Penyaluran Pinjaman Kembali Molor, Realisasi Anggaran PEN Baru 62%

Agatha Olivia Victoria
30 November 2020, 20:10
pemulihan ekonomi nasional, sri mulyani, PEN,
ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/foc.
Sejumlah warga berbelanja di Pasar Rusun Petamburan, Jakarta, Selasa (28/7/2020). Provinsi DKI Jakarta dan Jawa Barat menjadi dua daerah pertama penerima dana program Pinjaman Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) Daerah karena terdampak sangat besar oleh pandemi COVID-19 pada kesejahteraan dan ekonomi masyarakatnya.

Pemerintah mencatat realisasi anggaran program Pemulihan Ekonomi Nasional baru mencapai Rp 431,54 triliun per 25 November 2020, atau 62,1% dari pagu Rp 695,2 triliun. Capaian yang belum maksimal tersebut terutama terjadi karena pinjaman dan Penyertaan Modal Negara yang tak kunjung diberikan kepada Badan Usaha Milik Negara.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan akan terus memantau penggunaaan anggaran PEN hingga Desember 2020 ini. "Karena masih ada dana yang akan direalisasikan," kata Sri Mulyani dalam Konferensi Pers Update Perekonomian di Tengah Pandemi secara virtual, Senin (30/11).

Selain pembiayaan korporasi, anggaran cadangan vaksin rencananya akan disalurkan pula pada akhir 2020 hingga awal tahun depan. Saat ini, Sri Mulyani bersama Kementerian Kesehatan dan Kementerian Badan Usaha Milik Negara sedang menghitung jumlah vaksin yang akan diadakan.

"Ini yang akan mendorong perekonomian pada bulan terakhir 2020 ini usai kami mendorong peningkatan belanja pada kuartal III lalu," ujar dia.

Realisasi tersebut terdiri atas anggaran kesehatan Rp 40,32 triliun, perlindungan sosial Rp 207,8%, sektoral kementerian/lembaga pemda Rp 36,25 triliun, dukungan UMKM Rp 98,76 triliun, insentif usaha Rp 46,4 triliun, dan pembiayaan korporasi Rp 2 triliun.

Adapun realisasi anggaran kesehatan telah mencapai 41,2% dari pagu Rp 97,9 triliun. Secara perinci, terdiri dari insentif nakes pusat dan daerah Rp 5,55 triliun, santunan kematian nakes Rp 40 miliar, gugus tugas Covid-19 Rp 3,22 triliun. Kemudian, belanja penanganan Covid-19 Rp 25,03 triliun, bantuan iuran JKN Rp 2,7 triliun, dan insentif perpajakan kesehatan Rp 3,78 triliun.

Realisasi anggaran perlindungan sosial telah mencapai 88,9% dari pagu Rp 233,69 triliun. Capaian tersebut mencakup Program Keluarga Harapan Rp 36,71 triliun, kartu sembako Rp 39,71 triliun, bantuan sembako Jabodetabek Rp 6,44 triliun, bantuan tunai non-Jabodetabek Rp 33,33 triliun, dan kartu pra kerja Rp 19,9 triliun.

Selanjutnya, ada pula diskon listrik Rp 9,74 triliun, Bantuan Langsung Tunai Dana Desa Rp 19,17 triliun, bansos tunai penerima sembako Rp 4,5 triliun, dan bansos beras bagi penerima PKH. Bantuan subsidi gaji Rp 28,15 triliun, subsidi kuota Kemendikbud Rp 3,31 triliun, dan subsidi gaji guru honorer Kemendikbud Rp 1,57 triliun.

Sementara itu, realisasi bantuan sektoral kementerian/lembaga dan pemda mencapai 54,9% dari pagu Rp 65,97 triliun. Rinciannya, untuk program padat karya Rp 16,57 triliun, insentif perumahan Rp 70 miliar, pariwisata Rp 1,05 triliun, serta Dana Insentif Daerah pemulihan ekonomi Rp 4,95 triliun.

Anggaran pada pos itu juga direalisasikan untuk Dana Alokasi Khusus fisik Rp 7,29 triliun, pinjaman daerah Rp 1,32 triliun, bantuan operasional pesantren Rp 2,58 triliun, perluasan PEN KemenPUPR Rp 1,23 triliun, dan peta peluang investasi Rp 3 miliar.

Kemudian, untuk KLHK food estate & mangrove Rp 280 miliar, dampak Covid naker Rp 410 miliar, program da'i sertifikat dan Bantuan operasional Kementerian Agama Rp 30 miliar, ATR/BPN Rp 10 miliar, serta perluasan PEN Kementan Rp 470 miliar.

Dukungan UMKM telah mencapai 85,27% dari pagu Rp 115,82 triliun. Realisasi insentif usaha 38,47% dari pagu Rp 120,6 triliun. Sedangkan pembiayaan korporasi baru mencapai 3,27% dari pagu Rp 61,2 triliun.

Direktur Riset Center Of Reform on Economics Piter Abdullah Redjalam menuturkan bahwa realisasi pembiayaan korporasi masih terhambat perubahan peraturan pemerintah. Apalagi, utamanya pembiyaan tersebut disalurkan dalam bentuk program penjaminan, setoran modal, hingga bentuk bantuan lainnya kepada perusahaan pelat merah.


Contohnya, pemerintah saat ini masih merevisi Peraturan Pemerintah terkait PT Sarana Multi Infrastruktur. Dengan perubahan itu, BUMN dimaksud akan mendapatkan mandat yg lebih banyak membantu pemerintah daerah.

Perubahan juga dilakukan terkait aturan PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia dengan tujuan agar bisa memberi jaminan ke proyek non-infrastruktur. Piter menilai proses perubahan aturan tersebut begitu lama dan menghambat realisasi PEN untuk korporasi. "Tetapi diharapkan setelah perubahan aturan selesai akan benar-benar bisa meningkatkan realisasi dan efektivitas PEN," ujar Piter beberapa waktu lalu.

Sebelumnya, Sri Mulyani menegaskan bahwa segera mencairkan pinjaman PEN kepada lima BUMN sebesar Rp 19,65 triliun pada pekan ketiga bulan November 2020. Kelima BUMN tersebut yakni Garuda Indonesia Rp 8,5 triliun, Kereta Api Indonesia Rp 3,5 triliun, PTPN Rp 4 triliun, Krakatau Steel Rp 3 triliun, dan Perumnas Rp 650 miliar. Sementara itu, dana talangan untuk PT Perusahaan Pengelola Aset sebesar Rp 10 triliun belum dirincikan jelas waktu pencairannya.

Sri Mulyani menjelaskan beberapa PP terkait pinjaman hingga Penyertaan Modal Negara untuk beberapa BUMN masih disusun. Untuk pencairan PMN akan dilaksanakan pada pekan pertama November hingga pekan kedua Desember.

PMN akan diberikan untuk Hutama Karya Rp 7,5 triliun, Bahana Pembinaan Usaha Indonesia Rp 6 triliun, Permodalan Nasional Madani Rp 1,5 triliun, Pengembangan Pariwisata Indonesia/Indonesia Tourism Development Corporation atau ITDC Rp 500 miliar, dan PPA Rp 5 triliun. Sri Mulyani menyebutkan PP penambahan PMN untuk HK, BPUI, ITDC, dan PNM sudah hampir selesai dan sedang dalam tahapan akhir penetapan.

Reporter: Agatha Olivia Victoria
Editor: Yuliawati

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...