PLN Lanjutkan 22 Proyek Pembangkit Listrik yang Mangkrak
PT Perusahaan Listrik Negara akhirnya melanjutkan 22 proyek pembangkit yang sudah lama mangkrak. Ke-22 fasilitas listrik tersebut merupakan bagian dari 34 proyek pembangkit yang tidak berjalan dalam beberapa tahun terakhir.
Direktur Utama PLN Sofyan Basir mengatakan puluhan proyek yang mangkrak merupakan warisan dari program Fast Track Program (FPT) I dan II. “Itu kerjaan tujuh delapan tahun lalu dari manajemen dulu yang tidak pernah tersampaikan," kata Sofyan di gedung DPR, Jakarta, Kamis, 13 Oktober 2016. (Baca: Jokowi Perintahkan Selesaikan 34 Proyek Pembangkit yang Mangkrak).
Menurut Sofyan, ada delapan penyebab keterlambatan. Pertama, pembebasan dan penyediaan lahan. Kedua, proses negosiasi harga antara PLN dan Indepent Power Producer (IPP), yakni pembangkit listrik swasta. Ketiga, proses penunjukan dan pemilihan IPP.
Maslah selanjutnya terkait pengurusan izin di tingkat nasional dan daerah. Lalu, kinerja sebagian developer dan kontraktor tidak sesuai target. Keenam, kapasitas manajemen proyek. Ketujuh, koordinasi lintas sektoral, dan terakhir menyangkut masalah hukum.
Sofyan mengatakan total kapasitas dari 34 pembangkit yang mangkrak sebesar 633,8 megawatt (MW). Sementara 22 proyek yang akan diteruskan mencapai 443,2 MW. Sementara sisanya masuk dalam tahap terminasi. (Baca: Pemerintah dan PLN Kebut Megaproyek Listrik 35 GW).
Proyek mangkrak yang masuk fase terminasi tidak dilanjutkan karena kekuatan hukum PLN lemah. Apalagi, perusahan pelat merah itu harus membayar denda. Sehingga, PLN bisa rugi akibat material proyek yang dipakai pada pembangkit yang terminasi sudah usang dan harus menambah investasi baru. Tapi perusahaan setrum ini akan membangun 12 transmisi di wilayah proyek pembangkit yang masuk terminasi.
PLN bersama Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) juga sedang menghitung total kerugian dari 12 proyek yang tidak bisa berjalan. Targetnya, perhitungan ini selesai sekitar satu hingga dua bulan ke depan.
Sementara itu, Dewan Perwakilan Rakyat mengusulkan pembentukan panitia kerja (panja) untuk proyek listrik PLN. Anggota Komisi VII Muhammad Nasir mengatakan PLN perlu menjelaskan terkait proyek mangkrak tersebut. "Panja ini akan meminta penjelasan mengenai anggaran, lokasi atau pihak yang mengerjakan, apakah PLN atau siapa," kata dia.
Di luar 34 proyek yang mangkrak, PLN juga menemukan lima kontrak perjanjian jual beli (PPA) pembangunan pembangkit listrik yang tidak ada proses lanjutan. Kelima PPA itu adalah PLTU Kalsel-1, PLTU Kaltim-2, PLTU Ketapang, PLTU Tanah Grogot, dan PLTU Tembilahan. Kontrak PPA ini bukan bagian dari mega proyek 35.000 MW. (Baca: PLTU Cilacap 1.000 MW Siap Dibangun).
Kelima proyek tersebut jalan di tempat. Misalnya, PLTU Kalsel-1 yang berkapasitas 2 x 100 MW yang dikelola oleh PT Tanjung Power Indonesia masih dalam tahap financing. Padahal, kontrak PPA sudah ditandatangani pada Oktober 2014 dengan masa tenggat kontraknya yang sudah habis pada 15 Oktober 2016. Kelima PPA yang tak ada kemajuan itu rata-rata merupakan kontrak PPA pada 2007 dan 2014.