Ratusan Ribu Buruh Tekstil Masih Dirumahkan, Permintaan Belum Pulih
Ratusan ribu buruh tekstil dan produk tekstil atau TPT masih dirumahkan. Hal itu karena permintaan ekspor terutama ke Amerika Serikat dan Eropa belum pulih.
Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia atau API, Jemmy Kartiwa Sastraatmadja, mengatakan market industri TPT belum pulih baik global maupun lokal.
"Permintaan ekspor menurun signifikan karena inflasi di Amerika Serikat dan Eropa," ujarnya kepada Katadata.co.id, Senin (3/4)
Dia mengatakan, beberapa perusahaan TPT juga masih banyak yang merumahkan karyawannya sampai dengan saat ini. Adapun karyawan TPT yang masih dirumahkan berjumlah sekitar ratusan ribu. Namun, dirinya belum memperbaharui data industri yang melakukan pemutusahn hubungan kerja atau PHK
"Kami belum melakukan survey. Survey terakhir 2022 ada puluhan ribu yang kena PHK," ujarnya.
Oleh sebab itu, dia berharap adanya ketegasan dari pemerintah untuk terus menindaklanjuti mengenai larangan impor baju bekas yang sangat berdampak kepada industri TPT jika aktivitas tersebut terus dilanjutkan.
"Diharapkan dengan adanya larangan impor baju bekas itu, dapat menaikan pertumbuhan industri tekstil di sektor IKM nya, yang akhirnya berimbas pada sektor hulunya, ya kita berharap efek dominonya itu sampai ke hulu," kata dia.
Terapkan Aturan Potong Upah Maksimal 25%
Jemmy mengatakan, industri TPT sudah menerapkan Permenaker 5/2023 soal Pemotongan Upah 25%. Selain industri TPT, industri yang menerapkan aturan tersebut adalah industri alas kaki dan furniture.
Dia mengatakan, kedua industri padat karya menerapkan kebijakan tersebut untuk mencegah adanya PHK.
"Kebijakan itu dibuat untuk pengaman. Bilamana teman-teman di industri tekstil ada penurunan order mereka tidak mem PHK karyawannya, tapi ada pengurangan jam kerja, supaya ada keadilan semua," ujarnya.
Sebelumnya, Menteri Ketenagakerjaan atau Menaker sebelumnya telah mengeluarkan aturan yang mengizinkan pengusaha industri padat karya berorientasi ekspor memotong gaji karyawan maksimal hingga 25%. Hal itu tercantum dalam Peraturan Menaker no. 5 tahun 2023 tentang Penyesuaian Waktu Kerja dan Pengupahan Pada Perusahaan Industri Padat Karya Tertentu Berorientasi Ekspor yang Terdampak Perubahan Ekonomi Global.
Dalam aturan tersebut disebutkan jika penurunan permintaan menyebabkan kegiatan usaha menjadi berkurang signifikan. Oleh sebab itu, peraturan tersebut mengizinkan untuk industri padat karya yang masuk dalam kriteria untuk melakukan pengurangan jam kerja pada karyawannya.
"Penyesuaian waktu kerja dan upah sebagaimana dimaksud pada dilakukan untuk mencegah terjadinya pemutusan hubungan kerja," tulis aturan tersebut.
Namun demikian, pengurangan jam kerja tersebut berdampak pada upah yang diterima karyawan. Pada Pasal 8 Peraturan tersebut disebutkan jika perusahaan industri padat karya tertentu berorientasi ekspor yang terdampak perubahan ekonomi global dapat melakukan penyesuaian besaran upah pekerja atau buruh.
"Dengan ketentuan Upah yang dibayarkan kepada Pekerja/Buruh paling sedikit 75% dari Upah yang biasa diterima," tulis aturan tersebut.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat niai ekspor Indonesia pada Februari 2023 sekitar USD 21,4 miliar, turun 4,15% dibanding bulan sebelumnya (month-on-month/mom). Penurunan nilai ekspor nasional juga sudah terjadi enam bulan berturut-turut sejak September 2022, seperti terlihat pada grafik.