Seperti BEI, Bursa Kripto Akan Terapkan Auto Reject Bawah dan Atas
Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi atau Bappebti tengah menyempurnakan aturan yang akan diterapkan pada Bursa Kripto yang baru diluncurkan pekan lalu. Salah satunya penundaan transaksi saat nilainya berada di batas ambang bawah maupun atas.
Kepala Bappebti, Didid Noordiatmoko, mengatakan Bursa Kripto akan dilengkai sejumlah fitur jika asetnya sudah terbentuk. Hal itu termasuk fitur yang berkaitan dengan keamanan.
Sebagai informasi, Bursa Efek Indonesia menerapkan auto reject atas atau ARA yang merupakan persentase batas kenaikan harga tertinggi dari sebuah saham. Jika sudah mencapai titik ini maka pergerakan harga saham tersebut tidak akan bisa bergerak ke atas lagi. Sebaliknya, hal yang sama juga berlaku untuk auto reject bawah atau ARB.
"Tapi di kripto istilahnya akan berbeda, jadi kalau ada transaksi yang melebihi batas akan disuspend," ujarnya.
Di sisi lain, Bappebti memberikan tenggat waktu hingga 17 Agustus bagi para pedagang aset kripto untuk mendaftarkan ulang agar bisa masuk dalam ekosistem bursa kripto. Saat ini baru 24 dari 30 pedagang aset kripto di Indonesia yang terdaftar.
"Kami berharap 17 Agustus nanti 30 calon pedagang aset kripto sudah daftar ulang ke Bappebti sehingga akan resmi tercatat sebagai pedagang aset kripto di bursa kripto," ujarnya.
Dinilai Terlambat
Didid mengakui bahwa dirinya mendapatkan kritik karena pendirian bursa Kripto dinilai terlambat. Terlebih saat ini transaksi kripto sudah turun signifikan dibandingkan sebelumnya.
"Saya sepakat seharusnya dari dulu. Tapi dulu kami belum siap. Nah, sekarang kami sudah siap," ujarnya kepada wartawan di Jakarta, Kamis (8/3).
Dia mengatakan, turunnya transaksi kripto ini justru merupakan momentum yang tepat untuk menyiapkan fasilitas pendukung. Dengan demikian, instrumen dan regulasi perdagangan kripto sudah siap saat transaksinya naik.
"Ibaratnya mumpung sungai lagi surut, kita perbaiki kapalnya. Jadi saat sedang pasang, kita tinggal berlayar lagi," tuturnya.
Lebih lanjut Didid optimistis jika transaksi kripto akan naik lagi. Hal itu juga berdasarkan perhitungan Asosiasi Pedagang Aset Kripto Indonesia atau Aspakrindo.
"Prediksi Aspakrindo, 2023 ini sudah di dasar, jadi ke depan itu akan naik walaupun sedikit-sedikit," ujarnya.
Selain itu, Aspakrindo juga menyatakan bahwa transaksi kripto di Indonesia baru 10 persen dari potensinya. "Jadi ibarat buah, transaksi baru di kulit daging, buahnya belum dimakan," ujar Didid.
Jumlah transaksi kripto terus mengalami penurunan sejak tahun 2022. Nilai transaksi kripto tahun 2021 merupakan yang tertinggi hingga menembus angka Rp 859,4 triliun, namun terjun ke Rp 306,4 triliun pada tahun 2022.
Lalu jumlahnya pun terus merosot, di mana per Juni 2023 baru ada Rp 66,44 triliun. Jumlah itu anjlok 68,65% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
Adapun jenis aset kripto yang banyak ditransaksikan yaitu Tether (USDT), Bitcoin (BTC), Ethereum (ETH), Ripple (XRP) dan Binance Coin (BNB). Sementara jumlah investor kripto masih mengalami kenaikan yakni sebanyak 147.713 pada bulan Juni. Sehingga investor kripto di Indonesia pada akhir Juni 2023 mencapai sebanyak 17,5 juta.