Keberatan PBB Migas, BP Hentikan Eksplorasi

Safrezi Fitra
26 Maret 2015, 14:56
Katadata
KATADATA

KATADATA ? Perusahaan minyak dan gas (migas) asal Inggris, BP Indonesia menghentikan kegiatan eksplorasi minyak dan gas bumi di Blok West Aru I dan II. Penghentian eksplorasi ini karena kontraktor tersebut keberatan dengan pungutan pajak bumi dan bangunan (PBB) yang ditagihkan Direktorat Jenderal Pajak untuk tahun pajak 2012 dan 2013.

BP Indonesia Head of Country Dharmawan Samsu mengatakan, faktor pajak menjadi salah satu alasan untuk mengembalikan ke dua blok tersebut kepada pemerintah. Pihaknya juga telah menyatakan keberatan kepada pemerintah mengenai pungutan PBB pada 2012 dan 2013 tersebut.

(Baca:  23 Kontraktor Migas Terjerat Sengketa Pajak Rp 3,2 Triliun)

"Permasalahan PBB telah menjadi pertimbangan lain, sehingga kami memutuskan untuk tidak melanjutkan ke tahap eksplorasi selanjutnya," kata dia kepada Katadata, Kamis (26/3).

Selain itu, hasil evaluasi seismik menunjukkan secara teknis maupun nonteknis kedua blok tersebut memiliki tantangan dan risiko yang tinggi.

Berdasarkan informasi yang diperoleh Katadata, jumlah pungutan PBB yang ditagihkan kepada BP Indonesia di Blok Aru I dan II mencapai Rp 547 miliar. Pada 2012, Ditjen Pajak menetapkan pungutan PBB Migas kepada BP Indonesia untuk permukaan di Blok West Aru I sebesar Rp 131,1 miliar dan untuk tubuh bumi sebesar Rp 2,3 miliar. Sementara 2013, pajak untuk permukaan bumi ditetapkan sebesar Rp 190,8 miliar dan tubuh bumi sebesar Rp 2,3 miliar.

Tagihan PBB di Blok West Aru II, untuk permukaan sebesar Rp 128,2 miliar dan Rp 2,2 miliar untuk tubuh bumi pada 2012. Sedangkan 2013, pajak untuk permukaan Rp 186,7 miliar dan Rp 2,2 miliar.  

Selain di Blok Aru, masih ada tagihan PBB kepada BP, yakni pada Blok Kapuas I, II, dan III. Total nilai tagihan pajak untuk Blok Kapuas I, II, dan III lebih kecil dibandingkan Blok Aru, yakni sebesar Rp 900 juta.

Menurut Samsu, seharusnya pemerintah tidak perlu menarik iuran PBB selama masa eksplorasi bahkan pada masa eksploitasi. Alasannya adalah seluruh aset Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) dan juga cadangan migas adalah milik negara. "Menurut pendapat kami, PBB tidak seharusnya dibebankan kepada kontraktor migas," ujar dia.

BP Indonesia menghargai kebijakan pemerintah untuk menghapus PBB eksplorasi. Masalahnya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 267/PMK.011 Tahun 2014 ini hanya berlaku untuk kegiatan eksplorasi  2015. Sementara pungutan PBB 2012 dan 2013 masih ditagihkan.

Direktur Eksekutif Center of Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo menilai PBB selama masa eksplorasi tidak memenuhi rasa keadilan. Secara konsep, PBB adalah pajak yang dipungut atas tanah dan bangunan karena memperoleh manfaat dari objek tersebut. 

Makanya dia menganggap tagihan PBB tersebut bisa dihapuskan, dengan mempertimbangkan rasa keadilan tersebut. Untuk menghapus pajak Direktur Jenderal Pajak sudah diberi kewenangan, seperti yang diatur dalam pasal 36 Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP).

Reporter: Arnold Sirait
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...