Tanpa Persetujuan Total, Pertamina Tak Bisa Masuk Blok Mahakam

Aria W. Yudhistira
23 April 2015, 16:59
Katadata
KATADATA
Sekretaris SKK Migas Gde Pradnyana.

KATADATA ? Masa transisi pengelolaan Blok Mahakam tidak bisa dilakukan sebelum kontrak berakhir pada 2017. PT Pertamina (Persero) hanya dapat masuk ke dalam Blok Mahakam jika mendapatkan izin dari Total E&P Indonesie sebagai pengelola saat ini.

Hal itu disampaikan Sekretaris Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Gde Pradnyana kepada Katadata, Kamis (23/4). Menurut dia, pemerintah dapat saja memaksakan adanya masa transisi sebelum kontrak berakhir. Tapi, itu akan memberikan sinyal negatif terhadap industri migas di dalam negeri.

?Ibarat orang masuk rumah orang lain tanpa izin. Total punya hak menolak adanya masa transisi,? kata dia.

Secara hukum, masa transisi hanya bisa dilakukan setelah kontrak berakhir, yakni pada 2017. Mengingat dalam kontrak bagi hasil atau production sharing contract (PSC), Total telah diberikan kewenangan menjadi operator sampai 2017. Dengan begitu, jika dilakukan sebelum kontrak berakhir maka bisa dianggap sebagai melanggar kontrak.

?Kalau sebatas bicara-bicara saja, bisa. Tapi menyerahkan data dan membuka file tidak bisa,? ujar dia.

Lebih lanjut Gde mengatakan, masa transisi bisa dilakukan jika ada kesepakatan antara Total dengan pemerintah. Menurut dia, sikap Total yang saat ini belum setuju adanya masa transisi karena masih menunggu keputusan terkait statusnya setelah kontrak pengelolaan blok migas itu berakhir.

Total masih butuh kepastian apakah setelah kontrak berakhir akan diajak untuk mengelola kembali blok migas yang berada di Kalimantan Timur tersebut. Untuk itu, jika Pertamina menginginkan masa transisi dilakukan sebelum kontrak berakhir harus melakukan komunikasi yang intensif dengan Total.

Pertamina sebelumnya menginginkan ada masa transisi pada 1 Januari 2016 atau setahun sebelum peralihan pengelolaan blok tersebut. Masa transisi ini diperlukan agar Pertamina bisa mempersiapkan diri sebelum menjadi operator penuh pada 1 Januari 2018.

Direktur Hulu Pertamina Syamsu Alam juga meminta dukungan pemerintah, agar Total menyelesaikan semua kewajiban hingga 31 Desember 2017. Penyelesaian ini meliputi kewajiban dana restorasi dan rehabilitasi wilayah (Abandoment and Site Restoration/ASR) dan hak-hak pekerja dari Total.

Presiden Direktur Total E&P Indonesie Hardy Pramono mengatakan, sampai saat ini perusahaan belum menyetujui adanya masa transisi. Total beralasan dalam kontrak bagi hasil tidak disebutkan klausul yang mengatur masa transisi. 

Reporter: Arnold Sirait

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...