Pembentukan Holding BUMN Masih Terganjal Aspek Hukum
Keinginan Menteri BUMN Rini Soemarno membentuk induk usaha (holding) BUMN secepatnya, tampaknya bakal sulit terwujud. Penyebabnya, pemerintah tengah melakukan harmonisasi peraturan-peraturan per sektor usaha masing-masing BUMN sebagai payung hukumnya.
Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly mengatakan, pemerintah secara perlahan akan menyelesaikan satu per satu permasalahan yang terkait dengan pembentukan induk usaha BUMN. Tujuannya agar kebijakan pembentukan induk usaha itu tidak menimbulkan masalah di kemudian hari.
Selain itu, melakukan kajian yang lebih mendalam, terutama terkait aspek hukum. Kajian aspek hukum itu meliputi peraturan tentang pemerintahan dan pembentukan perusahaan induk BUMN tersebut. Karena itu, pembentukan induk usaha BUMN masih membutuhkan waktu. "Masih tahap awal, semua masih dalam proses," ujar Yasonna usai rapat koordinasi pembahasan holding BUMN, di kantor Kementerian Koodinator Bidang Perekonomian, Jakarta, Kamis (18/8).
(Baca: Pemerintah Sepakat Bentuk Enam Holding BUMN)
Yasonna pun mengaku belum menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) terkait pembentukan holding BUMN karena masih melakukan kajian. Sedangkan terkait dengan urusan perpindahan aset, menurut dia, masih dibahas oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani.
Ditemui di tempat yang sama, Direktur Jenderal Kekayaan Negara Kementerian Keuangan Vincentius Sonny Loho mengatakan, pemerintah memang sedang melakukan harmonisasi dengan aspek hukum dengan sinkronisasi peraturan-peraturan terkait. Lantaran hambatan dari aspek hukum tersebut, pemerintah tidak bisa memperkirakan waktu realisasi pembentukan holding BUMN.
Selain itu, Sonny mengatakan, pemerintah masih perlu melakukan beberapa sosialisasi kepada pihak-pihak terkait dalam pembentukan holding BUMN. Permasalahan tenaga kerjanya apakah sudah mendukung atau belum, dan harmonisasi aset, termasuk poin-poin yang masih harus dibahas pemerintah.
"Dipelajari dulu semua peraturannya. Kami lagi siapkan semua biar clear," ujar Sonny. "Ya semua harus clear dulu dong. Kalau tidak nanti Presiden repot." (Baca: Komite Ekonomi Khawatir Holding BUMN Bisa Ciptakan Kartel)
Meski masih banyak permasalahan yang harus diselesaikan, Sonny menyatakan, pemerintah akan terus melanjutkan penyusunan PP induk usaha BUMN tersebut dan belum ada niatan untuk membatalkannya. Pemerintah juga tidak perlu meminta persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk membentuk holding. Namun, pemerintah memang berkewajiban mengkomunikasikannya kepada parlemen.
Sebelumnya, salah satu yang menjadi permasalahan adalah belum adanya skema holdingisasi dalam PP Nomor 44 tahun 2005 tentang Tata Cara Penyertaan dan Penatausahaan Modal Negara pada BUMN dan Perseroan Terbatas. Untuk itu, Menteri BUMN Rini Soemarno mengatakan, Kementerian BUMN mendorong revisi PP 44/2005 agar dimasukkan pasal tambahan.
"Memang yang masih ditunggu sekarang itu ada satu PP, namanya PP 44. Kami meminta ada tambahan pasal-pasal di situ untuk merefleksikan holdingisasi itu," ujar Rini, 11 Juli lalu. (Baca: Bentuk Holding, Jokowi: 2019 Nilai Investasi BUMN Rp 764 Triliun)
Dalam rapat terbatas kabinet, Jumat (12/8) lalu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyetujui usulan Menteri BUMN untuk membentuk enam induk usaha BUMN berdasarkan sektor usahanya. Enam sektor ini adalah pertambangan, minyak dan gas bumi (migas), perumahan, jalan tol, jasa keuangan, serta pangan.
PT Pertamina (Persero) akan dijadikan perusahaan induk di sektor migas. Di sektor pertambangan, PT Indonesia Asahan Aluminium (Persero) yang akan menjadi holding. Perum Bulog menjadi induk BUMN sektor pangan dan PT Danareksa (Persero) menjadi holding BUMN jasa keuangan, termasuk perbankan.
Adapun Perum Perumnas menjadi induk BUMN perumahan, dan PT Hutama Karya akan ditunjuk sebagai holding BUMN konstruksi jalan tol. Sebelumnya, Menteri Rini berharap induk usaha BUMN migas sudha bisa terbentuk tahun ini.