OJK Perbarui Aturan Penilaian Kualitas Aset di Bank Umum Syariah & UUS
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menerbitkan aturan tentang penilaian kualitas aset Bank Umum Syariah (BUS) dan Unit Usaha Syariah (UUS), yakni Peraturan OJK (POJK) Nomor 2/POJK.03/2022. Aturan tersebut ditetapkan pada 31 Januari 2022 oleh Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso.
Aturan baru tersebut merupakan ketentuan penyempurnaan dari beberapa ketentuan mengenai penilaian kualitas aset BUS dan UUS, serta mencabut beberapa ketentuan. Pertama, POJK Nomor 16/POJK.03/2014 tentang Penilaian Kualitas Aset Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah. Kedua, POJK Nomor 19/POJK.03/2018 tentang Perubahan Atas POJK Nomor 16/POJK.03/2014 Tentang Penilaian Kualitas Aset Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah. Ketiga, SEOJK Nomor 8/SEOJK.03/2015 tentang Penilaian Kualitas Aset Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah.
Dalam ringkasan aturan ini, disebutkan bahwa penerbitan POJK 02/2022 dilatarbelakangi oleh adanya kebutuhan terhadap empat hal, yakni harmonisasi pengaturan dengan bank umum konvensional untuk mengurangi potensi arbitrase pengaturan.
Kemudian, penyesuaian dengan ketentuan terkini, antara lain POJK mengenai kewajiban penyediaan modal minimum bank dan POJK mengenai kewajiban penyediaan modal minimum bank, serta POJK mengenai pelaporan bank umum melalui sistem pelaporan OJK.
Lalu, pengelolaan risiko kredit BUS dan UUS pada tingkat yang memadai, antara lain atas aset produktif yang diberikan oleh beberapa bank. Terakhir, peningkatan kompetisi pasar BUS dan UUS yang terkait dengan perlindungan asuransi terhadap agunan yang dapat diperhitungkan sebagai pengurang Penyisihan Penilaian Kualitas Aset (PPKA).
Aturan ini mengatur mengenai kewajiban bank untuk mengelola aset berdasarkan prinsip kehati-hatian dan prinsip syariah, serta wajib melakukan penilaian dan penetapan kualitas aset, baik aset produktif maupun non produktif.
"Bank wajib menetapkan kualitas yang sama terhadap seluruh aset produktif yang diberikan oleh satu bank yang digunakan untuk membiayai satu nasabah atau satu proyek yang sama," demikian tertulis dalam POJK 02/2022 Pasal 5 Ayat 2, dikutip Selasa (22/3).
Adapun, aset produktif yang dimaksud yakni penempatan pada Bank Indonesia, penempatan pada Bank Lain, tagihan Spot dan Forward, surat berharga syariah, tagihan akseptasi, pembiayaan, penyertaan modal, penyertaan modal sementara, transaksi rekening administratif dan bentuk penyediaan dana lain yang dapat dipersamakan dengan aset produktif.
Selain itu, bank juga wajib menentukan kualitas aset produktif yang sama pada lebih dari satu bank untuk satu nasabah atau satu proyek yang sama, dengan ketentuan sebagai berikut:
1. Aset Produktif yang diberikan setiap bank lebih dari Rp 10 miliar kepada satu nasabah atau satu proyek yang sama
2. Aset Produktif yang diberikan oleh bank lebih dari Rp 1 miliar sampai dengan Rp 10 miliar kepada satu nasabah yang merupakan 50 nasabah terbesar, sepanjang aset produktif yang diberikan Bank lain lebih dari Rp 10 miliar.
3. Aset Produktif yang diberikan berdasarkan perjanjian pembiayaan bersama kepada satu nasabah atau satu proyek yang sama.
"Kewajiban penyesuaian kualitas aset produktif yang diberikan oleh lebih dari satu bank paling sedikit setiap tiga bulan," lanjut aturan tersebut.
Sementara itu, penilaian kualitas pembiayaan Mudarabah dan pembiayaan Musyarakah yang dilakukan berdasarkan kemampuan membayar, mengacu pada ketepatan pembayaran pokok dan/atau perhitungan pencapaian rasio RBH terhadap PBH.
Selanjutnya, kualitas Surat Berharga Syariah yang diukur pada pada nilai wajar melalui laba rugi atau penghasilan komprehensif lain ditetapkan lancar, apabila memenuhi persyaratan antara lain, aktif diperdagangkan di bursa efek di Indonesia dan/atau bursa efek negara lain yang termasuk bursa utama dan telah diterima imbalan dalam jumlah dan waktu yang tepat, sesuai perjanjian.
Sedangkan, sukuk yang memenuhi kriteria POJK mengenai penerbitan efek bersifat utang dan/atau sukuk yang dilakukan tanpa melalui penawaran umum, namun penerbitannya tidak dilakukan dengan memenuhi POJK dimaksud, maka ditetapkan memiliki kualitas macet.
Di samping itu, bagian dari aset produktif yang dijamin dengan agunan tunai ditetapkan memiliki kualitas lancar. Agunan tunai tersebut di antaranya berupa giro, deposito, tabungan, dan setoran jaminan.
Kemudian, penetapan kualitas aset produktif berupa pembiayaan dan penyediaan dana lain dalam jumlah kecil dan di daerah tertentu, didasarkan hanya atas ketepatan pembayaran pokok dan/atau bagi hasil/ujrah/margin.
Di sisi lain, pengaturan untuk masing-masing jenis aset non produktif, yaitu Agunan Yang Diambil Alih (AYDA), Properti Terbengkalai, serta Rekening Antarkantor dan Rekening Tunda.
Kualitas AYDA dinyatakan lancar apabila dimiliki paling lama satu tahun, dinyatakan kurang lancar apabila dimiliki lebih dari 1-3 tahun.
Kemudian, dinyatakan diragukan apabila dimiliki lebih dari 3-5 tahun, dan macet apabila dimiliki lebih dari lima tahun.
Sementara untuk Properti Terbengkalai, jika bank tidak melakukan upaya penyelesaian, maka OJK dapat menurunkan kualitas Properti Terbengkalai satu tingkat dari ketentuan.