) di negara itu.

Unjuk rasa menentang kudeta terjadi setiap hari, terutama di ibu kota Naypyidaw. Menurut data Lembaga Bantuan untuk Tahanan Politik Myanmar (AAPP), korban tewas sudah mencapai lebih dari 600 orang. 

Reporter: Antara
Editor: Sorta Tobing
News Alert

Dapatkan informasi terkini dan terpercaya seputar ekonomi, bisnis, data, politik, dan lain-lain, langsung lewat email Anda.

Dengan mendaftar, Anda menyetujui Kebijakan Privasi kami. Anda bisa berhenti berlangganan (Unsubscribe) newsletter kapan saja, melalui halaman kontak kami.

Artikel Terkait