Blockchain Bantu Konsumen Akses Informasi Produk yang Transparan
Pandemi Covid-19 membawa perubahan yang positif terhadap kesadaran masyarakat terhadap penggunaan data. CEO dan Founder Databott Regi Wahyu mengatakan terdapa tren kebiasaan konsumen yang semakin memperhatikan data makanan yang akan dikonsumsinya.
"Terima kasih kepada pandemi, sebagai orang data ini adalah transformasi besar-besaran sehingga konsumen lebih melek data," kata Regi dalam webinar bertajuk Menjadi Konsumen Cerdas dengan Program Berkelanjutan, kerja sama Unilever dengan Katadata Selasa (24/11).
Regi menyebut sejak beberapa tahun lalu, konsumen sudah memperhatikan data pada label kemasan suatu produk. Mayoritas konsumen pertama kali melihat label harga, setelah itu bahan-bahan dan tanggal kadaluarsa. Seiring tren membaca label semakin meningkat, Regi menekankan pentingnya produsen untuk memberikan detail informasi terhadap barang yang diproduksi hingga barang didistribusikan.
Regi menjelaskan teknologi blockchain memungkinkan data dapat diintegrasikan secara digital. Sehingga memungkinkan perusahaan menyajikan informasi yang detail, salah satunya diterapkan Halal Blockchain yang bekerja sama dengan McDonald yang memberikan informasi mengenai kehalalal produk ayam.
“Melalui QR Code yang tertera pada produk perseroan, pelanggan dan konsumen bisa mengakses proses potong ayam secara transparan, sesuai dengan syarat Islam yang disyaratkan oleh LPPOM MUI,” ujar Regi.
Penggunaan teknologi blockchain dapat dikembangkan dalam menyajikan informasi yang detail seperti asal muasal produk, proses produksi, distribusi dan lainnya. Pemberian informasi yang transparan ini semakin penting untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap kualitas produk. "Selain transparan, data-data dalam blockchain telah aman, terjamin dan dapat dipertanggungjawabkan," kata Regi.
Regi menilai pemberian informasi yang transparan akan memberikan keuntungan buat perusahaan seperti prospek bisnis dan pencitraan perusahaan atau brand image yang berdampak pada kepercayaan konsumen. Dia yakin, penggunaan teknologi blockchain ini akan semakin penting untuk memenuhi kebutuhan dan tuntutan konsumen akan transparansi data.
Konsumen Anggap Penting Keberlanjutan Lingkungan
Selain transparansi, konsumen juga semakin menaruh perhatian dengan produk yang berkelanjutan. Menurut survey World Wildlife Fund for Nature (WWFH) pada 2018 sebanyak 63% konsumen bersedia untuk menggunakan produk maupun layanan berkelanjutan.
Sedangkan 61% di antaranya mulai bertanggung jawab terhadap lingkungan, 52% konsumen nyaman untuk berkontribusi pada pelestarian lingkungan. Sayangnya, terdapat 53% konsumen mengalami kesulitan untuk menemukan produk layanan ramah lingkungan.
Director Footprint & Market Transformation WWF Aditya Bayunanda menyatakan, untuk mendukung program keberlanjutan, pihaknya melakukan pendekatan dengan produsen agar menimalisir produk berbahan plastik. Hal itu sejalan dengan fenomena masyarakat yang saat ini mulai sensitif terhadap isu ramah lingkungan.
Pada 2030, targetnya Indonesia akan bebas dari deforestasi dan mengajak perusahaan untuk berkomitmen terhadap produk yang ramah lingkungan. "Saat ini sudah ada beberapa perusahaan di Indonesia seperti Unilever yang telah memastikan supply chain ramah lingkungan, sehingga dipasang label sertifikasi. Langkah ini tentu membantu konsumen,” ujar Aditya.
Head of Corporate PT Unilever Indonesia Tbk Nurdiana Darus mengatakan, guna mendukung kelestarian lingkungan, sejak berdiri Unilever telah fokus menggunakan bahan baku yang dihasilkan pertanian maupun hutan dalam mendistribusikan produknya.
Komitmen perusahaan terhadap sumber berkelanjutan juga di dukung oleh program pertanian berkelanjutan, sehingga perusahaan memiliki suistanable agriculture guna memastikan petani binaan menerapkan praktek berkelanjutan. “Kami juga bekerja sama dengan lebih dari 35.000 petani kedelai hitam, petani gula kelapa dan kelapa sawit. Unilever juga punya serangkaian program untuk petani kelapa sawit, tujuannya untuk membantu mereka mendapat sertifikasi RSPO,” ujar Nurdiana.
Beberapa produk Unilever menggunakan botol plastik daur ulang seperti Sunlight, Rinso cair dan kecap Bango. Dalam proses distribusi, Unilever turut bekerja sama dengan mitra logistik untuk melakukan perencanaan dari rute pengiriman, mempertimbangkan faktor beban angkut, serta memanfaatkan peluang transportasi umum seperti kereta api. "Tujuannya untuk menghindari polusi akibat kemacetan lalu lintas," kata Nurdiana
Salah satu konsumen yang meminimalkan sampah, Andhini Miranda, menyebutkan peran pemerintah turut dibutuhkan dalam mendukung program keberlanjutan. Apalagi saat ini Indonesia belum memiliki tata kelola sampah yang ideal.
Dia menyarankan agar pemerintah mengeluarkan regulasi sehingga konsumen beralih ke produk ramah lingkungan dan menerapkan sistem manajemen sampah yang lebih baik. “Tata kelola sampah di kita itu masih sebatas dikumpul, diangkut, lalu dibuang," kata Andhini.
Dia mengatakan para pelaku daur ulang pun tak bisa menyerahkan semua sampahnya untuk didaur ulang. "Masih ada kemasan yang tidak bisa di daur ulang,” kata Andhini.
Oleh sebabnya, ia meminta konsumen untuk lebih bijak dalam memilih produk. Dia menekankan, agar konsumen menghindari produk sekali pakai dengan menggunakan alternatif lain, seperti menggunakan wadah khusus untuk makan maupun berbelanja.