BPK: Ada Masalah Transparansi dalam Penetapan Tarif Transfer BI-Fast
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengungkap terdapat permasalahan dalam penetapan besaran tarif transfer melalui layanan Bank Indonesia Fast Payment atau BI-Fast. Temuan tersebut terkait masalah transparansi dalam menghitung besaran tarif yang akan diberlakukan.
Temuan tersebut tertuang di dalam Ikhtisar Hasil pemeriksaan Semester (IHPS) I tahun ini. BPK menyebut BI belum memiliki pedoman baku untuk menghitung biaya transfer dan belum memiliki peraturan mengenai tata cara pengenaan biaya transfer dana sebagaimana diamanatkan dalam UU Nomor 3 Tahun 2011 tentang Transfer Dana.
"Akibatnya, biaya transfer BI-FAST tidak transparan dan akuntabel," dikutip dari laporan BPK, Rabu (5/10).
Adapun, BPK menyebut, besaran tarif BI-fast yang berlaku hanya diatur dalam Keputusan Deputi Gubernur Bank Indonesia Nomor 23/7/KEP. DpG/2021 tentang Penetapan Biaya Transaksi dalam Penyelenggaraan BI-Fast. Besaran tarifnya yakni Rp 19 per transaksi yang dikenakan untuk peserta, dalam hal ini perbankan, serta tarif yang dikenakan dari perbankan ke nasabah sebesar Rp 2.500.
Namun, jika mengikuti ketentuan yang ada dalam UU UU Nomor 3 Tahun 2011, pasal 68 berbunyi, ketentuan mengenai tata cara pengenaan biaya dan kewajiban pemberian informasi untuk transfer dana harusnya diatur dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI). Sementara berdasarkan pemantauan Katadata.co.id, belum ada PBI yang memuat terkait biaya transfer BI-Fast sebagaimana diamanatkan dalam UU tersebut.
BPK juga merekomendasikan agar BI segera menuntaskan temuan tersebut. BPK meminta Gubernur BI memerintahkan Kepala Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran (DKSP) berkoordinasi dengan Kepala Departemen Hukum (DHK) untuk menyusun kebijakan harga sistem pembayaran termasuk transfer dana, sesuai dengan amanat Pasal 68 UU Nomor 3 Tahun 2011 tentang Transfer Dana.
Terkait temuan tersebut, Katadata.co.id telah meminta konfirmasi Kepala Departemen Komunikasi BI Erwin Haryono tetapi belum ada tanggapan.
BI resmi meluncurkan BI-Fast sejak pertengahan Desember lalu. Infrastruktur pembayaran ritel baru ini direncanakan bisa melengkapi sistem lama Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI). Namun BI-Fast tentunya memiliki sejumlah fitur yang lebih unggul, selain karena setelannya yang cepat tetapi juga bisa beroperasi selama 24 jam penuh.
Adapun layanan transfer dengan BI-Fast ini telah tersedia di 77 lembaga keuangan, yang mana terdapat satu diantaranya merupakan non-Bank yakni Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI). Dengan demikian, total peserta BI-Fast saat ini sudah mencakup 85% dari total pangsa sistem pembayaran ritel nasional.