Pemerintah Godok Aturan Khusus Investasi Migas di Laut Dalam
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tengah menggodok aturan khusus untuk kegiatan minyak dan gas bumi (migas) di laut dalam. Tujuannya agar investasi migas di laut dalam lebih mudah dan diminati banyak investor.
Direktur Jenderal Migas Kementerian ESDM I.G.N. Wiratmaja Puja mengatakan, potensi migas Indonesia termasuk di laut dalam cukup besar. Sayangnya, sampai saat ini kepastian potensinya belum diketahui karena kegiatan eksplorasi di laut dalam masih minim.
Ia menengarai, penyebabnya adalah aturan saat ini kurang menarik bagi investor. Karena itulah, Kementerian ESDM tengah mengodok aturan khusus untuk investasi laut dalam. "Supaya bisa atraktif dengan negara-negara lain. Sekarang kita masih kalah atraktif,” kata Wiratmaja seperti dikutip dari situs Direktorat Jenderal Migas, Senin (30/5). (Baca: Pemerintah Rancang Desain Baru Pengelolaan Hulu Migas)
Jika berdasarkan aturan yang ada saat ini, tingkat pengembalian investasi atau Internal Rate of Return (IRR) untuk kontraktor kontrak kerjasama (KKKS) migas masih kalah dibandingkan negara lainnya, seperti Meksiko. Padahal, risiko yang harus ditanggung investor relatif tinggi.
Wiratmaja mengatakan, seharusnya IRR yang diperoleh kontraktor untuk menggarap laut dalam di atas 20 persen. “Indonesia masih jauh di bawah itu,” ujar dia. Tak heran dibandingkan negara-negara lain yang memberikan IRR relatif tinggi kepada KKKS, pemgembangan migas laut dalam di Indonesia masih tertinggal.
Namun, dia tidak menjelaskan bentuk aturan khusus untuk investasi migas di laut dalam tersebut. Yang jelas, saat ini pemerintah sedang menyiapkan sejumlah insentif agar investasi migas laut dalam di Indonesia bisa lebih kompetitif. Salah satunya adalah memperpanjang masa eksplorasi migas di laut dalam.
Saat ini, pemerintah memberikan jatah waktu kepada kontraktor untuk eksplorasi paling lama 10 tahun. Ke depan, masa eksplorasi akan ditambah menjadi 15 tahun. (Baca: Pemerintah Kaji Tambah Masa Eksplorasi Laut Dalam Jadi 15 Tahun)
Insentif lainnya berupa perubahan bagi hasil yang lebih besar untuk kontraktor migas di area tersebut. Sebab, porsi bagi hasil saat ini sering dikeluhkan investor. Hal ini pula salah satu yang menyebabkan usaha migas di dalam negeri dianggap kurang menarik.
Berdasarkan riset Wood Mackenzie, Indonesia menjadi negara dengan porsi migas pemerintah paling besar kedua dari 10 negara. Indonesia mengambil porsi migas pemerintah hingga 81 persen, lebih tinggi satu persen dari Malaysia, dan empat persen dari Norwegia.
Wakil Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) M.I. Zikrullah juga mendukung upaya pemerintah mendorong investasi di laut dalam. Menurut dia, potensi yang ada di laut dalam sangat besar, seperti Blok Masela yang dikelola Inpex dan Shell, serta proyek Indonesia Deepwater Development di Selat Makassar yang dikelola Chevron. (Baca: Tutup Konvensi IPA, Investor Didorong Eksplorasi di Laut Dalam)
Menurut dia, investasi untuk mengelola blok migas yang ada di laut dalam itu cukup besar. Karena itu, dia sangat mendukung jika pemerintah ingin memberikan insentif bagi kontraktor yang mengelola blok tersebut.
Selain itu, perlu juga dukungan dari beberapa pihak. “Harus melakukan bersama-sama, tidak hanya di Kementerian ESDM apalagi hanya SKK Migas. Harus Kementerian Keuangan dan kementerian lainnya,” ujar Zikrullah, akhir pekan lalu.