Asumsi Harga Minyak Tahun Depan Turun Menjadi US$ 50
KATADATA ? Pemerintah dan Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyepakati harga minyak acuan di Indonesia atau Indonesia Crude Price (ICP) pada tahun 2016 sebesar US$ 50 per barel. Nilainya lebih rendah dari asumsi harga minyak dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2016 yang diajukan pemerintah kepada DPR medio Agustus lalu sebesar US$ 60 per barel.
"Kita sepakati ICP US$ 50 per barel," kata Ketua Komisi VII DPR Kardaya Warnika dalam Rapat Kerja dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (17/9).
Kementerian ESDM semula mengusulkan harga ICP tahun depan berkisar US$ 50 sampai US$ 55 per barel. Menteri ESDM Sudirman Said menjelaskan beberapa faktor fundamental yang akan mempengaruhi harga minyak pada 2016. Pertama, pertumbuhan perekonomian global masih akan melambat, terutama di negara-negara konsumen terbesar minyak mentah yaitu Amerika Serikat dan Cina.
Kedua, pasar minyak dunia akan mengalami kelebihan pasokan akibat masih terus meningkatnya produksi minyak serpih (shale oil) Amerika dan peningkatan pasokan minyak mentah dari Iran. Ketiga, permintaan minyak dari negara-negara berkembang akan terus tumbuh sedangkan dari negara-negara ekonomi maju (OECD) akan relatif sama dengan tahun 2015.
Keempat, peningkatan stok minyak mentah masih tinggi, terutama di AS, Jepang dan China. Padahal, harga minyak mentah menurun seperti saat ini.
Selain keempat faktor tersebut, Kementerian ESDM juga meminta pandangan beberapa ahli minyak di Indonesia dalam menetapkan asumsi harga minyak tahun depan. Tenaga ahli Tim Harga Minyak, Maizar Rahman, misalnya memprediksi harga minyak tahun depan sebesar US$ 50 hingga US$ 60 per barel. Prediksi yang sama disodorkan Kepala Group Riset Ekonomi Bank Indonesia Ari Hartawan. Sementara pengamat energi dari Universitas Trisakti, Pri Agung Rahkmanto, punya prediksi yang lebih rendah, yaitu US$ 40 sampai US$ 50 per barel.
Penetapan asumsi harga minyak tahun depan itu maish lebih tinggi dari harga minyak ICP tahun ini. Pada Agustus lalu, rata-rata harga minyak ICP sebesar US$ 42,81 per barel atau turun 17,4 persen dari bulan sebelumnya. Harga tersebut merupakan rata-rata harga ICP bulanan terendah dalam tahun ini.
(Baca: Harga Minyak ICP Agustus Anjlok 17,4 Persen, Terendah Tahun Ini)
Sudirman mengatakan, penurunan harga minyak ICP tersebut otomatis akan mempengaruhi penerimaan negara tahun depan. Setiap penurunan harga minyak ICP US$ 1 per barel, maka penerimaan negara akan berkurang sekitar Rp 3 triliun. Jadi, kalau dibandingkan dengan asumsi harga minyak dalam RAPBN 2016 yang diajukan pemerintah bulan lalu, proyeksi penerimaan negara dari minyak tahun depan bakal lebih kecil sekitar Rp 30 triliun.
Di tempat yang sama, anggota Komisi VII DPR Kurtubi mempersoalkan formula harga ICP. Selama ini yang dipakai sebagai acuan harga minyak di Indonesia cenderung harga minyak Brent. Padahal, pasokan jenis minyak ini menurun sehingga harganya cenderung naik. Alhasil, harga ICP sedikit di atas harga minyak jenis WTI. "Makanya bisa dirugikan. Yang rugi investor di sini," tandasnya.