Kemenperin Soal Impor KRL: Prioritaskan Produk Dalam Negeri
Kementerian Perindustrian atau Kemenperin mengungkapkan alasan terkait alasan belum memberikan izin impor Kereta Rel Listrik atau KRL kepada PT Kereta Commuter Indonesia atau KCI. Padahal, KCI membutuhkan KRL bekas itu yang diimpor dari Jepang untuk menggantikan 10 rangkaian KRL yang harus dipensiunkan tahun ini.
Juru Bicara Kemenperin Febri Hendri Antoni Arif mengatakan bahwa pihaknya tidak anti terhadap impor, namun harus memprioritaskan penggunaan produk dalam negeri. Pasalnya Indonesia saat ini sudah memiliki Inka yang menjadi produsen kereta.
“Kami tekankan, bahwa kita tidak anti impor. Tapi prioritas kita adalah, gunakan produk dalam negeri. Jadi kalau memang ada kebutuhan, prioritaskan dari dalam negeri. Ada kok industri kita yang bisa produksi,” ujarnya kepada awak media, saat ditemui di Kantor Kemenperin, Jakarta, Selasa (28/2).
Dia mengatakan, penggunaan produk dalam negeri perlu diprioritaskan karena akan meningkatkan ekonomi nasional dan berdampak terhadap industri dalam negeri. Hal itu juga akan berdampak pada lapangan pekerjaan dan pendapatan negara.
Menurut Febri, rencana pihak KCI untuk mengimpor KRL bekas dari Jepang terlalu mendadak. Padahal mereka bisa memprediksi kebutuhan untuk penggantian KRL sejak tahun sebelumnya. Oleh sebab itu, Kemenperin menilai bahwa KCI terkesan tidak mempersiapkan rencana impornya dengan benar.
“Kenapa tidak mengajukan dari tahun sebelumnya? Kan bisa prediksi, tahun 2023 nanti kebutuhan gerbongnya seperti apa, kan memproduksi gerbong itu butuh waktu. Kita juga butuh waktu untuk membuktikan. Maka dari itu, harusnya disampaikan dari jauh-jauh hari,” ujarnya.
29 Rangkaian KRL Dipensiunkan
VP Corporate Secretary KAI Commuter, Anne Purba, mengatakan sebanyak 10 rangkaian kereta akan dikonservasi atau dipensiunkan tahun ini. Sementara 19 rangkaian kereta lainnya akan dikonservasi pada 2024.
"Tahun 2023 sampai 2024 ada 29 train set yang memang dijadwalkan untuk dikonservasi," ujarnya saat ditemui di Stasiun Juanda, Jakarta, Selasa (28/2).
Dia mengatakan, ada dua upaya yang menjadi pilihan perusahaan untuk mengantisipasi hal tersebut yaitu mengimpor KRL bekas dari Jepang atau mengupgrade teknologinya.
Anne mengatakan, KAI Commuter sudah membuka diskusi dengan produsen kereta baik dari INKA, Jepang, dan Spanyol mengenai opsi upgrade teknologi. Namun demikian, ternyata hal itu membutuhkan kajian selama satu hingga dua tahun.
Di sisi lain, kondisi penumpang KRL saat ini sudah mencapai 830 ribu per hari. Angka tersebut mendekati jumlah penumpang sebelum pandemi sebesar 1,2 juta orang.
"Tahun ini diperkirakan jumlah penumpang KRl akan mencapai lebih dari satu juta per hari," kata Anne.
Oleh sebab itu, KAI Commuter memilih untuk mengajukan opsi impor KRL bekas dari Jepang. Namun demikian, hingga saat ini pihaknya belum mendapatkan restu dari pemerintah untuk melakukan impor tersebut.
Anne mengatakan, pengurangan operasional KRL tersebut akan berdampak pada kepadatan penumpang terutama pada jam sibuk. KAI Commuter rencananya akan melakukan rekayasa KRL untuk mengantisipasi kepadatan penumpang tersebut. "Walaupun memang kita prediksi jam-jam sibuk, uraian dari kepadatan di stasiun itu waktunya akan lebih panjang," ujarnya.
Anne mengatakan, KAI Commuter saat ini mengoperasikan 93 KRL untuk melayani 1,2 juta penumpang ada masa sebelum pandemi. Sementara saat ini, KAI Commuter mengoperasikan 96 KRL untuk melayani penumpang dengan 1.100 perjalanan.
Tren pengguna Kereta Rel Listrik (KRL) Commuter Line terus meningkat tiap bulannya sepanjang 2022, seperti tertera dalam grafik.