Proyek Kereta Ringan LRT Jabodetabek Terganjal Masalah Lahan
KATADATA - Proses pembangunan proyek kereta ringan atau Light Rail Transit (LRT) di wilayah Jabodetabek masih terhambat sejumlah masalah. Padahal, proyek transportasi publik ini diharapkan rampung tahun 2018 untuk mendukung penyelenggaraan olahraga Asian Games.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Rizal Ramli mengungkapkan ada beberapa masalah dalam pengerjaan proyek LRT yang harus diselesaikan pemerintah. Ia menyebutkan, setidaknya ada tiga persoalan yaitu masalah pembiayaan, tumpang tindih lahan dan jangka waktu pengerjaannya.
Namun, dia tidak bersedia menjelaskan lebih rinci ketiga persoalan tersebut. “Beberapa masalah teknis ini nanti akan diselesaikan supaya bisa tuntas,” katanya seusai mengikuti rapat koordinasi dengan Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution, Menteri Perhubungan Ignasius Jonan dan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN) / Kepala Bappenas Sofyan Djalil di kantor Kementerian Perekonomian, Jakarta, Rabu (3/2). Rapat itu juga dihadiri Wakil Gubernur Jawa Barat (Jabar) Deddy Mizwar, Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan Robert Pakpahan dan Direktur Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan Hermanto Dwiatmoko.
Rizal hanya menjelaskan, pendanaan yang masih mengganjal terkait beban bunga selama masa konstruksi (interest during construction) proyek tersebut. ”Dimana-mana pembangunan infrastruktur itu ada komponen interest during construction. Harus dirapikanlah supaya kewajiban ini bisa diselesaikan,” katanya.
(Galeri Foto: Proyek LRT Resmi Dimulai)
Di tempat yang sama, Sofyan Djalil mengatakan, tumpang tindih lahan yang menjadi persoalan adalah jalur (trase) LRT Jabodetabek di Bekasi Barat juga bersinggungan dengan jalur kereta cepat Jakarta-Bandung. Untuk mengatasi persoalan tersebut, pemerintah memutuskan memindahkan jalur LRT ke daerah lain. “Yang pindah (jalur) LRT, karena kalau kereta cepat kan susah (memidahkannya). Kalau LRT karena kecepatan lebih rendah, bisa pindah sedikit,” katanya.
Sebagai gantinya, PT Kereta Cepat Indonesia Cina (KCIC) sebagai kontraktor dan operator kereta cepat akan menggantinya dengan lahan di tempat lain untuk jalur LRT. Pemerintah memberikan waktu enam bulan kepada KCIC untuk penyediaan lahan pengganti tersebut. Sofyan mengakui, ada tambahan biaya gara-gara masalah tumpang tindih lahan tersebut. “Mereka (KCIC) beli, mereka yang ganti untuk LRT. Tidak jauh dari situ (trase Bekasi Barat),” katanya.
(Baca: Penggantian Biaya LRT Dibayarkan Bertahap Mulai 2017)
Sementara itu, Jonan menjelaskan, pembiayaan proyek LRT menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) karena merupakan proyek dari pemerintah. “Ini bukan proyek BUMN, ini proyek pemerintah,” katanya. Jadi, pendanaannya masuk dalam anggaran Kementerian Perhubungan.
Adapun BUMN dalam hal ini PT Adhi Karya Tbk merupakan kontraktor yang mengerjakan pembangunan proyek kereta cepat tersebut. Hal ini sesuai dengan Peraturan Presiden (Perpes) Nomor 98 tahun 2015. Adhi Karya bertanggung jawab dalam pembangunan jalur, termasuk konstruksi jalur layang, stasiun dan fasilitas operasi.
Ada dua tahap pembangunan LRT yang dikerjakan Adhi Karya dengan jarak sepanjang 83,6 kilometer (km). Tahap I meliputi ruas Cibubur-Cawang, Bekasi Timur-Cawang, Cawang-Dukuh Atas sepanjang 42,1 km. Total biaya pembangunan tahap I ini mencapai Rp 23,8 triliun. Sedangkan pada tahap II terdiri dari Cibubur-Bogor, Dukuh Atas-Palmerah-Senayan, dan Palmerah-Grogol sepanjang 41,5 km.
Presiden Joko Widodo sudah meresmikan pembangunan awal (groundbreaking) proyek LRT tahap I pada September tahun lalu. Saat itu, Jokowi optimistis proyek ini tidak akan bernasib sama seperti proyek monorel di Jakarta, proses pembangunannya terhenti di tengah jalan.
(Baca: Pemerintah Akan Lelang Operator LRT)
Mengenai pendanaan Adhi Karya untuk membangun proyek itu, berdasarkan (Perpes) Nomor 98 tahun 2015, salah satunya bersumber dari Penyertaan Modal Negara (PMN). Setelah proyek itu rampung, pemerintah akan mengambil alih dengan melakukan pembayaran secara bertahap kepada Adhi Karya. Selanjutnya, pemerintah akan menyerahkan pengelolaan sarana transportasi kereta ringan ini kepada pihak operator.
Pemerintah semula berencana menggelar lelang pada awal tahun ini untuk memilih operator yang akan mengelola LRT Jabodetabek. Namun, menurut Jonan, Presiden menginginkan agar PT Kereta Api Indonesia (KAI) yang ditugaskan sebagai operator LRT Jabodetabek. “Jadi tidak bisa dilelang karena membutuhkan waktu yang panjang,” katanya.