Arcandra Kaji Usulan Industri Migas Bebas Pajak Sebelum Produksi
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arcandra Tahar mulai mengkaji usulan para pelaku industri minyak dan gas bumi (migas) mengenai pembebasan pajak selama masa eksplorasi. Permintaan itu terkait dengan rencana revisi Peraturan Pemerintah Nomor 79 tahun 2010 tentang biaya operasi yang dapat dikembalikan dan perlakuan pajak penghasilan di bidang usaha hulu migas.
Arcandra menganggap aturan tersebut sebagai daftar negatif investasi. Salah satu poin yang menjadi fokus adalah pajak selama masa eksplorasi. “Keinginan orang industri adalah bagaimana caranya kegiatan eksplorasi tidak dipajakin dulu,” kata dia di Kementerian Koordinator Bidang Maritim, Jakarta, Selasa (2/8). (Baca: Jokowi Dorong Revisi Aturan Cost Recovery dan Pajak Hulu Migas)
Dalam kontrak bagi hasil, menurut Arcandra, ada poin yang menyebut jika pajak tidak akan dipungut sebelum suatu lapangan dinyatakan komersial. Apalagi, eksplorasi adalah kegiatan pertama sebelum melakukan produksi.
Untuk mengubah ketentuan dalam PP No. 79 Tahun 2010 itu, Kementerian ESDM harus berkoordinasi dengan Kementerian Keuangan. “Sedang kami kaji ulang karena berkaitan dengan Kementerian Keuangan,” ujar dia.
Di tempat terpisah, Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Migas) Kementerian ESDM I.G.N. Wiratmaja Puja mengatakan, usulan revisi aturan ini bertujuan agar investasi di sektor hulu migas bisa lebih menarik. Apalagi, dengan kondisi saat ini banyak hal yang sudah berkembang dan harga minyak tidak setinggi saat aturan itu diterbitkan.
Ia menilai, ada beberapa pajak yang harus dihapuskan agar industri hulu migas menarik untuk investor. Antara lain Pajak Bumi Bangunan (PBB) dan pajak yang ada di daerah. Tapi, tetap perlu ada pajak penghasilan badan dan Pajak Pertambahan Nilai. (Baca: 23 Kontraktor Migas Terjerat Sengketa Pajak Rp 3,2 Triliun)
Ada juga perubahan dalam perhitungan pendapatan dan biaya (ring fencing) dari Plan of Development (PoD) Basis menjadi Blok Basis. Bahkan, untuk beberapa kasus khusus, perhitungannya berdasarkan National Basis.
Sementara untuk cost recovery atau pengembalian biaya operasi ada usulan mengenai perubahan mekanisme. “Ada usulan dari pelaku usaha kalau sudah diaudit Badan Pemeriksa Keuangan dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan sudah cukup, tidak usah diaudit lagi,” kata Wiratmaja di kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Selasa (2/8).
Para pelaku industri migas di Indonesia yang berhimpun di dalam Indonesian Petroleum Association (IPA), menganggap Peraturan Pemerintah Nomor 79 tahun 2010 sebagai penyebab melesunya iklim investasi di sektor hulu migas. PP ini memuat aturan cost recovery atau pengembalian biaya dan pajak penghasilan di bidang usaha hulu migas oleh pemerintah. (Baca: Asosiasi Migas Nilai Beleid Cost Recovery 2010 Biang Lesunya Investasi)
IPA kata Direktur Eksekutif IPA Marjolijn Wajong mengimbau pemerintah memasukkan kembali prinsip “assume and discharge”. Prinsip ini akan memberikan kepastian fiskal bagi para investor karena pajak penghasilan bila telah berhasil berproduksi.