BI: Tax Amnesty Membuat Rupiah Lebih Kuat Tahun Depan
Bank Indonesia (BI) memperkirakan nilai tukar rupiah bisa lebih kuat pada tahu depan. Salah satu faktor yang mendorong penguatan ini dampak dari adanya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 Tentang Pengampunan Pajak.
Gubernur BI Agus Martowardojo meyakini program pengampunan pajak (tax amnesty) akan mampu membawa arus modal dari luar negeri, masuk ke dalam negeri melalui repatriasi. Sehingga akan membuat nilai tukar rupiah semakin kuat.
(Baca: Banjir Dana Asing, Cadangan Devisa Bertambah Rp 21 Triliun)
BI memperkirakan nilai tukar rupiah tahun depan bisa berada pada level Rp 13.200 – Rp 13.500 per dolar. "Hal tersebut didukung kuatnya arus modal termasuk dari dampak pengampunan pajak," kata Agus di Jakarta, Kamis (1/9).
Prediksi ini terlihat lebih optimistis dibandingkan asumsi BI sebelumnya di kisaran Rp 13.300 – Rp 13.600 per dolar. Sementara pemerintah mengusulkan asumsi rupiah tahun depan sebesar Rp 13.300 per dolar, dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2017.
Menurutnya, ada kemungkinan nilai tukar rupiah tahun depan bisa tembus di bawah Rp 13.000 per dolar. Namun, hal ini tidak akan bertahan lama. Karena arus dana yang masuk ke dalam negeri, bukan disebabkan karena fundamental ekonomi yang baik.
"Bisa sekali (di bawah Rp 13.000), tapi sementara saja," katanya. (Baca: Kecuali Australia, Rupiah Menguat Terhadap Semua Mata Uang Dunia)
Tahun ini BI memperkirakan nilai tukar rupiah masih cukup terjaga di level Rp 13.500 – Rp 3.800. Bahkan ada kemungkinan lebih rendah lagi, apalagi dengan melihat rata-rata nilai tukar sepanjang awal tahun hingga 1 September di level Rp 13.268 per dolar.
Namun, sebagai negara yang neraca transaksi berjalannya masih defisit (deficit current account), Indonesia cukup rentan dengan adanya sentimen negatif. Artinya agak sulit mematok dan menjaga stabilitas rupiah.
Dia mencontohkan selama periode Januari hingga Agustus 2016 ada dana asing masuk sebesar Rp 162 triliun. Peningkatannya hampir mencapai empat kali lipat dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang hanya Rp 43 triliun.
Namun, pada 23 – 25 Agustus terjadi pembalikan arus modal sebesar Rp 6,5 triliun. Penyebabnya adalah pernyataan petinggi bank sentral Amerika Serikat yang mengatakan bahwa perekonomian negaranya membaik.
"Untuk negara dengan current account deficit seperti kita, hal tersebut berpengaruh," ujarnya. (Baca: Rupiah Makin Tertekan Jelang Pidato Gubernur The Fed)
Mengenai asumsi makro tahun depan, Agus mengatakan pertumbuhan ekonomi diperkirakan berada pada kisaran 5,1-5,5 persen. Pertumbuhan kredit sebesar 12 persen dan defisit transaksi berjalan sebesar 2,7 persen terhadap PDB
Untuk asumsi ekonomi pada tahin 2017 lainnya menurut Agus adalah pertumbuhan ekonomi yang berada di kisaran 5,1 hingga 5,5 persen, pertumbuhan kredit sebesar 12 persen, namun untuk defisit transaksi berjalan dirinya mematok sebesar 2,7 persen.