Peringkat Utang Lima Negara Raksasa Produsen Minyak Turun
KATADATA - Anjloknya harga minyak mentah hingga di bawah level US$ 30 per barel telah memukul negara-negara produsen minyak utama dunia. Pendapatan negara anjlok tajam dan surplus anggaran telah berubah cepat menjadi defisit. Kini, para investor dan lembaga pemeringkatan mulai mengkhawatirkan kemampuan sejumlah negara tersebut dalam menanggung dan membayar utangnya.
Akhir pekan lalu, Standard & Poor’s (S&P) memangkas peringkat utang lima negara raksasa produsen minyak dunia. Yaitu, Arab Saudi, Oman, Bahrain, Brasil dan Kazakhstan. Tak cuma, lembaga pemeringkat internasional itu juga menurunkan prospek kredit negara produsen minyak lainnya yaitu Kolombia ke level negatif. Artinya, peringkat utang negara itu berpotensi diturunkan dalam waktu dekat.
Sebagai negara produsen minyak terbesar di dunia, peringkat kredit Arab Saudi dipangkas dua noktah (notch) dari A+ menjadi A-. Pasalnya, 75 persen pendapatan negara kerajaan itu bersumber dari penjualan minyak . Alhasil, rendahnya harga minyak menciptakan lubang besar di anggaran negara tersebut.
(Baca: BI Perkirakan Harga Minyak Indonesia Merosot ke US$ 37 per Barel)
"Dalam pandangan kami, penurunan harga minyak akan berdampak besar dan berkelanjutan terhadap anggaran dan ekonomi Arab Saudi karena ketergantungan yang tinggi pada minyak," kata S&P dalam siaran persnya. Sepanjang 2015, defisit anggaran Arab Saudi mencapai US$ 100 miliar dan telah melakukan pemotongan pengeluaran sebesar 14 persen.
Tahun ini, pemerintah Arab Saudi berharap defisit anggaran sekitar 13 persen dari produk domestik bruto (PDB). S&P menghitung anggaran negara di Timur Tengah berpatokan pada harga minyak sekitar US$ 45 per barel. Padahal, harga minyak saat ini berkisar di level US$ 30 per barel.
(Baca: Kejatuhan Harga Minyak Kurangi Penerimaan Negara Rp 90 Triliun)
S&P juga memangkas peringkat kredit Kazakhstan lantaran separuh pendapatan negaranya berasal dari ekspor minyak. Gara-gara rendahnya harga minyak dunia, mata uang negara di kawasan Asia Tengah itu sudah anjlok sekitar 50 persen terhadap dolar Amerika Serikat (AS) dalam setahun terakhir.
Bahrain turut terpukul keras oleh jatuhnya harga minyak mentah. Sekitar 75 persen dari pendapatan Bahrain berasal dari minyak. Ini menopang 60 persen dari total ekspor negara mini di kawasan teluk tersebut.
S&P memperkirakan terganggunya ekspor menyebabkan utang Bahrain membengkak cepat mencapai 77 persen dari PDB pada 2017. Bahkan, negara ini telah mengandalkan bantuan dari Arab Saudi, yang sekarang juga menghadapi kesulitan anggaran. Karena itu, S&P memangkas dua noktah peringkat utang Bahrain dari BBB- menjadi BB. Nasib serupa dialami negara jirannya yaitu Oman. Peringkat utang Oman diturunkan dari BBB+ menjadi BBB-.
(Baca: Peringkat Utang Pertamina Terancam Jatuh di Bawah Level Investasi)
Sementara itu, Brasil merupakan salah satu korban yang paling menderita dari anjloknya harga minyak dan harga komoditas. Dana Moneter Internasional atau International Monetary Fund (IMF) memperkirakan, ekonomi negara yang terbesar di Amerika Latin itu akan menyusut atau minus 3,5 persen pada 2016. Ini turun secara signifikan dari perkiraan sebelumnya sebesar kontraksi 1 persen. Atas dasar itu, S&P menurunkan satu noktah peringkat kredit Brasil menjadi BB.