PSBB Provinsi Jakarta Teradang Dukungan Daerah Sekitar Ibu Kota
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menarik rem darurat dengan mencabut Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) masa transisi dan memberlakukan PSBB seperti di masa awal pandemi Covid-19. Kebijakan Anies ini menuai kritik karena dianggap akan mengganggu ekonomi.
Kontroversi ini yang membuat beberapa daerah ragu mengikuti jejak Jakarta, salah satunya pemerintah Kota Bogor. Wali Kota Bogor, Bima Arya Sugiarto, tak mengikuti PSBB dan memilih memperpanjang penerapan pembatasan sosial berskala mikro dan komunitas (PSBMK) selama tiga hari pada 12-14 September 2020 untuk menekan penyebaran Covid-19 di Kota Bogor.
Bima Arya menilai kebijakan PSBB Jakarta masih perlu dikoordinasikan dengan pemeritah pusat dan Anies perlu mematangkan kebijakan tersebut. Setelah Jakarta berkoordinasi dengan pemerintah pusat, hasilnya akan dibahas oleh para pimpinan daerah penyangga Ibu Kota.
"Hasil koordinasi dengan pemerintah pusat, mungkin akan disampaikan ke Bodebek, pada hari Senin (14/9)," kata Bima dikutip dari Antara.
Bima mengatakan hasil koordinasi dengan pemerintah pusat akan menentukan kebijakan di Bogor. "Perpanjangan selama tiga hari tersebut, akan digunakan untuk mempertimbangkan kebijakan yang akan diambil oleh Pemerintah Kota Bogor, sambil menunggu kebijakan selanjutnya dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta," kata Bima.
Sebelumnya, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, meminta kawasan Bogor-Depok-Bekasi (Bodebek) dan Bandung Raya menerapkan pembatasan sosial berskala mikro dan komunitas. Alasannya, pembatasan skala mikro ini mampu menurunkan jumlah kasus saat diterapkan di Bogor.
Pembatasan skala mikro itu mengatur pembatasan jam operasional toko, mal, atau pusat kegiatan hingga pukul 18.00 WIB serta penerapan jam malam setelah pukul 21.00 WIB.
Pemerintah pusat pun meminta daerah menerapkan pembatasan skala mikro. Presiden Joko Widodo mendorong agar daerah menerapkan pembatasan secara mikro dan lingkup komunitas kecil dibandingkan PSBB di tingkat kabupaten atau provinsi.
"Lebih baik pembatasan di skala lebih kecil, misalnya lingkup RT, RW atau desa atau lingkup komunitas lebih kecil. Ini lebih efektif karena tidak semua wilayah dalam satu provinsi itu zona merah semua, sebab ada zona hijau," kata Jokowi dalam pertemuan dengan para pemimpin redaksi media di Istana Bogor, Jawa Barat, Kamis (10/9) dikutip dari Viva.
Menteri Koordinator (Menko) Perekonomian sekaligus Ketua Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi (KPCPEN) Airlangga Hartarto pun mengapresiasi beberapa daerah yang menerapkan kebijakan pembatasan skala mikro. Secara khusus dia menyebut Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur menerapkan pembatasan secara mikro kepada daerah-daerah kecamatan, kelurahan, RT dan RW.
Kebijakan pembatasan skala mikro ini membuat sektor ekonomi bisa terus bergerak. "Kami mengapresiasi di daerah Jabar, Jateng, dan Jatim, di mana sektor produktif termasuk Purchasing Manager's Index (PMI) manufaktur sudah masuk di level 50,8," kata Menko Airlangga Hartarto dalam konferensi pers bersama di BNPB.
PSBB Jakarta Butuh Dukungan Daerah Penyangga
PSBB Jakarta ini membutuhkan kebijakan yang seirama dari daerah-daerah sekitar Ibu Kota. Anies Baswedan menyatakan pembatasan pergerakan orang keluar dan masuk ke Jakarta tidak mudah diaplikasikan dengan efektif jika hanya dilakukan oleh Pemprov DKI Jakarta saja.
"Idealnya kami bisa membatasi pergerakan keluar waktu Jakarta hingga minimal, tapi dalam kenyataannya ini tidak mudah ditegakkan hanya oleh Jakarta saja," kata Anies di Balai Kota Jakarta, Rabu (9/9) dikutip dari Antara.
Untuk menerapkan kebijakan pembatasan keluar masuk saat PSBB Jakarta, Anies terus melakukan koordinasi dengan pemerintah pusat terutama Kementerian Perhubungan dan juga daerah tetangga.
Ridwan Kamil juga pernah menyampaikan penanganan pandemi corona di Jabodetabek cukup rumit. Risiko penularan Covid-19 di wilayah tersebut akan besar jika pemerintah tak berkoordinasi dengan baik. “Kalau enggak kompak, ya tahu sendiri (akibatnya),” kata dia.
Gubernur Jawa Barat tersebut berharap pandemi Covid-19 di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi dapat ditangani oleh satu pemangku kebijakan.
Ketika pada awal pandemi, PSBB yang diterapkan Jakarta diikuti pula oleh daerah penyangga lain. Kebijakan yang serentak ini yang berhasil menekan laju Covid-19 sebelum diterapkannya PSBB masa transisi.
Aturan Hukum PSBB
Kebijakan PSBB mengacu pada Peraturan Menteri Kesehatan atau Permenkes Nomor 9 Tahun 2020. Menteri Kesehatan Terawan menyetujui berlakunya PSBB Jakarta pada 10 April lalu, dan setelah itu dapat diperpanjang setiap 14 hari. Anies beberapa kali memperpanjang PSBB hingga menerapkan PSBB masa transisi.
Berikut adalah poin-poin yang akan diatur secara rinci dalam PSBB pada Permenkes Pasal 13:
(1) Pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar meliputi:
peliburan sekolah dan tempat kerja;
pembatasan kegiatan keagamaan;
pembatasan kegiatan di tempat atau fasilitas umum;
pembatasan kegiatan sosial dan budaya;
pembatasan moda transportasi; dan pembatasan kegiatan lainnya khusus terkait aspek pertahanan dan keamanan.
(2) Pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan selama masa inkubasi terpanjang dan dapat diperpanjang jika masih terdapat bukti penyebaran.
(3) Peliburan sekolah dan tempat kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dikecualikan bagi kantor atau instansi strategis yang memberikan pelayanan terkait pertahanan dan keamanan, ketertiban umum, kebutuhan pangan, bahan bakar minyak dan gas, pelayanan kesehatan, perekonomian, keuangan, komunikasi, industri, ekspor dan impor, distribusi, logistik, dan kebutuhan dasar lainnya.
(4) Pembatasan kegiatan keagamaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilaksanakan dalam bentuk kegiatan keagamaan yang dilakukan di rumah dan dihadiri keluarga terbatas, dengan menjaga jarak setiap orang.
(5) Pembatasan kegiatan keagamaan selain sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilaksanakan dengan berpedoman pada peraturan perundang-undangan, dan fatwa atau pandangan lembaga keagamaan resmi yang diakui oleh pemerintah.
(6) Pembatasan kegiatan di tempat atau fasilitas umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dilaksanakan dalam bentuk pembatasan jumlah orang dan pengaturan jarak orang.
(7) Pembatasan tempat atau fasilitas umum sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dikecualikan untuk:
a. supermarket, minimarket, pasar, toko atau tempat penjualan obat-obatan dan peralatan medis kebutuhan pangan, barang kebutuhan pokok, barang penting, bahan bakar minyak, gas, dan energi;
b. fasilitas pelayanan kesehatan atau fasilitas lain dalam rangka pemenuhan pelayanan kesehatan; dan
b. tempat atau fasilitas umum untuk pemenuhan kebutuhan dasar penduduk lainnya termasuk kegiatan olah raga.
(8) Pengecualian sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dilaksanakan dengan tetap memperhatikan pembatasan kerumunan orang serta berpedoman pada protokol dan peraturan perundang-undangan.
(9) Pembatasan kegiatan sosial dan budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dilaksanakan dalam bentuk pelarangan kerumunan orang dalam kegiatan sosial dan budaya serta berpedoman pada pandangan lembaga adat resmi yang diakui pemerintah dan peraturan perundang-undangan.