Pakar Jelaskan Alasan Tes Antibodi Tak Perlu Setelah Vaksin Covid-19
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tak menyarankan masyarakat melakukan tes antibodi setelah vaksin virus corona. Wakil Dekan Bidang Kerjasama, Alumni dan Pengabdian Masyarakat, Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada, Mei Nina Sitaresmi, menjelaskan pemeriksaan antibodi pada tubuh tidak bisa dilakukan di laboratorium biasa.
“Antibodi yang bisa kita periksa, apalagi hanya rapid di laboratorium swasta atau rumah sakit, itu tidak bisa memberikan korelasi terhadap proteksi," kata Mei dalam Katadata Forum Virtual Series, beberapa waktu lalu.
Pemeriksaan kadar antibodi hanya bisa dilakukan di laboratorium dengan tingkat keamanan yang tinggi. Biasanya, pemeriksaan antibodi untuk keperluan penelitian sehingga hanya tersedia di laboratorium khusus. “Tidak bisa diperiksa di laboratorium biasa, harus diperiksa di laboratorium yang namanya BSL2+, dan itu biasanya dilakukan dalam konteks penelitian," ujar Mei.
Mei menyebutkan belum ada level atau ukuran atas proteksi terhadap Covid-19. Bahkan, hasil tes antibodi pascavaksinasi bisa menyesatkan. "Artinya kalau ada orang memeriksa antibodi dan dia merasa proteksinya tinggi, malah membuat protokol kesehatannya lengah dan menjadi berbahaya sekali,” kata Mei.
Badan Pengawas Obat dan Makanan AS (FDA) pun mengingatkan masyarakat yang menempuh tes antibodi, tidak bisa menjadikan hasil tes tersebut sebagai indikator untuk mengukur tingkat proteksi.
Setelah vaksin otomatis terbentuk proteksi terhadap Covid-19. Hingga kini penelitian masih berlangsung mengukur berapa lama vaksin dapat menahan tubuh dari virus. Direktur Pusat Kesehatan Global di Oregon State University, Chunhuei Chi, mengatakan belum banyak data yang menjawab berapa lama antibodi bertahan setelah vaksinasi.
Hingga hari ini, pemerintah telah mendistribusikan 64 juta dosis vaksin Covid-19 ke seluruh Indonesia hingga 6 Juli 2021. Dari jumlah tersebut, vaksin yang paling banyak didistribusikan merupakan vaksin Sinovac yang diolah PT Bio Farma (Persero), yakni 52,8 juta dosis.
Selanjutnya sebanyak 8,2 juta dosis vaksin yang telah didistribusikan merupakan produksi AstraZeneca. Vaksin tersebut merupakan hasil Kerja sama multilateral program COVAX dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan perusahaan kesehatan global untuk meningkatkan cakupan imunisasi (GAVI).
Kemudian, ada 3 juta dosis vaksin yang merupakan produk jadi dari Sinovac. Vaksin asal Tiongkok itu diberikan dalam vaksinasi tahap pertama, khusus bagi tenaga kesehatan Indonesia. Berikut grafik Databoks:
Penyumbang bahan: Akbar Malik Adi Nugraha
Masyarakat dapat mencegah penyebaran virus corona dengan menerapkan 3M, yaitu: memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak sekaligus menjauhi kerumunan. Klik di sini untuk info selengkapnya.
#satgascovid19 #ingatpesanibu #pakaimasker #jagajarak #cucitangan