Kolaborasi dapat Menyelesaikan Banyak Masalah Pangan

Ameidyo Daud Nasution
18 November 2020, 08:15
Ketua Komite Tetap Hortikultura Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Karen Tambayong
Katadata
Ketua Komite Tetap Hortikultura Kadin Karen Tambayong

Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia menyelenggarakan perhelatan Jakarta Food Security Summit (JFSS) 2020 pada Rabu (18/11) hingga Kamis (19/11). Temanya mengenai pemulihan ekonomi nasional untuk mendukung ketahanan pangan dan meningkatkan kesejahteraan petani, peternak, dan nelayan.

Untuk mewujudkan hal tersebut, Kadin akan menginisiasi model bisnis bernama inclusive close loop yang menyasar ketahanan pangan sekaligus peningkatan kesejahteraan petani.  Skema ini melibatkan pemerintah, korporasi, koperasi petani, dan lembaga keuangan untuk bersinergi dalam proses bisnis komoditas pangan dari hulu dan hilir.

Advertisement

Salah satu yang menjadi fokus model inclusive close loop adalah subsektor hortikultura.  Ketua Komite Tetap Hortikultura Kadin Karen Tambayong mengatakan sinergi besat ini akan mampu mencocokkan pola tanam petani dengan kebutuhan pasar.

"Setiap stakeholder itu memberikan pendampingan dan resep bagaimana memberikan yang terbaik untuk petani karena dia punya kepentingan sehingga hasilnya maksimal," kata Karen dalam sebuah sesi wawancara dengan Katadata.co.id, Senin (16/11).

Karen juga mengatakan saat ini Kadin telah menguji inclusive close loop pada tanaman cabai merah di Kabupaten Bandung Barat, Provinsi Jawa Barat. Dia mengatakan dari hasil percobaan, skema keroyokan tersebut sukses meningkatkan produktifitas petaniBerikut petikan wawancara Karen dengan Ameidyo Daud dan Nia Kayadoe dari Katadata.co.id:

Apa yang akan disampaikan sektor hortikultura pada JFSS tahun 2020 ?

Nomor satu, untuk peningkatan kesejahteraan petani karena tanpa petani kita tidak bisa berproduksi. Itu nomor satu, semuanya untuk peningkatan kesejahteraan petani. Kami juga melakukan implementasi skema bisnis inclusive close loop.

Apa itu inclusive close loop ?

Ini konsep hulu ke hilir yang terus berkembang (dalam membantu petani). Konsepnya memang sekarang lembaga keuangan, pemerintah, petani, koperasi petani, kemudian perusahaan. Pemerintah melakukan tugasnya yaitu ketersediaan tanah, sertifikasinya, infrastruktur jalan, dan irigasi.

Perusahaan lebih kepada offtaker dan pendampingan sesuai dengan produknya. Kemudian kalau ada juga perusahaan teknologi digital, dia akan melakukan pendampingan bagaimana mendigitalisasikan sistem tersebut. Akan ditambah dengan akademisi untuk memberikan inovasi, pendampingan, dan konsultasi. Kalau inclusive close loop yang dilakukan Kadin itu empat, pemerintah, koperasi petani, perusahaan, dan lembaga keuangan.

Apa bedanya dengan model yang telah ada di masa lalu ?

Tidak terlibatnya lembaga keuangan dan pemerintah saat dulu. Selama ini kan swasta sendiri, pemerintah sendiri, kelembagaan pendidikan juga berdiri sendiri. Semuanya berhubungan dengan petani, tapi tidak bersinergi. Dengan adanya close loop, kita sinergikan semuanya. Dulu juga belum ada digitalisasi, tapi sekarang semua terlibat, dari pemerintah pusat, daerah, koperasi petani, perusahaan pupuk, bibit, offtaker, digital, dan lembaga keuangan. Di kami semua lengkap dan pendanaan menggunakan KUR.

Apa teknis yang membuat beda sehingga produktivitas petani bertambah ?

Sebelumnya, petani hanya menanam saja tanpa tahu apakah tanah kekurangan nutrisi atau tidak. Tetapi di kami beda karena pihak yang masuk misalnya Pupuk Kujang akan melakukan tes tanah dulu. Jadi tahu tinggi rendahnya pH (kadar keasaman) dan nutrisi pupuknya. Lalu benih yang ditanam bukan semau petani tapi berkonsultasi dengan offtaker, jadi tahu perlu tingkat kepedasan berapa.

Perusahaan benih akan ikut menyesuaikan dan kemudian akan ditanam oleh petani. Proses penanaman dari awal tercatat dalam satu sistem digital sehingga petani bisa terhubungan dengan petani lain. Artinya setiap stakeholder itu memberikan pendampingan dan resep bagaimana memberikan yang terbaik untuk petani karena dia punya kepentingan sehingga hasilnya maksimal. Semua sangat customize.

Seperti apa contoh model ini ?

Jadi rencana (tanam) itu biasanya datangnya dari pemerintah daerah atau kelompok tani yang membutuhkan. Hubungannya hanya pemerintah dan petani, tapi kan offtake-nya kan perusahaan. Akibatnya apa yang dilakukan di hulu tidak match dengan hilir karena harus menanam sesuai kebutuhan pasar. Contoh, cabai yang dibutuhkan oleh industri, bukan yang ditanam oleh petani karena kualitasnya berbeda-beda. Petani kerap menanam tanpa ada koordinasi, karena dia tidak mendapatkan informasi itu dan setiap Lembaga kerja sendiri-sendiri. Dengan kerja sama yang lebih baik, saya kira ini adalah kata kunci.

(Karen sebelum wawancara sempat menyampaikan adanya proyek inclusive closed loop yang akan dilakukan Kadin pada komoditas cabai merah di Kabupaten Garut, Jawa Barat. Namun sebelumnya mereka telah menggelar pilot project skema serupa di Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat. Sebelum uji coba, lahan seluas 2 hektare tersebut hanya mampu menghasilkan cabai 16 ton dari 12 kali pemetikan. Sedangkan usai pengujian, volume cabai yang dihasilkan sebanyak 25 ton dan jumlah pemetikan juga meningkat jadi 20 kali.)

Apa faktor yang bisa mempengaruhi peningkatan produksi dari skema tersebut ?

Ada pendampingan dan interaksi dari swasta, analisa (profil) tanah diaplikasikan, kualitas benih juga tidak asal-asalan. Yang  mengerjakan adalah anak muda. 

Mengapa mereka mau ikut turun ?

Kalau mereka lihat ada nilai ekonomi, ya pasti masuk. Mereka tidak mau melihat seperti ayahnya karena itu tadi, tidak lihat (hubungan) pasar dan produksi. Apalagi selama ini mereka hanya mendapat informasi dari tengkulak.  Dengan adanya digitalisasi, semua tidak lagi seperti itu. Petani tidak boleh lagi miskin dan harus punya akses informasi pasar, lahan, dan budidaya. Budidaya juga sudah tidak seperti dulu, bisa menggunakan greenhouse dan tidak lagi konvensional. Memang mahal tapi dengan korporasi petani maka bisa (akses) pendanaan dan ada asuransinya,

Setelah cabai, komoditas hortikultura apa lagi yang akan dikembangkan dengan konsep inclusive closed loop ?

Bawang merah, karena termasuk hortikultura strategis yang masuk dalam program pemerintah. Kami menyesuaikan dengan program pemerintah dulu supaya sama-sama memeprbaiki harga agar tidak terjadi inflasi. Berikutnya adalah bawang putih karena impor kebanyakan.

Apakah semua komoditas bisa dikembangkan dengan skema ini ?

Semuanya, asal menyesuaikan dengan pasar, contohnya nanas. Petani selama ini sudah menanam nanas yang besar dan juicy. Padahal yang dibutuhkan pasar itu yang ergonomic, kecil, bisa dipegang tangan dan sekali makan. Kalau nanas besar diperlukan industri besar untuk bikin selai, tapi hanya beberapa perusahan yang mau jadi offtaker-nya. Tetapi kalau dia mau jual di pasar nasional, itu harus menyesuaikan dengan kebutuhan hotel, restoran, atau rumah tangga. Semuanya bisa asal ditata dan diatur.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami
Video Pilihan
Loading...
Advertisement

Artikel Terkait