SKK Migas Nilai Proyek IDD Ekonomis Jika Minyak di Atas US$ 50
Chevron Indonesia masih menunda pengembangan dua lapangan minyak dan gas bumi (migas) di Selat Makassar. Dua lapangan ini termasuk dalam proyek Indonesia Deepwater Development (IDD). Perusahaan asal Amerika Serikat ini menyatakan tidak akan mengembangkan dua lapangan tersebut selama harga minyak dunia masih rendah.
Kepala Bagian Humas Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas) Elan Biantoro mengatakan saat ini Chevron masih menunggu harga minyak dunia kembali membaik. Ini dilakukan agar proyek tersebut masih tetap ekonomis. “Keekonomian proyek tersebut seharusnya ketika harga minyak dunia di atas US$ 50 per barel,” ujarnya saat berbincang dengan wartawan di Gedung SKK Migas, Jakarta, Senin (18/4). (Baca: Harga Minyak Anjlok, Chevron Tunda Dua Lapangan Proyek IDD)
Meski begitu, Chevron tetap berkomitmen untuk mengembangkan Lapangan Gehem dan Gendalo di Selat Makassar, yang juga termasuk dalam proyek IDD. Lapangan Gehem rencananya akan memproduksi gas sebesar 420 juta kaki kubik per hari (mmscfd), sedangkan Gendalo sebesar 700 mmscfd. Selain gas ada juga kondensat dari Gehem sebesar 25.000 barel per hari dan Gendalo 25.000 barel per hari. Rencananya gas alam hasil produksi dari proyek ini akan dijual untuk kebutuhan dalam negeri dan diekspor dala bentuk gas alam cair (LNG).
Selain lapangan Gendalo dan Gehem di Selat Makassar, Chevron sebenarnya memiliki beberapa kontrak Kerja Sama yang masuk dalam proyek IDD yakni PSC Ganal, Rapak, dan Muara Bakau. Sementara lima lapangan gas yang akan dikembangkan dalam proyek IDD ini yaitu Lapangan Bangka, Gehem, Gendalo, Maha, dan Gandang.
Lapangan Bangka di Rapak saat ini masih dalam tahap konstruksi. Setelah tahap konstruksi selesai, proyek tersebut akan bisa langsung berproduksi. Lapangan ini bisa memproduksi gas sekitar 100 mmscfd. Perkiraannya lapangan migas ini bisa mulai berproduksi sekitar pertengahan tahun ini. (Baca: Lapangan Bangka IDD Milik Chevron Diperkirakan Berproduksi Juni)
Walau akan berproduksi pertengahan tahun, sampai saat ini belum tercapai kesepakatan awal atau head of agreement (HoA) penjualan gas dari Lapangan Bangka. Padahal alokasi gas untuk ekspor dan jatah dalam negeri sudah ditentukan oleh pemerintah. Hasil produksi gas dari lapangan itu akan diolah di Kilang Bontang, Kalimantan Timur. Setelah itu, pemasarannya bekerjasama dengan East Kalimantan Gas Marketing.
Selain diekspor, gas hasil produksi Lapangan Bangka bisa digunakan untuk kebutuhan dalam negeri. Tapi porsi untuk dalam negeri ini tidak mayoritas. Alasannya, sampai saat ini infrastruktur untuk menyalurkan gas belum memadai. Sekarang Pertamina dan Chevron masih bernegosiasi untuk gas tersebut.
Proyek Bangka dan IDD dikelola oleh Chevron Indonesia Company yang memiliki 62 persen saham di proyek tersebut. Dikutip dari situs resmi Chevron, proyek Bangka ini nantinya akan terkoneksi ke fasilitas produksi terapung (FPU). Dalam rancangannya, fasilitas ini memiliki kapasitas produksi gas 115 juta mmscfd dan 4.000 barel kondensat per hari. Sebelumnya, Chevron sudah mengebor dua sumur pengembangan di proyek tersebut pada semester kedua 2014, setelah mengantongi keputusan akhir investasi (FID). (Baca: Chevron Jajaki Penjualan Gas Lapangan Bangka ke Pertamina)