Kinerja Keuangan Huawei 2020 Terhantam Sanksi AS

Fahmi Ahmad Burhan
1 April 2021, 11:28
Huawei, pendapatan, kinerja keuangan
123RF.com
Kinerja keuangan Huawei merosot dampak dari sanksi AS.

Pendapatan raksasa teknologi asal Tiongkok Huawei sepanjang 2020 mengalami perlambatan dibandingkan tahun sebelumnya. Sepanjang 2020 pendapatan tumbuh 3,8% sedangkan pada 2019 pertumbuhannya mencapai 19%. Melambatnya pendapatan Huawei disebabkan oleh sanksi perdagangan dari Amerika Serikat (AS) yang belum juga mereda.

Pada 2020, Huawei meraih pendapatan sebesar 891,4 miliar yuan atau US$ 136,7 miliar (Rp 1.989 triliun). Sedangkan, laba bersih Huawei pada 2020 mencapai 64,6 miliar yuan atau US$ 9,9 miliar (Rp 144 triliun).

Pendapatan Huawei paling banyak diraih dari pasar Tiongkok yang mencapai 584,9 miliar yuan atau US$ 89,7 miliar dan menyumbang lebih dari 65% dari total pendapatan secara global. Pendapatan itu naik 15,4% secara tahunan (year on year/yoy).

Rotating Chairman Huawei Ken Hu mengatakan, pelambatan pendapatan pada 2020 itu disebabkan penurunan kinerja lini bisnis ponsel pintar atau smartphone. Sedangkan, lini bisnis tersebut mendapatkan banyak tekanan berupa sanksi dari AS sejak 2019.

"Karena sanksi tidak adil yang diberikan kepada kami oleh AS, bisnis smartphone kami mengalami penurunan pendapatan,” katanya dikutip dari CNBC Internasional pada Rabu (31/3).

Lini bisnis konsumen, termasuk smartphone mengalami kejatuhan cukup dalam. Pada 2020, Huawei memang meraih pendapatan 482,9 miliar yuan atau US$ 74,1 miliar dan naik 3,3% yoy dari bisnis konsumennya itu. Namun, angka itu melambat jika dibandingkan pertumbuhan pendapatan lini bisnis konsumen pada 2019 yang mencapai 34%.

Penjualan smartphone Huawei pada 2020 juga anjlok. Data Counterpoint menunjukkan bahwa pengiriman ponsel Huawei turun 41% yoy menjadi 33 juta pada kuartal IV 2020.

Jumlah tersebut di bawah Xiaomi (43 juta), OPPO (34 juta), dan Vivo (33 juta). "Jumlah pengiriman ponsel Huawei secara dramatis surut di sebagian besar pasar sebagai akibat dari sanksi AS," kata analis di Canalys Research Amber Liu laporan, dikutip dari CNBC Internasional, Januari lalu (28/1).



Lini bisnis smartphone Huawei ini mengalami tekanan sejak masuk daftar hitam (blacklist) perdagangan AS sejak Mei 2019. Pemerintah Negeri Paman Sam melarang korporasi bekerja sama dengan Huawei, tanpa izin.

Alhasil, Google tidak dapat bermitra dengan Huawei. Perangkat Huawei pun tidak didukung sistem operasi (operating system/OS) Android maupun Google Mobile Services (GMS) seperti Gmail, YouTube, dan lainnya.

AS juga memblokir 152 afiliasi semikonduktor Huawei per Agustus 2020. Huawei pun kesulitan mendapatkan komponen untuk bisnis smartphone-nya. Perusahaan juga terpaksa menyetop produksi cip, termasuk prosesor andalannya Kirin sejak September tahun lalu.

Kinerja lini bisnis Huawei yang sedikit mentereng datang dari lini bisnis komputasi awan (cloud). Pada 2020, bisnis cloud Huawei meraih pendapatan 100,3 miliar yuan atau US$ 15,4 miliar. Angka tersebut naik dua digit atau mencapai 23% yoy.

Sebelumnya, Pendiri Huawei Ren Zhengfei juga mengatakan kepada para staf bahwa cloud akan menjadi prioritas perusahaaan pada 2021.

Namun, ia menegaskan bahwa langkah itu bukan untuk menyaingi raksasa teknologi lain seperti Alibaba, Microsoft maupun Amazon. Ini bertujuan mengurangi skala tekanan.

"Tidak mungkin bagi kami untuk mengikuti jalur yang sama seperti keduanya (Alibaba dan Amazon). Mereka memiliki akses atas uang tak terbatas di pasar saham AS," kata Ren dikutip dari South China Morning Post, Januari lalu (3/1).

Berdasarkan data Statista, Amazon menguasai sekitar 33% pada kuartal II 2020 dan stabil sejak 2017. Sedangkan Microsoft meraup 18%.

Meski begitu, Ren menyatakan bahwa perusahaan harus belajar dari kesuksesan Amazon dan Microsoft. Oleh karena itu, Huawei akan mencari peruntungan dengan mengamankan segmen dan industri besar sebagai klien cloud.

Selain cloud, Huawei juga gencar mengembangkan teknologi kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI). Pengembangan dilakukan mengacu pada keperluan umum berdasarkan standar industri.

“Pengembangan sistem etika dan tata kelola seputar teknologi yang muncul harus dilakukan melalui proses yang penuh kesadaran,” ujar juru bicara Huawei akhir tahun lalu.

Kemudian, Huawei juga mengaku mulai merambah bisnis peternakan babi. Presiden lini bisnis mesin Huawei Duan Aijun mengatakan bahwa Huawei memodernisasi peternakan dengan pengenalan wajah berbasis AI, guna mendeteksi penyakit dan melacak lokasi hewan ternak.

Teknologi Huawei juga dapat digunakan untuk memantau berat badan dan kesehatan babi. "Peternakan babi merupakan contoh lain bagaimana kami merevitalisasi beberapa industri tradisional dengan teknologi guna menciptakan nilai lebih di era 5G," kata juru bicara Huawei dikutip dari BBC, Februari lalu (19/2).

Terbaru, Huawei bahkan dikabarkan akan merambah bisnis kendaraan elektrik. Perusahaan dikabarkan akan memproduksi mobil listrik dengan harga 300 ribu yuan atau US$ 46 ribu (Rp 663,6 juta).

Reporter: Fahmi Ahmad Burhan
Editor: Yuliawati
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...