Kenaikan Kredit Bermasalah Perbankan Meluas ke Berbagai Sektor
Kredit bermasalah atau non performing loan (NPL) di perbankan semakin meningkat pada pertengahan tahun ini. Perlambatan ekonomi membuat kenaikan kredit bermasalah itu menjalar ke berbagai sektor usaha.
Saat memaparkan kinerja semester I-2016, Selasa (27/7) kemarin, manajemen Bank Danamon mengakui, rasio kredit bermasalah di bank ini mencapai 3,3 persen. Jumlahnya meningkat dibandingkan periode sama tahun lalu yang sebesar 2,9 persen. Namun, Bank Danamon menilai pertumbuhan kredit bermasalah itu masih lebih rendah dari rata-rata industri.
Dalam periode Juni 2015 sampai dengan Mei tahun ini, kredit bermasalah di industri perbankan meningkat sebesar 29 persen. Sedangkan kredit bermasalah Danamon di akhir semester pertama 2016 hanya meningkat 5 persen secara setahunan.
Sebelumnya, tiga bank kakap juga mengumumkan peningkatan kredit bermasalah per akhir semester I-2016. Bank Mandiri mencatat kenaikan rasio kredit bermasalah, baik secara nett dari 1,01 persen menjadi 1,53 persen maupun secara gross dari 2,43 persen menjadi 3,86 persen.
(Baca: Sistem Keuangan Stabil, BI Waspadai Kenaikan Kredit Bermasalah)
Alhasil, bank terbesar di Indonesia dari sisi aset ini harus menumpuk pencadangan yang lebih besar. Hal inilah yang menyebabkan laba bersih Bank Mandiri pada semester I-2016 anjlok 28,7 persen menjadi Rp 7,08 triliun.
Rasio kredit bermasalah Bank Negara Indonesia (BNI) juga meningkat menjadi tiga persen. Padahal, per akhir tahun lalu besarannya masih 2,7 persen. Salah satu faktor utama kenaikan NPL ini disebabkan kredit bermasalah milik Trikomsel senilai Rp 1,3 triliun. Akibatnya, pencadangan BNI meningkat dari 138,8 persen menjadi 142,8 persen.
Bank Rakyat Indonesia (BRI) juga bernasib sama seperti dua “saudaranya” itu. Bank BUMN ini harus meningkatkan pencadangan menjadi 150 persen. Penyebabnya, rasio NPL meningkat jadi 2,3 persen.
(Baca: Genjot Kredit, BI Pangkas Suku Bunga dan Longgarkan Pembiayaan)
Kondisi serupa juga menimpa Bank Central Asia (BCA). Bank swasta terbesar di Indonesia ini mencatatkan kenaikan rasio NPL menjadi 1,4 persen per semester I-2016. Jumlahnya naik dua kali lipat dari periode sama tahun lalu.
Para analis melihat tren kenaikan kredit bermasalah perbankan itu menjalar ke berbagai sektor. Analis Financial Institution Ratings PT India Credit Rating Agency (ICRA) Indonesia Khresna D. Armand menjelaskan, kenaikan NPL sudah merambah ke sektor usaha non-pertambangan yang selama ini terpukul oleh penurunan harga komoditas. Kini, kredit bermasalah juga membelit para debitur yang bergerak di bidang usaha perdagangan dan transportasi.
Namun, menurut dia, kenaikan NPL perdagangan ini masih dalam kategori wajar karena memang rutin dan seiring dengan perlambatan ekonomi. Sementara di sektor transportasi, utamanya yang berhubungan dengan pertambangan atau daerah penghasil komoditas. Alhasil, kredit bermasalahnya turut meningkat.
Selain itu, Khresna melihat kredit bermasalah juga mulai membelit sektor konsumsi, khususnya bidang pembiayaan (multifinance). “Tetapi itu (kenaikan NPL) karena pinjamannya menurun, lantaran sebagian besar disumbang dari penjualan kendaraan bermotor yang menurun sejak tahun lalu,” ujar dia kepada Katadata, Rabu (27/7).
(Baca: Ekonomi Masih Melambat, BI Akan Longgarkan Aturan Kredit)
Kendati demikian, dia menilai, rasio kecukupan modal (capital adequacy ratio/CAR) perbankan masih aman untuk mengantisipasi kenaikan NPL. Buktinya, masih banyak bank yang mencatatkan pertumbuhan pendapatan sebelum pencadangan.
Khresna juga meyakini, NPL akan membaik seiring dengan peningkatan likuiditas dana setelah penerapan pengampunan pajak (tax amnesty). Penurunan bunga bank akibat pelonggaran suku bunga acuan BI rate sebesar satu persen sejak awal tahun, turut menambah likuiditas.
Kedua faktor itulah yang akan mendorong penyaluran kredit sehingga menurunkan NPL. Ia memproyeksikan pertumbuhan kredit tahun ini berkisar 10-12 persen, lebih baik dibandingkan beberapa bulan terakhir yang cuma tumbuh di bawah 10 persen.
Sementara itu, Kepala Ekonom Bank Mandiri Anton Gunawan juga melihat kenaikan NPL meluas ke beberapa sektor usaha selain pertambangan. Bukan hanya dari sisi besaran, tetapi pertumbuhan kenaikan NPL juga kian melaju.
Dia mencatat, kenaikan NPL cukup besar dari industri pengolahan dan perdagangan besar (wholesale). “Ada kehati-hatian (bank) untuk memperbanyak kredit-kredit baru. Pertumbuhan NPL dibandingkan tahun lalu naik untuk berbagai sektor,” ujar Anton.