Kendala Investasi Cina Akan Diselesaikan Lewat WhatsApp
Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) menyatakan kendala investasi Cina di Indonesia dapat diselesaikan dengan aplikasi komunikasi elektronik. Misalnya, laporan tersebut disampaikan melalui surat elektronik atau jejaring media sosial seperti WhatsApp dan WeChat.
Kepala BKPM Franky Sibarani menyatakan pemakaian saluran komunikasi tersebut merupakan bagian dari pembentukan Desk Khusus Investasi Cina yang diluncurkan hari ini. Pemerintah akan menempatkan beberapa pegawai yang mampu berbahasa Mandarin untuk berkomunikasi dengan investor Cina melalui saluran-saluran tersebut. (Baca: Indonesia Lawan Malaysia dan Amerika Berebut Investasi Cina).
Para pegawai BKPM yang ditugaskan akan meneruskan keluhan kepada Liaison Officer terkait di Kementerian dan Lembaga lainnya. Hal ini serupa dengan yang diterapkan ke investor Jepamg dan Korea Selatan. “Tidak perlu datang melapor, lewat WeChat atau WhatsApp nanti kami teruskan,” kata Franky saat peresmian Desk Khusus Investasi Cina di Gedung BKPM, Jakarta, Senin, 2 Mei 2016.
Menurutnya, Desk Khusus akan melayani kendala investasi Cina, terutama dalam lima sektor investasi yakni infrastruktur, kemaritiman, pertanian, industri manufaktur, serta pariwisata dan kawasan industri. Ini merupakan area-area di mana investor Cina memiliki ketertarikan.
Masalah lain yang dihadapi investor Cina antara lain bahasa dan menemukan mitra yang cocok. Oleh sebab itu BKPM akan memfasilitasi pembentukan desk tersebut. “Saat ini kami coba tingkatkan dengan meningkatkan pelayanan,” kata Franky. (Lihat pula: (Baca juga: Dana Cina, Grup Sinar Mas Peminjam Terbesar Tiga Bank Pemerintah).
Dengan Desk Khusus, BKPM mengincar rasio investasi dari Negeri Tiongkok itu hingga 50 persen, seperti banyak negara lainnya. Sebab, rasio investasi Cina saat ini tergolong rendah, hanya sekitar 10 persen.
Selain itu, Franky telah membentuk Marketing Officer untuk melakukan pemasaran, memberikan konsultasi, dan menjalin kerja sama dengan pemangku kebijakan lain. Untuk itu, BKPM juga menempatkan Deputi Bidang Perencanaan Penanaman Modal BKPM Tamba Hutapea sebagai Deputy in Charge di desk tersebut. “Melihat potensi Cina yang besar, effort kita juga harus besar,” kata Franky.
Sementara itu, Minister Counselor for Economic and Commercial Affairs Kedutaan Cina di Indonesia Wang Liping mengatakan langkah yang dilakukan BKPM akan memantapkan pengusaha negaranya untuk berinvestasi di Indonesia. Saat ini, investasi Cina berada di posisi sembilan dari daftar investasi negara penanam modal. Kedutaan Besar akan berkoordinasi langsung dengan BKPM mengenai desk khusus.
Dana melimpah Cina memang menjadi incaran banyak pihak. Tak hanya negara maju seperti Amerika Serikat, sejumlah negara Asia Tenggara meliriknya seperti Malaysia. Indonesia pun tak mau tertinggal. Apalagi, BKPM mencatat realisiasi investasi Negeri Panda tersebut masih rendah.
Misalnya, realisasi investasi Cina pada 2015 hanya mencapai US$ 628 juta, sementara tambahan komitmen investasi pada tahun lalu sebanyak US$ 22,2 miliar. Sedangkan pada triwulan pertama 2016, realisasi investasi Cina mencapai US$ 464,6 juta atau naik 518 persen secara tahunan atau year on year.
Sebelumnya, Tamba Hutapea mengatakan saat ini banyak negara mengincar investasi langsung (Foreign Direct Investment/FDI) dari Cina. Bahkan Malaysia dan Amerika masuk sepuluh besar negara yang mendapat investasi dari Negeri Panda tersebut. Indonesia tidak masuk dalam level ini. Padahal, Cina kerap menyatakan akan menjadikan Indonesia sebagai tujuan utama investasi. (Baca: Realisasi Investasi Cina Rendah, BKPM Buat Desk Khusus).
Selama ini, kata Tambaa, investor Cina memilih berinvestasi melalui negara lain seperti Hongkong, Singapura, atau Virgin British Island. Yang menjadi pangkal masalah yaitu birokrasi di negaranya panjang sehingga sulit membawa modal keluar. Selain itu, Cina juga sering khawatir terhadap perkembangan politik dan sosial di Indonesia. Atas dasar problem tersebut, dibuatlah Desk Khusus dengan menjadikan jejaring media sosial sarana utama komunikasi.