Kejagung Tetapkan 10 Tersangka Korupsi Nikel, Termasuk Eks Dirjen ESDM
Kejaksaan Agung RI menetapkan dua tersangka baru Kejaksaan Agung RI sudah menetapkan 10 orang sebagai tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi pertambangan ore nikel di wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT Antam di Blok Mandiodo +, Kabupaten Konawe Utara, Sulawesi Tenggara pada Rabu (9/8). Dengan demikian total terdapat 10 tersangka dalam kasus korupsi yang merugikan keuangan negara senilai Rp5,7 triliun tersebut.
Dua tersangka baru tersebut yakni Ridwan Djamaluddin selaku mantan Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), serta HJ selaku sub koordinator rencana kerja dan anggaran biaya (RKAB) Kementerian ESDM.
“Terkait perkara di Kejaksaan Tinggi Sultra, sampai saat ini sudah menetapkan tersangka 10 orang, yang hari ini kami tetapkan dua tersangka. Jadi kedua tersangka dari Kementerian ESDM,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Ketut Sumedana, dikutip dari Antara, Kamis (10/8).
Ketut mengatakan, peran kedua tersangka adalah memberikan satu kebijakan terkait dengan Blok Mandiodo yang menyebabkan kerugian negara hingga Rp 5,7 triliun.
Kedua tersangka selanjutnya ditahan di Rumah Tahanan Salemba Cabang Kejaksaan Agung selama 20 hari terhitung dari 9 sampai dengan 28 Agustus. Setelah perkara dinyatakan lengkap, kedua tersangka akan ditahan di Kejati Sultra.
Sebelumnya Senin (24/7), Kejaksaan Agung juga menetapkan dua orang tersangka, yakni SM selaku Kepala Geologi Kementerian ESDM yang merupakan mantan Direktur Pembinaan Pengusahaan Mineral Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM, serta EVT selaku evaluator rencana kerja dan anggaran biaya Kementerian ESDM.
Kemudian pada 19 Juli 2023, Kejagung juga menetapkan seorang tersangka lainnya, yakni WAS selaku owner PT Kara Nusantara Investama. Sebelumnya, penyidik Kejati Sulawesi Tenggara telah menetapkan empat orang tersangka, yaitu HW, YAS, AA dan OS.
Dalam perkara ini, modus yang dilakukan tersangka adalah melakukan penambangan di wilayah izin usaha pertambangan (WIUP) salah satu perusahaan tambang bernama PT A di daerah Konawe Utara, yang hasilnya dijual ke sejumlah smelter dengan menggunakan dokumen terbang atau palsu.