Pemerintah akan Revisi Aturan Keselamatan Kerja Usaha Migas
KATADATA ? Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tengah menggodok rancangan peraturan pemerintah (RPP) tentang keselamatan kerja bagi kegiatan usaha di sektor minyak dan gas bumi (migas). Rancangan beleid itu akan menggantikan PP No. 17 tahun 1974 tentang Pengawasan Pelaksanaan Eksplorasi dan Eksploitasi Migas di Daerah dan PP No. 11 tahun 1979 tentang Keselamatan Kerja pada Pemurnian dan Pengolahan Migas.
Menurut Kepala Biro Hukum Kementerian ESDM Hufron, RPP tentang keselamatan kerja tersebut merupakan amanat dari Undang-Undang No. 22 tahun 2001 tentang migas. Dalam Pasal 40 UU itu disebutkan bahwa badan usaha migas wajib menjamin keselamatan dan kesehatan kerja serta pengelolaan lingkungan hidup. Ketentuan itu akan diatur lebih lanjut melalui peraturan pemerintah (PP).
?Ini (PP) merupakan bagian Prolegnas (Program Legislasi Nasional) Kementerian ESDM,? katanya kepada Katadata di Surabaya, Rabu (26/8). PP itu akan mengatur manajemen keselamatan kerja di sektor migas, yang mencakup para pekerja, peralatan dan proses kerja, serta lingkungannya. Dengan adanya regulasi tersebut diharapkan proses kerja di lingkungan migas akan semakin aman.
Hufron menyatakan, untuk menjamin dan menjalankan manajemen keselamatan kerja tersebut membutuhkan pendanaan. Agar tak memberatkan keuangan negara, salah satu opsi yang tengah dipertimbangkan untuk memenuhi dana keselamatan kerja itu bersumber dari setoran dana para kontraktor kontrak kerjasama (KKKS).
Menurut dia, praktik seperti itu sudah lazim di dunia migas internasional. Para kontraktor migas harus juga memperhitungkan biaya untuk keselamatan dan kesehatan para pekerjanya dan menjaga lingkungan hidup.
Hufron belum bisa menjelaskan lebih detail mengenai rencana memungut dana keselamatan kerja dari para kontraktor tersebut. Namun, dia optimistis para kontraktor tidak akan keberatan merogoh kocek untuk keselamatan kerja. ?Sepanjang ini tidak memberatkan dan hasilnya baik, mereka (kontraktor) menerima.?
Kalau menilik isi PP No. 11 tahun 1979 memang tidak mencantumkan adanya setoran dana keselamatan kerja dari KKKS. Beleid itu hanya mengatur secara teknis standar peralatan dan proses operasional pemurnian dan pengolahan migas. Pelanggaran terhadap ketentuan itu diancam dengan sanksi pidana.
Meski belum mengetahui seperti apa kebijakan tersebut nantinya, pelaku usaha migas mengapresiasi upaya pemerintah tersebut. Joint Venture & PGPA Ephindo Energy Pte Ltd Moshe Husin Rizal berharap PP ini bisa membuat aturan keselamatan kerja menjadi lebih sederhana. Bukan malah mempersulit kegiatan operasional kontraktor migas, dengan bertambahnya birokrasi. Karena yang dibutuhkan Indonesia saat ini adalah memperbaiki iklim investasi. Ini berhubungan langsung dengan penyederhanaan regulasi.
Dia juga mengingatkan agar regulasi ini tidak tumpang tindih dengan aturan lain. ?Inilah yang menjadi kendala di Indonesia, masing-masing mengeluarkan kebijakan. Kementerian Tenaga Kerja lebih ke personal safety (keselamatan individu), kalau KLHK lebih ke lingkungan hidup. Masalah tumpang tindih aturan harus dikaji ulang,? ujarnya.
Menurut dia, keselamatan kerja memang merupakan tanggung jawab pelaku usaha. Pada umumnya perusahaan migas sudah mempunyai dasar-dasar keselamatan yang cukup komprehensif dan sudah mengerti tanggung jawabnya sebagai kontraktor.