Indonesia Tujuan Utama Kedua Wisatawan Muslim Selama Ramadan
MasterCard dan CrescentRating menyatakan jumlah wisatawan beberapa negara meningkat karena naiknya jumlah umat muslim yang melakukan perjalanan selama bulan puasa. Dalam periode Juni hingga Februari, selama 15 tahun mendatang, berbagai destinasi wisata dunia diprediksi menjadi daya tarik para wisatawan Muslim.
Hal ini disampaikan dalam hasil penelitian perdana MasterCard-CrescentRating Ramadan Travel Report 2016. “Umat muslim yang bepergian di bulan Ramadan menjadi sebuah tren yang berkembang,” kata CEO CrescentRating & HalalTrip Fazal Bahardeen, melalui keterangan resminya, Jumat, 1 Juli 2016. (Baca: Tertinggi dalam Sejarah, Turis Malaysia Membanjiri Bandung).
Mulai tahun ini sampai dengan 2020, Malaysia menempati peringkat teratas dalam daftar destinasi terbaik. Indonesia menduduki tempat kedua, diikuti dengan Singapura di urutan ketiga. Malaysia memimpin sederetan negara destinasi wisatawan muslim karena dianggap memiliki lingkungan yang ramah untuk kaum muslim.
MasterCard-CrescentRating Global Muslim Travel Index 2016 memperlihatkan pada 2015 ada 117 juta kedatangan wisawatan muslim secara global. Jumlah ini mewakili hampir 10 persen dari seluruh pasar wisata.
Pada 2020, jumlah kunjungan wisata tersebut diprediksi tumbuh hingga 165 juta pengunjung atau setara dengan 11 persen dari segmen pasar. Nilainya diproyeksikan melebihi US$ 200 miliar. (Baca: Investor Arab Lirik Kawasan Wisata Mandalika dan Tanjung Lesung).
“Pasar wisata muslim membawa peluang yang sangat besar sebagai salah satu sektor pariwisata dengan pertumbuhan tercepat di dunia,” kata Group Country Manager MasterCard untuk Indonesia, Malaysia, dan Brunei, Safdar Khan. Pemerintah di sejumlah negara pun meningkatkan upaya untuk menarik lebih banyak wisatawan muslim.
Pemerintah diharapkan mencermati enam faktor pendorong wisatawan muslim untuk bepergian di masa Ramadan. Keenam faktor pendorong itu adalah umroh, perjalanan bisnis, Ramadan bersama keluarga, ragam budaya Ramadan di berbagai negara, serta durasi iklim yang ekstrem. (Baca: Belasan BUMN Kembangkan Pariwisata Daerah).
Kaum muslim yang tinggal di negara dengan cuaca ekstrem serta durasi puasa yang lama dalam satu hari, termotivasi untuk bepergian ke negara lain agar bisa beribadah dengan lebih nyaman. Kondisi ini biasanya dialami oleh generasi pertama hingga kedua para imigran yang belum terbiasa dengan lingkungan hidup yang baru.
Mulai tahun 2023, bulan Ramadan diperkirakan jatuh pada masa iklim yang lebih dingin. Oleh karena itu, negara-negara di Timur Tengah seperti Uni Emirat Arab, Qatar, dan Oman akan menjadidestinasi para wisatawan muslim. Hasil penelitian menunjukkan ada beberapa negara yang akan menerima pengaruh positif, termasuk Yordania, Mesir, Maroko, dan Tunisia.