Luhut: Rekomendasi Izin Ekspor Freeport dari Sudirman Said
Pelaksana tugas (Plt) Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Luhut Binsar Pandjaitan akhirnya buka suara mengenai izin ekspor konsentrat yang telah dikantongi PT Freeport Indonesia. Menurut Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman ini, rekomendasi ekspor tersebut bukanlah kebijakan Menteri ESDM sebelumnya, Arcandra Tahar.
Sebaliknya, rekomendasi itu diterbitkan oleh Sudirman Said yang menjabat Menteri ESDM sebelum Arcandra. Selanjutnya ditandatangani oleh Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Bambang Gatot Ariyono. “Saya baru dapat laporannya,” kata Luhut di kantor Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman, Jakarta, Kamis (18/8). (Baca: Menteri Arcandra Dicopot, Izin Ekspor Freeport Tetap Sah)
Tapi, klaim itu dibantah oleh Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM Bambang Gatot. Menurutnya, rekomendasi ekspor tersebut bukan kebijakan dari Sudirman. “Bukan, itu dasar hukumnya sudah ada, sama persis dengan perpanjangan yang lalu,” kata dia di Kementerian ESDM, Jakarta, Kamis, (18/8).
Di sisi lain, Bambang mengakui yang menandatangani rekomendasi agar Freeport bisa mengekspor konsentrat. “Dari dulu kan Direktur Jenderal yang menandatangani. Mana pernah tandatangan Menteri (ESDM),” kata dia.
Sudirman Said belum berkomentar mengenai pernyataan Luhut tersebut. Hingga berita ini diturunkan, dia belum membalas pesan singkat yang disampaikan Katadata melalui aplikasi WhatsApp.
Informasi yang dihimpun Katadata, rekomendasi ekspor dari Kementerian ESDM mulai berlaku sejak 9 Agustus lalu. Sementara Sudirman melakukan serah terima jabatan Menteri ESDM dengan Arcandra Tahar sebelumnya, yakni pada 27 Juli lalu. (Baca:Beri Izin Ekspor Freeport, Pemerintah Digugat)
Vice President Corporate Communication PT Freeport Indonesia Riza Pratama membenarkan jika sudah menerima surat izin ekspor yang berlaku hingga 11 Januari 2017. “Volumenya 1,4 juta ton,” kata dia kepada Katadata, Selasa (16/8) lalu.
Padahal, sampai saat ini Freeport belum menuntaskan kewajibannya untuk membangun fasilitas pengolahan dan pemurnian mineral (smelter) di Gresik, Jawa Timur. Berdasarkan Pasal 170 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009, pemegang Kontrak Karya yang sudah berproduksi wajib melakukan pemurnian selambat-lambatnya lima tahun sejak aturan tersebut, yakni pada akhir 2014.
(Baca: Dapatkan Izin Ekspor, Freeport Tidak Harus Setor Uang Tunai)
Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2014 dan Peraturan Menteri Energi Nomor 1 Tahun 2014 juga mengamanatkan pembangunan smelter dilakukan paling lambat tahun depan. Sebab, mulai 2018, perusahaan tambang sudah tidak boleh lagi mengekspor mineral mentah.