Sri Mulyani Siapkan 6 Langkah Hentikan Perlambatan Ekonomi
Pemerintah dan Bank Indonesia (BI) memprediksi, pertumbuhan ekonomi pada kuartal III-2016 lebih rendah dibandingkan kuartal sebelumnya. Demi menangkal berlanjutnya tren perlambatan ekonomi, Menteri Keuangan Sri Mulyani akan mengkombinasikan kebijakan fiskal dan moneter.
"Kuartal II (ekonomi tumbuh) tinggi, di kuartal III barangkali lebih rendah. Tapi kami sudah lakukan langkah persiapan agar tidak menciptakan kondisi seolah menurun, tetapi tren positif," katanya di Jakarta, Senin (24/10).
Langkah pertama, konsisten dan saling memperkuat kebijakan antara anggota Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) dalam memberi sinyal kepada pelaku ekonomi bahwa pemerintah bersungguh-sungguh menjaga perekonomian. Anggota KSSK yang dimaksud yakni Gubernur Bank Indonesia (BI), Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Ketua Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), dan Menteri Keuangan.
(Baca: BI: Pertumbuhan Ekonomi di Batas Bawah)
Kedua, pemerintah perlu membuka peluang bisnis dari sektor lain, lalu meyediakan pembiayaan untuk sektor tersebut. Sebab, perlambatan ekonomi global masih menahan laju perekonomian Indonesia. "Tentu identifikasi sektor usaha, menjamin proses intermediasi bisa dilakukan," ujar Sri Mulyani.
Karena itu, pemerintah harus memastikan kondisi perbankan cukup sehat sehingga bisa berperan mendorong perekonomian. Selain itu, pemerintah harus memastikan investor masih berminat masuk ke pasar modal yang bisa menghasilkan dana untuk ekspansi perusahaan.
"Itu yang kami lakukan untuk mengantisipasi perekonomian di kuartal III dan IV. Ini sudah dikomunikasikan BI dan pemerintah secara konsisten selama ini,” katanya.
Ketiga, pemerintah memastikan uang tebusan dari hasil program pengampunan pajak (tax amnesty) tahap I sebesar Rp 97 triliun akan kembali mengalir ke pasar keuangan. Dana itu disalurkan untuk kegiatan produktif atau pembangunan infrastruktur, serta pembiayaan kepada masyarakat kurang mampu.
Pemerintah juga berharap dana repatriasi segera masuk ke perbankan pada semester II ini. (Baca: Meski Bunga Rendah, Pengusaha Tak Minat Berutang ke Bank)
Keempat, mengevaluasi kinerja Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang mendapat Penyertaan Modal Negara (PMN). Pemerintah berharap perusahaan pelat merah tersebut maksimal menggunakan anggarannya untuk membangun infrastruktur atau ekspansi. Dengan begitu, dapat turut mendorong pertumbuhan ekonomi.
Kelima, meningkatkan dan mengevaluasi Kredit Usaha Rakyat (KUR) kepada Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Pertimbangannya, sektor ini dianggap paling tahan menghadapi perlambatan ekonomi.
Keenam, memaksimalkan pengeluaran Kementerian dan Lembaga (K/L) pada akhir tahun. Sri Mulyani memastikan pengeluaran pemerintah bisa melebihi 95 persen target, yang berarti melebihi pencapaian tahun lalu.
Di tempat yang sama, Ketua Dewan Komisioner OJK Muliaman D. Haddad menambahkan, upaya pemerintah mendorong kredit ke sektor yang dianggap mumpuni mendorong pertumbuhan ekonomi. Apalagi, pertumbuhan kredit rupiah mencapai 10,7 persen, lebih tinggi dibandingkan periode sama tahun lalu. Jadi, penyaluran kredit bisa untuk sektor prioritas, seperti pariwisata, kemaritiman, pangan, dan sebagainya.
(Baca: Minta Kerjasama BI, OJK, Kemkeu, Darmin: Aneh, Bunga Tak Turun)
Sementara itu, Gubernur BI Agus Martowardojo mengakui penyaluran kredit masih rendah. Namun, sebaliknya penerbitan surat utang korporasi telah mencapai Rp 120 triliun. Dengan begitu, korporasi dan perusahaan nonbank bisa mendapat pembiayaan dari penerbitan obligasi.
"Walau pertumbuhan kredit relatif tidak tinggi, kalau dibanding ASEAN hanya Filipina yang tumbuh tinggi. Yang lain kreditnya lebih rendah dari Indonesia," ujar Agus.