Terancam Defisit, Pertamina Mulai Impor LNG
PT Pertamina (Persero) mulai mengimpor gas alam cair atau Liquefied Natural Gas (LNG). Langkah ini merupakan antisipasi menghadapi ancaman defisit gas yang diprediksi akan terjadi pada 2019. Karena itu, perlu sejak dini menjaga pasokan gas di dalam negeri.
Vice President Corporate Communication Pertamina Wianda Pusponegoro mengungkapkan, Pertamina sudah menandatangani beberapa kontrak pembelian LNG dari sejumlah negara. Yang terbaru dengan Woodside Petroleum Ltd., perusahaan distributor atau trader gas yang melayani Australia, Asia Pasifik, Amerika Latin dan Afrika.
Namun, LNG tersebut baru akan dipasok 2019 mendatang. Woodside akan memasok LNG kepada Pertamina selama 15 sampai 20 tahun. Kapasitasnya sebanyak 0,5 juta sampai satu juta ton per tahun (million ton per annum/MTPA). (Baca: Pemerintah Akan Impor Gas dari Papua Nugini)
Menurut Wianda, kontrak pembelian ini untuk mengantisipasi defisit pasokan gas pada 2019. Adanya kontrak baru tersebut diharapkan menambah portofolio cadangan LNG Pertamina. “Kami perlukan portofolio untuk kebutuhan domestik dan internasional,” kata dia kepada Katadata, Rabu (20/4).
Sebelumnya, Pertamina juga meneken perjanjian jual-beli LNG dengan Total pada Februari lalu. Volume pasokannya sebesar 0,4 juta sampai satu juta ton per tahun. Total akan memasok selama 15 tahun mulai dari 2020. Pertamina juga sudah memiliki kontrak pembelian LNG dengan Cheniere Corpus Christi sebanyak 1,5 juta ton dengan jangka waktu 20 tahun. LNG dari Cheniere ini mulai dipasok 2019.
Menanggapi kondisi tersebut, pemerintah sebenarnya ingin memprioritaskan produksi LNG di dalam negeri untuk kebutuhan domestik. Setelah itu baru diekspor ke luar negeri. Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Migas) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) I.G.N. Wiratmaja Puja mengatakan, pemerintah tidak akan pernah mengizinkan impor jika produksi LNG di dalam negeri belum laku terjual. “Kalau alokasi LNG dalam negeri sudah terserap tentu diizinkan impor,” kata dia kepada Katadata, Rabu (20/4).
(Baca: Antisipasi Impor, Dewan Energi Usul Kontrak Gas Direvisi)
Pemerintah memproyeksikan Indonesia akan mengimpor 1.777 juta kaki kubik per hari gas (mmscfd) mulai 2019 dan terus meningkat hingga mencapai 3.267 mmscfd pada 2030. Perkiraan peningkatan kebutuhan gas tersebut berdasarkan perhitungan dengan mengikuti pertumbuhan ekonomi nasional.
Sementara Kementerian ESDM memprediksi tidak semua LNG laku terjual tahun ini. Ada 10,40 kargo gas yang tidak dapat terserap. Kargo tersebut berasal dari Kilang Bontang di Kalimantan Timur. Dalam catatan neraca LNG 2016 Kementerian ESDM, Kilang Bontang akan memproduksi 152 kargo LNG tahun ini. (Baca: Pemerintah Tidak Akan Perpanjang Kontrak Gas Jangka Panjang)
Dari 152 kargo yang berasal dari Kilang Bontang, 90,60 kargo untuk ekspor yang sudah berkontrak. Sedangkan 17 kargo untuk domestik juga sudah berkontrak. Dari sisa kargo yang sudah berkontrak tersebut, sebanyak 14,50 kargo akan dijual ke domestik. Dari perhitungan tersebut, tersisa 30,40 kargo yang tidak terserap. Tapi dari 30,40 kargo yang tidak terserap, sebanyak 20,00 kargo diusulkan untuk diekspor. Sisanya ada 10,40 kargo yang tidak laku terjual.