Efek Suku Bunga Tinggi, Sektor Properti Diramal Masih Lesu Awal 2024

Syahrizal Sidik
7 Desember 2023, 18:51
Efek Suku Bunga Tinggi, Sektor Properti Diramal Masih Lesu Awal 2024
ANTARA FOTO/Galih Pradipta/tom.
Pekerja membersihkan dinding salah satu gedung bertingkat di kawasan SCBD, Jakarta. Kinerja sektor properti pada awal 2024 diperkirakan masih akan melemah seiring masih tingginya suku bunga.

Kinerja sektor properti di awal tahun depan diprediksi masih akan melambat imbas tingginya suku bunga. Saat ini, suku bunga acuan bank sentral Amerika Serikat, The Federal Reserve berada di level 5,25% sampai 5,50% dan diproyeksikan masih akan bertahan hingga penghujung tahun ini. The Fed memberi sinyal ruang penurunan suku bunga baru akan terjadi pada paruh pertama tahun 2024 nanti.

Situasi yang sama juga terjadi pada suku bunga BI 7 Days Reverse Repo Rate (BI7DDR) yang berada di kisaran 6%. Tingginya suku bunga acuan menyebabkan suku bunga kredit terutama untuk sektor properti menjadi lebih mahal. 

Mengacu riset yang dipublikasikan Deloitte bertajuk “2024 commercial real estate outlook: Finding terra firma”, dari hasil survei terhadap para Chief Financial Officer (CFO) perusahaan properti, disebukan bahwa secara global, kekhawatiran responden terhadap kenaikan suku bunga dan kenaikan biaya modal menjadi perhatian utama, sehingga menempatkan mereka di urutan teratas dalam semua tren makroekonomi yang dapat berdampak paling besar terhadap kinerja keuangan dalam 12 hingga 18 bulan ke depan. 

“Meningkatnya tingkat suku bunga merupakan peningkatan terbesar dari tahun ke tahun dari seluruh respons, melonjak 10 peringkat dari survei tahun lalu ke peringkat ketiga pada tahun ini,” tulis laporan Deloitte, dikutip Kamis (7/12).  

Riset Deloitte yang menyebutkan risiko suku bunga tinggi jadi tantangan bagi para pelaku usaha sektor properti naik menjadi tiga urutan teratas.
Riset Deloitte yang menyebutkan risiko suku bunga tinggi jadi tantangan bagi para pelaku usaha sektor properti naik menjadi tiga urutan teratas. (Deloitte)


Dengan tidak adanya ekspektasi lonjakan pendapatan untuk tahun kedua berturut-turut, CFO di sektor real estate yang berpartisipasi dalam survei Deloitte berencana untuk terus mengurangi biaya. Jika pada tahun ini, 6% dari responden tersebut mengatakan mereka akan melakukan pemotongan. Saat ini, 40% responden mengatakan bakal mengurangi belanja lebih lanjut pada tahun 2024. 

Chief Executive Officer Lendlease Global Commercial Trust Management Pte Ltd, Kelvin Chou, di tengah era bunga tinggi itu, memang investor ritel maupun institusi mengadopsi strategi wait and see dalam berinvestasi pada sektor properti. Menyiasati hal itu, terdapat dua strategi kunci yang bisa dilakukan. Pertama adalah manajemen arus kas dan kedua dengan menjaga neraca keuangan.

 “Fokus pada kedua hal ini, segala sesuatu yang dapat mendorong pertumbuhan alami, baik itu melalui cara organik atau menambah nilai pada portofolio, seharusnya menjadi penekanan,” kata Kelvin, saat ditemui Katadata.co.id di Singapura pada awal November lalu.

Meskipun menghadapi berbagai tantangan dan perubahan ekspektasi itulah, pada tahun 2024, industri real estate global memiliki peluang untuk mulai membangun kembali sektor properti dengan landasan yang lebih kokoh. Berbagai faktor itu mulai dari pemulihan ekonomi pasca pandemi, hingga ketidakpastian pasar keuangan.

 “Tahun depan diperkirakan akan menjadi tahun yang sangat penting dalam kemampuan perusahaan real estate untuk pulih dan berkembang,” tulis Deloitte.

Bila merujuk pada kinerja saham-saham properti di Bursa Efek Indonesia (BEI) masih tertekan. Indeks yang menaungi saham properti dan real estate yakni IDX Property sejak awal tahun ini masih melemah 1,12%. Beberapa emitennya juga menunjukkan pelemahan sejak awal tahun seperti berikut ini: 

  • PT Pakuwon Jati Tbk (PWON) -9,21%
  • PT Summarecon Agung Tbk (SMRA) -10,74%
  • PT Agung Podomoro Land Tbk (APLN) 18,33%
  • PT Lippo Cikarang Tbk (LPCK) anjlok -25,50%,
  • PT Metropolitan Kenjatana Tbk (MKPI) -32,44%
  • PT Pollux Property Indonesia Tbk (POLL) -33,04%

Analis NH Korindo Sekuritas Indonesia Axell Ebenhaezer, dalam risetnya, dikutip Kamis (7/12) juga menilai, kondisi tingginya bunga masih akan mempengaruhi kinerja sektor properti di awal tahun depan.

Sebab, suku bunga yang tinggi menyebabkan masyarakat menjadi lebih berhati-hati untuk mengajukan kredit sektor properti. Katalis lainnya, pada tahun depan, Indonesia juga akan menghadapi tahun politik yang membuat perbankan lebih cenderung berhati-hati atau lebih memperketat dalam menyalurkan kreditnya.

Reporter: Syahrizal Sidik

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...