Pemerintah Susun Formula Harga Gas Dikaitkan Harga Minyak
KATADATA - Pemerintah tengah mempersiapkan formula baru harga gas dengan mengacu kepada pergerakan harga minyak. Demi menciptakan formula terbaik yang bisa diterima semua pihak, pemerintah akan membahas dan meminta rekomendasi dari Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) I.G.N. Wiratmaja Puja mengatakan akan meminta bantuan Komisi VII yang membidangi energi untuk menyusun formula baru harga gas. Bersama anggota dewan, pemerintah akan menghitung keuntungan dan kerugian penentuan harga gas kalau dikaitkan dengan harga minyak dunia. "Nanti ke depan untuk formulasinya kami minta fatwa dari Komisi VII," katanya di Gedung DPR/MPR, Jakarta, Selasa (2/2).
Menurut Wiratmaja, terdapat dua formulasi harga gas yang akan didiskusikan dengan Komisi Energi DPR. Pertama, penentuan harga gas akan mengikuti pola pergerakan harga minyak. Artinya, ketika harga minyak naik maka harga gas mengikutinya. Begitu pula sebaliknya ketika harga minyak turun. Formula itu sesuai dengan harga gas alam cair (LNG) sekarang, yang naik-turunnya mengikuti harga minyak dunia.
Kedua, formulasi yang berlaku saat ini, yaitu harga gas pipa tidak dikaitkan dengan harga minyak. Dengan formula itu, Wiratmaja menjelaskan, ketika harga minyak naik namun harga gas tetap rendah. Hal tersebut tentu membuat pengusaha mendapat keuntungan yang sangat besar. Namun, ketika harga minyak turun seperti saat ini, para pengusaha protes kalau harga gas juga ikut turun.
(Baca: Pemerintah Bentuk Tim Untuk Formulasikan Penurunan Harga Gas)
Menurut Wiratmaja, dua formula harga gas pipa itu memang memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Jika dikaitkan dengan harga minyak yang sangat rendah sekarang, akan timbul kekhawatiran bahwa pengusaha gas tidak akan mau menjual gasnya ke dalam negeri kalau menggunakan formula baru. Sebab, harga jual gas pipa akan ikut turun. Sedangkan jika tidak dikaitkan dengan harga minyak, kekurangannya adalah jika harga minyak turun maka harga gas tetap tinggi seperti sekarang.
Formulasi baru penentuan harga gas ini rencananya akan dimasukkan ke dalam revisi Peraturan Menteri Nomor 19 tahun 2009. Wiratmaja menargetkan, pembahasan penentuan harga gas ini akan rampung dalam paruh pertama tahun ini. "Targetnya semester I tahun ini sudah bisa memutuskan formula harga gas ini," katanya.
(Baca: Produsen Keberatan Jika Harga Gas Diatur Pemerintah)
Sebagai informasi, penentuan harga gas pipa saat ini tidak dikaitkan dengan harga minyak. Penurunan harga minyak saat ini, tidak terlalu berpengaruh terhadap penentuan harga gas. Sedangkan untuk gas LNG dan gas yang diekspor, memiliki formulasi penentuan harga yang sejalan dengan pergerakan harga minyak dunia.
Sebelumnya, para pengusaha atau produsen gas sempat menyatakan penolaknnya terhadap rencana pemerintah mengatur formulasi harga gas. Pasalnya, pengaturan harga di tingkat hilir akan berdampak buruk pada usaha gas di sektor hulu.
Direktur Indonesian Petroleum Association (IPA) Sammy Hamzah mengatakan bisnis hulu gas memang bisa menghasilkan keuntungan yang tinggi, tapi risiko usahanya pun tinggi. Jika harga gas sudah dipatok di tingkat hilir, maka margin keuntungannya pun dibatasi. Padahal dengan risiko yang tinggi, produsen gas bisa saja merugi.
Produsen gas tidak sepakakat adanya intervensi pemerintah untuk menurunkan harga. Sammy mencontohkan, tiga tahun lalu harga gas di Amerika Serikat mencapai US$ 12 per juta british thermal unit (mmbtu), namun saat ini hanya US$ 3 per mmbtu. Penurunan ini bukan karena adanya intervensi dari pemerintah, melainkan karena penemuan gas nonkonvensional, yakni shale gas. Yang dilakukan pemerintah Amerika adalah memberikan insentif dan stimulus kepada perusahaan agar lebih giat melakukan eksplorasi.