Impor Melemah, Neraca Dagang Januari Surplus US$ 50,6 Juta
KATADATA - Setelah terpukul dua kali nilai merah, Neraca Perdagangan Indonesia Januari lalu surplus US$ 50,6 juta atau sekitar Rp 683 miliar dibanding Desember 2015. Dengan demikian, neraca perdagangan kali ini positif setelah dua bulan berturut-turut defisit. Pada November 2015, neraca dagang Indonesia minus US$ 0,41 miliar dan bulan selanjutnya US$ 0,16 miliar.
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suryamin menyatakan ekspor pada bulan lalu senilai US$ 10,5 miliar atau turun 11,88 persen dibanding Desember 2015 (month to month). Pada bulan itu, ekspor migas melemah 14,81 persen menjadi US$ 1,3 miliar. Hal ini terutama dipicu oleh penurunan harga minyak mentah dunia yang tinggal di kisaran US$ 30 per barel. Begitu juga dengan ekspor nonmigas berkurang 11,52 persen menjadi US$ 9,39 miliar. (Baca: Neraca Perdagangan Surplus karena Impor Turun).
Secara sektoral, ekspor barang industri pengolahan turun 15,53 persen. Begitu pun dengan barang pertanian melemah 6,64 persen. Hal yang sama terjadi pada ekspor barang tambang yang menyusut 25,14 persen. Tetapi, ada delapan komoditas yang tercatat naik, yakni kopi, lada putih, babi, udang, ikan hidup dari nelayan dan dari budi daya, kepiting, serta jenis lada lainnya.
Dari sisi manufaktur, barang perhiasan dan berharga naik 194 persen. Alas kaki dan mesin untuk keperluan khusus masing-masing tumbuh 105 dan 31,2 persen. Diikuti oleh kenaikan ekspor barang logam 56,06 persen. Adapun konstruksi berat naik 42,46 persen. “Walau barang industri turun, tapi ada beberapa komoditas yang memiliki prospek atau naik tajam dibanding Desember,” kata Suraymin di kantornya, Jakarta, Senin, 15 Februari 2016. (Baca juga: Impor Turun, Neraca Dagang Kembali Surplus US$ 1,02 Miliar).
Walau neraca perdaganag surplus, rupanya hal itu lebih dipengaruhi oleh jumlah produk yang didatangkan ke dalam negeri juga anjlok. Pasalnya nilai impor turun lebih dalam yakni 13,48 persen menjadi US$ 10,45 miliar. Produk impor yang paling banyak berkurang terutama bahan baku dan barang modal. Keduanya tercatat turun 14,05 dan 20,38 persen dengan nilai US$ 7,5 dan 2,21 miliar. Sedangkan impor barang konsumsi naik 5,12 persen menjadi US$ 1,16 miliar.
Menurut Suryamin, turunnya impor bahan baku menunjukkan adanya peningkatan produksi dalam negeri. Sebab, industri manufaktur tumbuh 4,32 persen pada kuartal keempat lalu. Hal itu kemudian diikuti oleh pertumbuhan Usaha Mikro Kecil dan Menengah sebesar 5,79 persen. “Artinya penggunaan bahan baku di dalam negeri sudah terjadi. Tapi pelan-pelan,” ujarnya.
Berdasarkan pergerakan ekspor dan impor itu, neraca dagang Januari 2016 surplus US$ 50,6 juta, sekitar Rp 683 miliar, dibandingkan Desember 2015. Namun, nilai ini lebih rendah dari surplus Januari 2015 sebesar US$ 632,3 juta. Walau demikian masih lebih baik dibanding bulan yang sama pada 2014 dan 2013 yang defisit US$ 443,9 juta dan US$ 74,7 juta.