Wakil Presiden IBM Asia Pasifik: AI Bukan Pengganti Manusia
Raksasa teknologi Amerika Serikat, International Business Machines (IBM), berencana menunda mengisi 7.800 posisi pekerjaan yang dapat digantikan oleh kecerdasan buatan alias artificial intelligence (AI). Langkah ini merupakan rencana perusahaan dalam beberapa tahun ke depan.
Kantor berita Inggris, Reuters, pada Selasa (2/5/2023) menulis, IBM berencana menghentikan sementara atau memperlambat rekrutmen, termasuk bidang sumber daya manusia (SDM).
Perusahaan yang bermarkas di New York, AS, itu memperkirakan 30% dari pekerjaan yang tidak berhadapan langsung dengan konsumen dapat digantikan oleh AI dan otomatisasi dalam lima tahun.
Namun, Wakil Presiden Urusan Regulasi dan Pemerintahan IBM Asia Pasifik Stephen Braim mengatakan, AI merupakan teknologi yang bersifat melengkapi manusia. Penerapannya masih menghadapi tantangan.
“Teknologi ini akan berkembang pesat ketika AI dipercaya dan terdapat kerangka kerja yang tepat terkait penggunaannya,” kata Braim kepada Katadata.co.id dalam wawancara eksklusif pada 12 April 2023.
Berikut ini kutipan wawancaranya.
IBM telah mengembangkan AI sejak 1950-an. Namun, teknologi ini baru saja memperoleh momentum saat ini. Apa yang telah terjadi?
Penerapan dan manfaat AI telah dipahami secara universal di seluruh industri dan pemerintah. Pengenalan suara, ucapan ke teks, semuanya telah muncul. Jadi AI telah menjadi realitas.
Penggunaannya yang meluas benar-benar didorong oleh penyerapan di sektor industri dan pemerintah. Dampaknya, peningkatan produktivitas yang sangat besar.
AI akan mengganti manusia?
AI bukan pengganti manusia. Posisinya sangat komplementer. Ada banyak prinsip terkait penggunaan AI yang etis. Salah satunya, memastikan teknologi ini tidak menyisipkan bias dalam pembuatan kebijakan, transparan, memiliki kejelasan terkait penghimpunan data yang digunakan.
Perusahaan atau industri apa yang akan melihat perkembangan AI yang paling pesat terutama di Indonesia?
AI dapat dipakai di seluruh sektor. Pendidikan cocok. Untuk memberikan layanan pemerintah, seperti pengisian formulir-formulir juga bisa.
Sepertinya saya tidak bisa memilih satu industri di Indonesia yang akan menjadi penerima AI yang lebih baik atau pengguna AI yang lebih cepat dibandingkan industri lainnya.
Sebaliknya, perusahaan atau industri yang akan menghadapi tantangan paling besar dalam menerapkan AI?
Sektor yang akan kesulitan adalah sektor di mana AI mungkin tidak dipercaya. Atau, penerapannya dilakukan dengan cara yang membuat pengguna tidak begitu mengerti apakah itu transparan atau bias.
Teknologi ini akan berkembang pesat di sektor ketika AI dipercaya dan terdapat kerangka kerja yang tepat terkait penggunaannya.
Saya mendorong banyak perusahaan untuk memiliki dewan etika AI, petugas AI, dan berinvestasi besar ke dalam upaya untuk memastikan ada kepercayaan terkait AI.
Karena ketika tidak ada kepercayaan, Anda akan mendapati kesukaran dalam adopsinya. Ketika ada kepercayaan dan produknya menjawab dengan benar serta memberikan nilai, maka Anda akan melihat adopsi yang pesat.
Apa saja risiko AI yang mungkin kurang diperhatikan oleh perusahaan dan pemerintah?
Risikonya adalah AI yang dibangun berdasarkan himpunan data yang keliru. Atau, AI yang diprogram dengan cara yang bias atau memiliki masalah terkait privasi. Di sinilah risikonya akan muncul, baik di Indonesia maupun di negara lain.
Dua hari lalu Jepang mengeluarkan makalah diskusi terkait pengembangan AI. Singapura telah memiliki metodologi AI yang dipercaya. Kita akan melihat peran pemerintah terkait derajat yang cocok untuk regulasi AI guna mencegah orang jahat menggunakannya.
Bagaimana dengan IBM?
Di IBM, kami cenderung menggunakan istilah regulasi presisi karena kami adalah perusahaan bisnis-ke-bisnis. Bagi kami, AI berkaitan dengan produktivitas perusahaan yang bekerjasama dengan kami.
Namun, ada juga perusahaan bisnis-ke-konsumen. AI benar-benar bersentuhan dengan konsumen dan aspek kepercayaan konsumen sangat penting.
Kami memiliki sejumlah prinsip di IBM. Contohnya bekerja sama dengan pemerintah untuk mengembangkan pendekatan berbasis risiko dalam regulasi yang memberikan tanggung jawab ke pengguna (deployer), bukan pengembang (developer).
Terkait regulasi, apa upaya IBM dalam hal ini?
Kami mendorong regulasi yang terpadu dan selaras secara global. Akan sangat tidak masuk akal jika Indonesia memiliki satu macam regulasi AI, komputasi awan, dan arus data bebas. Kemudian negara tetangga memiliki regulasi lain yang benar-benar berbeda.
Ada banyak diskusi soal regulasi AI yang terpadu, baik terkait pengembangan maupun penggunaan, yang terjadi di Kelompok 20 (G20) di Indonesia tahun lalu.
Saat ini, akan kurang membantu bagi pemerintah manapun, bahkan pemerintah Indonesia, untuk hadir dengan regulasi yang kaku terkait bagaimana menggunakan, mengembangkan, mengakses, dan menulis kode untuk AI, serta teknologi yang mendasarinya. Ini akan menekan inovasi.
Pemerintah perlu bekerjasama dengan perusahaan seperti IBM dan yang lainnya untuk mengembangkan lingkungan yang dipercaya dan transparan terkait penggunaan dan pengembangan AI.
Jadi, pemerintah perlu menjaga keseimbangan yang tipis (delicate)?
Ada keseimbangan yang sangat tipis. Tapi ini adalah keseimbangan yang sangat penting.
IBM telah memiliki dewan etika AI cukup lama. Kami terlibat dalam tahap dini dari pengembangan AI. Salah satu keputusan kunci tentang AI yang kami buat berkaitan dengan penjualan kamera ke pasukan keamanan.
Apa fungsi dewan etika ini?
Jadi dewan etika kami membuat salah satu keputusan awal bahwa kami tidak akan menjual kamera dengan AI dan teknologi pengenalan wajah ke siapapun di manapun. Titik.
Ini yang saya maksud dengan menciptakan lingkungan yang dipercaya terkait AI, bagaimana menggunakannya, dan mungkin siapa yang akan menggunakannya.
Apa saja tantangan penerapan AI di Indonesia?
Indonesia telah melakukan pekerjaan yang baik dengan peta jalan teknologi informasinya (IT). Kementerian-kementerian di sini sangat fokus ke kekuatan (teknologi), termasuk AI, untuk mendorong transformasi digital.
Mereka telah memiliki strategi dan banyak yang telah menjalankannya. Ada strategi pusat data (data center) di sini yang luar biasa untuk pemerintah. Kami telah berbicara dengan sejumlah kementerian terkait hal ini.
Namun, transformasi pemerintah bukan tugas mudah. Sebagian dari transformasi pemerintah berkaitan dengan teknologi. Sebagian lainnya dengan perubahan kultural dan pendidikan di kementerian itu sendiri. Di sinilah banyak kesulitan terjadi.
Indonesia telah berada di jalur yang tepat. Kami sangat bersemangat dan kami telah berbicara dengan mereka untuk mendukung langkah selanjutnya dalam perjalanan transformasi pemerintah.
IBM tengah melakukan kerja sama publik-swasta (PPP) dengan pemerintah Indonesia?
Saya tidak akan menyebutnya kemitraan publik-swasta. Saya akan mengatakan bahwa IBM sedang berada dalam proses berbicara dengan beberapa kementerian terkait teknologi dan pengalaman yang kami tawarkan.
Kami memperoleh ketertarikan yang tinggi dari seluruh kementerian untuk bekerja sama dan memanfaatkan keterampilan kami.
Bagaimana membangun kepercayaan konsumen terhadap AI?
Ini akan membutuhkan proses. Sebagiannya adalah proses pendidikan. Tapi satu-satunya cara untuk memperoleh kepercayaan dan satu-satunya cara untuk mendorong adopsi teknologi adalah jika teknologinya memenuhi keinginan pengguna. Kemudian teknologi dan penggunanya tidak pernah mengalami pelanggaran kepercayaan itu.
Analogi yang saya suka berikan terkait kepercayaan dalam IT mirip seperti perjalanan dan keselamatan penerbangan. Jika terjadi pelanggaran (breach) besar, Anda sebagai perusahaan IT akan kehilangan kepercayaan, pelanggan, kredibilitas, dan adopsi.
Jika terjadi kecelakaan pesawat, kemungkinan Anda akan kehilangan bisnis Anda karena orang-orang tidak mau menggunakan pesawatnya lagi. Mereka mau menggunakan pesawat yang lain. Prinsip yang sama berlaku.
Jadi, jika Anda tidak memiliki model yang benar untuk membangun dan memelihara kepercayaan pengguna, Anda akan gagal. Anda akan gagal di pasar, Anda akan gagal dengan konsumen.