Produsen Keberatan Subsidi Minyak Goreng untuk Kelas Menengah Atas

Andi M. Arief
1 Februari 2022, 07:15
Deretan minyak goreng dijual di salah satu pusat perbelanjaan di Jakarta
Katadata/Maesaroh
Deretan minyak goreng dijual di salah satu pusat perbelanjaan di Jakarta

Pemerintah menetapkan Harga Eceran Tertinggi (HET) minyak goreng sawit untuk menstabilkan harga di pasar. Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) keberatan kebijakan ini tetap berlaku untuk harga minyak goreng segmen kelas menengah atas.

Direktur Eksekutif GIMNI Sahat Sinaga mencatat minyak goreng kemasan premium hanya mencapai 32% dari total produksi migor nasional. Menurutnya, Permendag No. 6-2022 akan membuat produsen minyak goreng kemasan premium merugi cukup besar.

"Buat apa (migor kemasan) premium diikutkan? Kemasan premium hanya dibeli orang-orang mampu. Kami berharap sasaran utama subsidi hanya untuk orang ekonomi bawah, ini malah merembet ke mana-mana," kata Sahat kepada Katadata, Senin (31/1).

Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS) mendata harga migor kemasan bermerek 1 per 31 Januari 2021 adalah Rp 20.500 per kilogram (Kg), sedangkan harga migor kemasan bermerk 2 mencapai Rp 19.500. Sedangkan, harga migor curah adalah Rp 18.500.

Dengan penetapan HET ini, para produsen minyak goreng kemasan premium membayar selisih Rp 6.500 per liter antara biaya produksi dan harga jual. Produsen migor tidak lagi mendapatkan subsidi dari Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) per 1 Februari 2022 lantaran telah berlaku HET baru.

Sahat menilai produsen minyak goreng kemasan premium akan menahan penjualan akibat peraturan ini. Saat ini beberapa merek melakukan penahanan penjualan di perusahaan ritel modern grup, yakni Indomaret.

"Susah mencarinya karena dia rugi besar. Jadi, kalau saya melihat itu lepaskan saja (migor kemasan premium dari HET baru)," kata Sahat.

Sahat menyarankan agar pemerintah fokus dalam menentukan harga bagi migor curah dan migor kemasan sederhana. Menurutnya, kedua jenis migor itu berkontribusi hingga 68% dari total produksi migor nasional.

Di sisi lain, Sahat menilai ada potensi penyelewengan Permendag No. 5-2022 tentang Penetapan Harga Patokan Ekspor Atas Produk Pertanian dan Kehutanan yang Dikenakan Bea Keluar. Menurutnya, CPO seharga Rp 9.300 per kilogram (Kg) maupun olein senilai Rp 10.300 per Kg dapat dibeli oleh industri selain minyak goreng dan ditujukan untuk pasar ekspor.

Oleh karena itu, Sahat menyarankan Kementerian Perdagangan (Kemendag) bekerja sama dengan Kementerian Perindustrian (Kemenperin) untuk meningkatkan pengawasan. Selain itu, Kemenperin juga dapat bertugas untuk mengawinkan pabrikan CPO dengan harga DPO dengan industri migor yang tidak memiliki kebun.

Sahat mendata sekitar 58% dari total produksi migor nasional berasal dari bahan baku bukan milik produsen migor. "Kalau tidak dijaga dan diregulasi dengan benar, ini kemungkinan besar berjalan potensi bocor ke industri lain," kata Sahat.

Berdasarkan data GIMNI, sekitar 54% dari total produksi industri migor nasional berbentuk migor curah yang biasa dijual di pasar tradisional. Adapun, produksi migor kemasan mencapai 22,07%, sedangkan produksi migor untuk industri sekitar 23%.

Kemendag meramalkan Kebutuhan minyak goreng 2022 adalah 5,7 juta kiloliter (kl) yang terdiri dari kebutuhan rumah tangga sebesar 3,9 juta kl dan kebutuhan industri sebesar 1,8 juta kl. Secara rinci, kebutuhan rumah tangga terbagi menjadi tiga produk, yakni kemasan premium sebesar 1,2 juta kl, kemasan sederhana sebanyak 231 ribu kl, dan migor curah sejumlah 2,4 juta kl.

Reporter: Andi M. Arief
Editor: Yuliawati
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...