Pangkas Izin Migas di Daerah, Harus Merevisi Banyak Undang-Undang
KATADATA ? Komite Eksplorasi Nasional menyebut sumber utama rumitnya perizinan usaha minyak dan gas bumi (migas) adalah tumpang tindihnya Undang-Undang (UU). Banyak UU yang harus direvisi jika ingin memnyederhanakan perizinan ini.
Ketua Komite Eksplorasi Nasional Andang Bachtiar mengatakan rumitnya pengurusan perizinan usaha migas di daerah bukan sepenuhnya disebabkan oleh pemerintah daerah. Mayoritas izin yang ada di daerah merupakan turunan dari Undang-Undang
Identifikasi ini merupakan hasil lokakarya dengan 48 daerah penghasil migas yang diselenggarakan Komite Eksplorasi Nasional pada 24 - 25 Juli di Balikpapan Kalimantan Timur. Dari hasil lokakarya tersebut, menyimpulkan bahwa pemerintah harus mengubah Undang-Undang terlebih dahulu jika ingin memangkas perizinan di daerah.
"84 persen dari perizinan daerah yang dilakukan orang daerah itu diamanatkan Undang-Undang dari pusat. Itu yang selama ini dianggap masalahnya daerah, ternyata urusannya pusat," kata dia di Kementerian ESDM, Jakarta, Senin (29/6).
Masalah perizinan minyak dan gas bumi sering menjadi keluhan para investor yang ingin berinvestasi di Indonesia. Bahkan untuk mendapatkan izin migas dibutuhkan waktu sekitar 15 tahun. Padahal jangka waktu kontrak yang diberikan hanya 30 tahun. Artinya setengahnya habis untuk mengurus izin.
Jumlah izin yang harus diurus investor di sektor migas mencapai 341 izin baik di pusat dan daerah. Untuk izin daerah ada sekitar 101 izin terdiri dari 35 izin Gubernur dan 66 izin Bupati/Walikota.
Tahun ini Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah menyederhanakan perizinan migas di institusinya dari 52 izin menjadi 42 izin. Kementerian ESDM juga telah memasukkan perizinan migasnya dalam sistem pelayanan terpadu satu pintu di Badan Koordinasi Penanaman Modal. Namun, pelimpahan perizinan ini belum sepenuhnya rampung, karena kementerian belum mengeluarkan aturan teknis dan pelaksanaannya, yakni berupa Peraturan Menteri ESDM.