Fungsi SKK Migas Berpeluang Kembali ke Pertamina
Fungsi Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) masih akan tetap dipertahankan di masa depan. Hal ini mengacu kepada Rancangan Undang-Undang Migas yang saat ini masih digodok di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Namun, bentuk kelembagaan dan posisi SKK Migas nantinya masih belum ditentukan.
Anggota Komisi Energi DPR Satya Widhya Yudha mengatakan, selama pengelolaan hulu migas di Indonesia masih menggunakan sistem kontrak bagi hasil atau production sharing contract (PSC) maka fungsi atau peran SKK Migas masih diperlukan. Sebab, pemerintah membutuhkan sebuah institusi untuk melakukan kajian ulang terhadap penerimaan negara di sektor migas. (Baca: Bahas RUU Migas, DPR Usulkan Pembubaran SKK Migas)
Meski begitu, kelembagaan SKK Migas sampai saat ini masih dalam tahap pembahasan. Selain skema saat ini yang berlaku, Satya mengatakan ada tiga opsi pengelolaan hulu migas. Pertama, kuasa tambang masih ada di tangan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), namun pelaksanaannya diserahkan kepada Badan Usaha Milik Negara Khusus (BUMN). Kedua, kuasa tambang tetap dipegang Menteri ESDM tapi pelaksana kegiatan tambang ada di BUMN dan Pertamina.
Ketiga, kuasa tambang dan pelaksana kegiatan tambang dilakukan oleh Pertamina. Opsi terakhir ini sama seperti dulu, yakni pengelolaan migas dilakukan perseroan, dalam hal ini Pertamina, melalui Badan Pengawasan Pengusahaan kontraktor Asing (BPPKA). “SKK Migas bisa saja disatukan dengan Pertamina atau menjadi bagian BUMN yang khusus,” kata Satya dalam acara diskusi mengenai pembahasan RUU Migas, di Jakarta, Rabu (20/4).
Di tempat yang sama, Direktur Jenderal Migas Kementerian ESDM I.G.N. Wiratmaja Puja mengatakan pemerintah menginginkan RUU Migas memuat pemisahan antara fungsi regulator dan kepentingan bisnis. Untuk itu, SKK Migas lebih baik dibentuk menjadi BUMN khusus (BUMNK). “SKK Migas lebih ke arah bisnisnya. Kalau sekarang kan sebagian sebagai regulator, sebagian sebagai bisnis,” kata dia. (Baca: Pemerintah Tak Ingin Pertamina Gantikan Peran SKK Migas)
Selain mengubah kelembagaan SKK Migas, pemerintah juga ingin memperkuat keberadaan Pertamina lantaran 100 persen sahamnya dimiliki oleh negara. Dalam draf RUU Migas, Pertamina nantinya akan mendapatkan beberapa keistimewaan. Salah satunya mengenai skema pengelolaan wilayah migas. Pemerintah akan memberikan izin pengelolaan wilayah migas kepada Pertamina dan BUMNK. BUMNK ini nantinya bisa berkerjasama dengan kontraktor lain dengan skema kontrak bagi hasil atau production sharing contract (PSC). “Jadi kontrak PSC semua lewat BUMN khusus. Kalau Pertamina ingin royalti langsung, jadi tidak lewat BUMN Khusus,” ujar dia.
Di sisi lain, Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana mengatakan jika fungsi SKK Migas dikembalikan kepada Pertamina maka dikhawatirkan akan menciptakan konflik kepentingan dan berpotensi menimbulkan korupsi lantaran fungsi regulasi dan bisnis menjadi satu. Untuk itu, kelembagaan SKK Migas sebaiknya menjadi BUMNK. Hal ini sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi. “Cuma masalahnya BUMN Khusus seperti apa, saya tidak tahu. Itu terserah pengambil keputusan,” ujar dia.
(Baca: Pertamina Ingin Cadangan Migas Masuk ke Dalam Asetnya)
Sementara itu, pelaku usaha hulu migas menginginkan UU Migas yang baru bisa memberikan kepastian kepada investor. Vice Chairman Regulatory Affairs Indonesian Petroleum Association (IPA) Hardi Hanafiah mengatakan aturan tersebut juga harus ramah untuk iklim investasi di Indonesia. “Kami ingin Indonesia menjadi salah satu pilihan berinvestasi,” ujar dia.