Rawan Gugatan, Pemda Diminta Tak Potong Belanja Modal
Pemerintah daerah perlu berhati-hati dalam menyikapi pemotongan dana transfer daerah dan dana desa sebesar Rp 72,9 triliun dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Perubahan 2016. Kebijakan pemerintah pusat itu jangan sampai berdampak terhadap pemangkasan belanja modal dan operasional karena berpotensi menimbulkan gugatan dari pihak kontraktor.
Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan Budiarso Teguh Widodo meminta pemerintah daerah memotong belanja non-operasional, seperti pengeluaran untuk perjalanan dinas dan rapat yang tidak perlu. Dengan begitu, anggaran belanja modal, seperti untuk proyek infrastruktur, atau belanja sosial tidak terganggu oleh menyusutnya dana transfer daerah tersebut.
"Mereka bisa menghemat di sisi itu," kata Budiarso usai konferensi pers di kantor Direktorat Jenderal Pajak, Jakarta, Selasa (30/8). Selain agar tidak mengganggu pertumbuhan ekonomi, pemotongan anggaran belanja non-operasional itu juga untuk menghindari potensi gugatan hukum dari para kontraktor. Sebab, rata-rata proyek sudah melalui proses tender dan penunjukan kontraktornya.
Menurut Budiarso, penghematan anggaran ini tidak bisa dihindari, bahkan oleh pemerintah pusat. Karena itu, dia meminta pemerintah daerah menunda program-program non-operasional dan yang tidak terlalu menjadi prioritas. (Baca: Dana Desa Berkurang, Pemangkasan Anggaran Naik Jadi Rp 133,7 Triliun)
Namun, jika pemotongan anggaran itu juga menjalar ke belanja modal daerah, Budiarso yakin para kontraktor akan memahami kondisi saat ini. Dengan begitu, mereka tidak akan langsung mengajukan gugatan kalau kontraknya dibatalkan.
Ia pun menjanjikan, salah satu pos transfer ke daerah yaitu Dana Alokasi Umum (DAU) yang ditunda pencairannya tahun depan akan dikucurkan kembali tahun 2017. "Tahun ini bisa dibayar kalau penerimaan kita bagus, kalau tidak dialihkan tahun depan," kata Budiarso. (Baca: Data Pegawai Berlebih, Dana Tunjangan Guru Dipangkas)
Seperti diketahui, pemerintah melalui Kementerian Keuangan telah memutuskan pemangkasan anggaran belanja tahun ini sebesar Rp 137,6 triliun akibat seretnya penerimaan negara. Pemangkasan itu terdiri dari pemotongan belanja kementerian dan lembaga negara (K/L) sebesar Rp 64,7 triliun serta dana transfer daerah dan dana desa Rp 72,9 triliun.
Perinciannya, pemangkasan anggaran Dana Bagi Hasil Rp 20,9 triliun, Dana Alokasi Umum (DAU) Rp 19,4 triliun, DAU Khusus Fisik Rp 6 triliun, dan DAU Non Fisik berupa tunjangan guru sebesar Rp 23,3 triliun serta Dana Tambahan Penghasilan Guru sebesar Rp 209,1 miliar. Sedangkan dana desa terpangkas Rp 2,8 triliun.
Budiarso menjelaskan, penundaan pembayaran DAU hanya dilakukan kepada daerah yang memiliki saldo kas besar. Dengan kas besar tersebut maka daerah masih memiliki cadangan untuk membangun daerahnya. "Total 169 daerah (yang ditunda DAU), sedangkan 508 daerah tetap membutuhkan jadi tidak kita hemat," katanya.
(Baca: KPK Minta Sri Mulyani Awasi Dana Desa)
Beberapa daerah yang mengalami penundaan pembayaran DAU antara lain Kabupaten Bogor, Kabupaten Garut, Kotamadya Bandung, dan Kabupaten Tasikmalaya. Selain itu, Kabupaten Banyumas, Kabupaten Cilacap, Kabupaten Jember, serta Kabupaten Subang.